tag:blogger.com,1999:blog-4830393019852446752024-03-14T00:58:42.039+07:00Buddha SchoolPengenalan, Penjelasan dan Pembabaran Dhammatonny liehttp://www.blogger.com/profile/13459274942090590808noreply@blogger.comBlogger386125tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-5293525994112788542012-06-02T19:16:00.000+07:002012-06-02T22:45:26.150+07:00ABHIDHAMMA: Sabda Murni Sang Buddha?<i>
</i><br />
<div align="justify">
<i><span style="font-family: PaliGaramond;">Sebuah Telaah Objektif:</span></i></div>
<br />
<div align="center">
<span style="font-family: PaliGaramond; font-size: medium;"><b>ABHIDHAMMA: Sabda Murni Sang
Buddha?</b></span></div>
<div align="center">
<br /></div>
<div align="center">
<br /></div>
<table border="1" cellpadding="4" cellspacing="4" height="250" style="width: 985px;">
<tbody>
<tr>
<td height="250" width="985"><i><span style="font-family: PaliGaramond;">Karena kitab-kitabnya hingga
kini belum teralihbasakan secara lengkap, Abhidhamma kiranya boleh dianggap
sedikit “asing” bagi sebagian besar umat Buddha di Indonesia. Tulisan mi digarap
bukan-Iah dengan maksud untuk menyajikan suatu uraian, kupasan, atau-pun ulasan
terinci atas aspek-aspek doktrinal Abhidhamma. Usaha yang ditempuh hanyalah
semata-mata mencoba menguak satu pelik yang berada di balik Abhidhamma itu
sendiri. Jelasnya, pemasa-lahan yang berkisar pada kesahihan dan keabsahan
Abhidhamma –dalam artian apakah benar-benar merupakan Sabda Mumi Sang Buddha
Gotama atau bukan– akan ditelaah dengan seobjektif mungkin. Diharapkan agar
simpulan telaah dalam tulisan ini dapat menghalau pandangan skeptis yang mungkin
berkecamuk di benak sebagian umat Buddha; khususnya yang bersikap lugu dalam
mencerap literatur-literatur asing –yang kebanyakannya menolak Abhidhamma
sebagai Sabda Murni Sang Buddha Gotama.</span></i></td></tr>
</tbody></table>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Menurut catatan sejarah yang dapat
dipercayai, Abhidharnma Piöaka adalah suatu kitab yang baru resmi tertuliskan
pada Muktamar (Sangâyanâ) keempat yang diselenggarakan di Aluvihâra, Sri Lanka
pada permulaan abad keenam sesudah Kemangkatan Mutlak (Parinibbâna) Sang Buddha
Gotama (83 sebelum Masehi). Pada mulanya, Abhidhamma Piöaka dituliskan pada
lembaran-lembaran daun lontar. Bahasa-awal yang dipergunakan ialah Bahasa Pâli
(Magadha). Namun, pada beberapa tempo berselang, telah terdapat pula Abhidhamma
Piöaka yang ditulis dalani bahasa Singhala, Devanagari, Birma, Thai, Inggris,
dan lain-lain.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Abhidhamma Piöaka seluruhnya terdiri
atas tujuh kitab, yakni: Kitab Dhammasaõgani, Kitab Vibhaõga, Kitab Dhâtukathâ,
Kitab Puggalapaññatti, Kitab Kathâvatthu, Kitab Yâmaka, dan Kitab
Paööhâna.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Kitab Dhammasaõgani yang secara harfiah
berarti penggolongan Dhamma terbagi menjadi empat bab. Kitab Vibhaõga merupakan
pemilahan Dhamma dalam delapan belas bagian. Kitab Dhâtukathâ yang merupakan
pemaparan tentang unsur terdiri atas empat belas bab. Kitab Puggalapaññatti yang
merupakan penetapan individu berisi sepuluh bab. Kitab Kathâvathu yang berisikan
pokok-pokok pertentangan terdiri atas dua puluh tiga bab. Kitab Yâmaka yang
merupakan pemaparan berpasangan berisi sepuluh bab. Kitab Paööhâna yang
menjelaskan dua puluh empat ketergantungan (Paccaya) merupakan kitab Abhidhamma
yang paling akhir dan paling tebal.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Abhidhamma Piöaka adalah suatu kitab
yang mengandung banyak hal yang pelik. Kepelikan yang dimaksud ini tidak hanya
menyangkut aspek-aspek doktrinal yang dikupas di dalamnya –yang kerap membuat
“puyeng” kebanyakan orang yang menyimaknya–, melainkan juga menyangkut masalah
kesahihan dan keabsahan kitab itu sendiri. Ada beberapa orang serta kelompok
yang menyangsikan dan bahkan menolak tegas Abhidhamma Piöaka sebagai Sabda Murni
Sang Buddha Gotama. Abbidhamma dianggap sebagai suatu ajaran yang baru muncul
pada masa belakangan sebagai hasil perkembangan yang menyusul kemudian. Lebih
tandasnya, Abhidhamma adalah hasil karya orang lain –bukan Sang Buddha Gotama.
Dengan perkataan lain, pada masa kehidupan Sang Buddha Gotama, Abhidhamma masih
belum ada.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Anggapan semacam itu agaknya bukan
merupakan hal yang baru. Beberapa Kitab Ulasan (Atthakathâ) menyiratkan suatu
kenyataan bahwa hanya dalam beberapa waktu setelah Kemangkatan Mutlak Sang
Buddha Gotama, kesahihan dan keabsahan Abhidhamma sudah mulai ramai
dipermasalahkan.<small><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675#1%29"><sup>1)</sup></a></small> Ini berlangsung
terus dari waktu turun ke waktu hingga pada dewasa ini juga. Banyak bukti yang
dapat dirujuk untuk menunjukkan kenyataan ini. <i>WS. Karunaratne</i>, pengulas
aran (entry) “Abhidhamma” dalam Encyclopaedia of Buddhism –yang semestinya
bersikap objektif–, secara langsung maupun taklangsung menempatkan diri di pihak
yang menolak (setidak-tidaknya menyangsikan) kesahihan dan keabsahan Abhidhamma
Piöaka. Dalam pengantarnya, ia menuliskan: <i>“Both historically and logically,
the Abhidhamma represents a development of the Dhamma or the Doctrine of the
Buddha. It enjoys equal canonical authority with the Dhamma and its texts have
been compiled into a separate Piöaka”.</i> Pernyataan senada ini agaknya
disokong pula oleh <i>David J. Kalupahana</i>, seorang dosen kawakan mata-kuliah
filsafat Buddhis. Dalam “Buddhist Philosophy” pada Bab Awal Skolastisisme dan
Mahâyâna, ia menuliskan: <i>“Kegiatan Skolastik tidak berhenti sampai di sini
saja. Kendati uraian yang lengkap diturunkan dari mulut ke mulut, ada pula upaya
untuk mendaftarkan dan mengelompokkan Induk Topik (Mâtikâ, Sk. Mâtrkâ), seperti
kelompok kehidupan (Khandha), unsur (Dhâtu), dan landasan indera (Ayatana), yang
diuraikan oleh Sang Buddha. Hal-hal ini kemudian menjadi inti dari kumpulan
Kitab Suci yang ketiga, yakni Abhidhamma Piöaka yang terutama berkenaan dengan
analisis dan sintesis filsafat”</i> Sementara itu, Bhikkhu Buddhadâsa –seorang
bhikkhu terkenal di Muangthai–. memperlihatkan sikap yang “pantang kromo” dalam
hal ini. Dengan ungkapan yang sarkastis ia bahkan pernah berujar: “Abhidhamma
Piöaka bolehlah dilempar ke selokan! Kitab itu sama sekali bukan Sabda Mumi Sang
Buddha Gotama!” Agaknya, hasil pemantanan Bhikkhu Nârada yang tertuliskan dalam
A Manual of Abhidhamma tidaklah meleset: <i>“According to some scholars,
Abhidhamma is not a teaching of the Buddha but is a later elaboration of
scholastis monks.”</i> Jadi, memang tidak dapat disangkal lagi jika digemborkan
bahwa ada tidak sedikit “tokoh Buddhis” yang hanya mau berpedoman pada dua kitab
saja (Dvipiöaka), yaitu Sutta Piöaka dan Vinaya Piöaka.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Sementara itu, ada pula pihak yang
tetap berpegang teguh pada Tipiöaka (Tiga Himpunan Kitab) yang berarti mengakui
Abhidhamma Piöaka sebagai Sabda Murni yang diwejangkan sendiri oleh Sang Buddha
Gotama. Dalam menentukan sikap, kedua belah pihak (antara yang pro dan contra)
sama-sama mempunyai alasan masing-masing. Tulisan berikut mi mencoba menelaah
alasan-alasan yang dikemukakan oleh kedua belah pihak tersebut dengan seobjektif
mungkin. Telaah ini akan dialurkan dalam bentuk cakapan (dialogue). Bagian
KILAHAN dimaksudkan untuk mewakili pihak yang menyangsikan serta menolak
Abhidhamma Piöaka sebagai Sabda Murni Sang Buddha Gotama. Sementara itu, bagian
ARGUMENTASI mengatasnamakan pihak yang mempercayai serta mempertahankan
kesahihan dan keabsahan Abhidhamma Piöaka.</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>1). KILAHAN:</b> Setiap peraturan
kedisiplinan yang ditetapkan oleh Sang Buddha Gotama sebagai Vinaya senantiasa
dapat diketahui di mana ditetapkannya, kapan ditetapkannya, alasan
ditetapkannya, dan berhubungan dengan siapa ditetapkannya. Demikian pula halnya
dengan setiap Sutta yang dibabarkan oleh Beliau, selalu dapat diketahui di mana
dibabarkannya, kapan dibabarkannya, alasan dibabarkannya, dan kepada siapa
dibabarkannya. Berkenaan dengan Abhidhamma, agaknya tidak ada data historis
secuil pun yang dapat dijumpai dalam Sutta Piöaka dan Vinaya Piöaka. Dengan
begitu, bagaimana mungkin Abbidhamnia Piöaka bisa diakui sebagai Sabda Murni
Sang Buddha Gotama?</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>1). ARGUMENTASI:</b> Tak perlu dipungkiri
bahwa data historis semacam itu memang tidak dapat dijumpai dalam Sutta Piöaka
dan Vinaya Piöaka. Namun, agaknya kurang tepat jika hal-hal yang berkaitan
dengan Abhidhamma hanya dikorek dan satu dua sumber saja. Haruslah disadari
bahwa Sutta Piöaka dan Vinaya Piöaka saja tentunya tidak mungkin sanggup meliput
“seluruh” peristiwa yang pernah terjadi sepanjang kehidupan Sang Buddha Gotama.
Dengan perkataan lain, pasti ada peristiwa-peristiwa tertentu yang benar-benar
terjadi namun tidak sempat tertuliskan di dalarnnya. Untuk menelusuri peristiwa
semacam mi, Kitab Ulasan (Atthakathâ) dan Kitab Tarsiran (Éîkâ) yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya agaknya dapat dijadikan sebagai pelengkap
sumber-acuan.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Dalam Kitab Ulasan atas Dhammapada,
Khuddaka Nikâya, Sutta Piöaka, dan juga dalam Kitab Ulasan atas Udâna dan
Itivuttaka, Khuddaka Nikâya, Sutta Piöaka tercantumlah data historis tentang
pewejangan Abhidhamma. Lebih daripada itu, dalam beberapa Kitab Ulasan atas
Abhidhamma Piöaka sendiri dikisahkan secara panjang lebar bahwa setelah
memperlihatkan Mukjizat Ganda (Yâmaka-Paöihâriya)<sup><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675#2%29"><small>2)</small></a></sup> untuk membabat pandangan sesat aliran
kepercayaan dan keagamaan lain di dekat Sâvatthi, Sang Buddha Gotama naik ke
Alam Surga Tâvatiæsa untuk membalas jasa kebajikan Ibunda Mahâmâyâ yang pernah
melahirkan-Nya. Pada waktu itu, Ibunda Mahâmâyâ terlahirkan kembali sebagai
Putra Dewa di Alam Surga Tusita, dua tingkat di atas Alam Surga Tâvatiæsa. Ini
tidaklah berarti bahwa Sang Buddha Gotama salah menuju tempat. Beliau sengaja
naik ke Alam Surga Tâvatiæsa karena alam ini merupakan tempat pertemuan para
dewa dari pelbagai tingkat. Di Alam Surga Tâvatiæsa ini terdapat balai umum
bernama Saddhamma-sâlâ –yang dipergunakan untuk mendengarkan dan
memperbincangkan Dhamma. Ketika berjumpa dengan Raja Dewa Indra, Sang Buddha
Gotama memerintahkannya untuk menjemput Ibunda Mahâmâyâ. Tatkala Ibunda Mahâmâyâ
telah tiba, Beliau merenungkan serta menimbang bahwa Vinaya dan Sutta tidaklah
begitu luhur –tak sepadan dengan jasa kebajikan yang pernah dicurahkan oleh
Ibunda Mahâmâyâ. Duduk di singgasana Paóòukambala dengan sangat agung-Nya, Sang
Buddha Gotama memutuskan untuk mewejangkan Abbidhamma kepada Ibunda Mahâmâyâ
yang didampingi oleh para dewa dalam jumlah yang sangat banyak dari 10.000
cakrawala. Abhidhamma yang terdiri atas tujuh kitab ini diwejangkan oleh Beliau
dengan ‘mendalam’ serta ‘terinci’ (Vitthâranaya). Pewejangan Kitab Dhammasaõgani
hingga Kitab Paööhâna ini memakan waktu tepat satu muslin hujan (Vassa ketujuh)
atau kira-kira tiga bulan menurut penanggalan Candra. Sangat menakjubkan bahwa
pewejangan Abhidhamma ini berlangsung tanpa ada jeda sekejap pun –dalam artian
terus-menerus; tidak berhenti sama sekali. Apabila tiba saatnya untuk merawat
tubuh kemanusiaan-Nya, dengan kemampuan batin-Nya yang luar biasa Sang Buddha
Gotama membuat “Sosok Ciptaan” yang menyerupai Beliau untuk ganti mewejangkan
Abbidhamma. Baik wajah, cahaya maupun suara “Sosok Ciptaan” ini sama sekali
tidak ada nuansanya dengan yang sesungguhnya. Setelah membuat “Sosok Ciptaan”
ini, Beliau pun kemudian turun ke Bumi untuk berpióòapâta di Uttarakuru. Pulang
dari pióòapâta, Beliau bersantap di pinggir Danau Anotatta. Selesai beristirahat
di hutan Cendana, Sang Buddha Gotama naik kembali ke Alam Surga Tâvatiæsa. Ini
berlangsung terus hingga akhir masa Vassa. Sehari setelah habisnya musim hujan,
yang berarti selesainya pewejangan Abbidhamma di Alam Surga Tâvatiæsa, Beliau
dengan diiringi para dewa turun kembali ke Bumi, tepatnya di daerah Saõkassa.
Peristiwa ini sekarang diperingati oleh umat Buddha sebagai hari
Devorohana.</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>2). KILAHAN:</b> Dalam argumentasi di atas
dikatakan bahwa Sang Buddha Gotama merenung serta menimbang bahwa Vinaya dan
Sutta tidaklah begitu luhur – taksepadan dengan jasa kebajikan Ibunda Mahâmâyâ.
Tidakkah perkataan ini beranti mendaifkan atau merendahkan Vinaya dan Sutta yang
merupakan Ajaran-Nya sendiri? Mungkinkah seorang Buddha bersikap
demikian?</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>2). ARGUMENTASI:</b> Sesungguhnya,
perkataan tersebut tidaklah berarti Sang Buddha Gotama mendaifkan atau
merendahkan Vinaya dan Sutta, melainkan semata-mata mengungkapkan suatu
penilaian yang benar-benar didasarkan pada kenyataan yang ada. Dalam menilai
segala sesuatu, seorang Buddha senantiasa bersifat objektif –tidak berat
sebelah/sepihak– dan sesuai dengan proporsinya masing-masing. Dalam Kitab Ulasan
Atthasâlini, Buddhaghosa Thera menjelaskan bahwa kata sifat ‘Abhi’ secana
harfiah berarti melebihi, melampaui, mengungguli. Jadi, Abhidhamma adalah suatu
Dhamma yang melebihi, melampaui, mengungguli Vinaya dan Sutta. Memanglah benar
bahwa dalam Sutta pun, Sang Buddha Gotama mengajarkan kelompok kehidupan
(Khandha 5)<sup><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675#3%29"><small>3)</small></a></sup>, landasan indera
(Ayatana 12), unsur (Dhâtu 18), kesunyataan (Sacca 4), kemampuan (Indriya 22),
ketergantungan asal (Paccayâkâra 12), landasan penyadaran (Satipaööhâna 4),
upaya benar (Sammappadhâna 4), sarana keberhasilan (Iddhipâda 4), faktor
pencerahan (Sambhojjhaõga 7), jalan mulia (Ariyamagga 8), pencerapan (Jhâna 4),
keadaan nirbatas (Appamaññâ 4), pokok latihan (Sikkhâpada 5), pengetahuan
analitis (Paöisambhidâ 4), pengetahuan (Nâóa 16). Namun, Ajaran-ajaran itu hanya
diuraikan sebagian (Ekadesa), tidak keseluruhannya (Nippadesa) sebagaimana yang
diuraikan dalam Abhidhamma.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Pada dasarnya, seluruh Ajaran Sang
Buddha Gotama bisa diringkas menjadi tiga latihan, yaitu latihan Kesilaan
(Sîla-sikkhâ), latihan Pemusatan (Samâdhi-sikkhâ), dan latihan Kebijaksanaan
(Paññâ-sikkhâ). Sîla-Sikkhâ pada umumnya termaktub dalam Vinaya Piöaka,
sedangkan Samâdhi-sikkhâ umumnya termaktub dalam Sutta Piöaka. Sementana itu,
Paññâ-sikkhâ umumnya termaktub dalam Abhidhamma Piöaka. Dengan kekuatan Sîla
dalam kesadaran Jalan (Magga-citta), suatu makhluk mampu melenyapkan noda batin
yang kasar, yang terwujud melalui ucapan dan tindakan (Vitikkama-kilesa). Dengan
kekuatan Samâdhi dalam kesadaran Jalan (Magga-citta), suatu makhluk mampu
melenyapkan noda batin yang sedang, yang terwujud melalui pikiran
(Pariyuööhâna-kilesa). Dengan kekuatan Paññâ dalam kesadanan Jalan
(Magga-citta), suatu makhluk mampu melenyapkan noda batin yang halus, yang
tersembunyi di dasar batin (Anusaya-kilesa). Pelenyapan noda batin yang
dimaksudkan di sini ialah pelenyapan secara total/mutlak (Samuccheda-pahâna)
yang berarti sepanjang sisa hidupnya, noda batin itu tidak akan pernah muncul
kembali.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Dari ulasan di atas, jelaslah terlihat
bahwa hanya dengan kekuatan Paññâ –yang Ajarannya umumnya termaktub dalam
Abhidhamma Piöaka– sajalah suatu makhluk benar-benar dapat tersucikan. Agaknya
tidak berlebihan jika dinyatakan bahwa di dalam Abhidhammalah umat manusia dapat
menyaksikan serta membuktikan betapa tinggi takterbandingkan Kebijaksanaan
seorang Sammâsambuddha. Ini secara langsung kiranya juga berarti bahwa
Abhidhammalah yang paling berhasil dalam menahtakan Agama Buddha jauh di atas
segala sistem kefilsafatan dan keagamaan lain mana pun yang pernah muncul di
dunia ini! Dengan begitu, bukanlah sekadar suatu cemoohan apabila dikatakan
bahwa umat Buddha yang mengetahui Vinaya Piöaka dan Sutta Piöaka thoq –tanpa
tahu sedikit pun tentang Abhidhamma Piöaka– sesungguhnya masih berada di ‘dasar’
Ajaran Sang Buddha Gotama, belum sampai di ‘puncak’-nya.</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>3). KILAHAN:</b> Sudah umum dikisahkan
bahwa di akhir hampir setiap Sutta yang dibabarkan sendiri oleh Sang Buddha
Gotama, banyak di antana pendengarnya yang berhasil meraih kesucian
tingkat-tingkat tertentu. Mengacu pada pewejangan Abhidhamma, adakah di antana
pendengarnya yang berhasil meraih kesucian?</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>3). ARGUMENTASI:</b> Ada, dan bahkan pada
kesempatan inilah makhluk hidup dalam jumlah yang paling banyak sepanjang misi
yang diemban oleh Sang Buddha Gotama berhasil meraih kesucian. Di akhir
pewejangan Kitab Dhammasaõgani, para dewa sejumlah 70.000.000 meraih kesucian
tingkat Arahat. Di akhir pewejangan Kitab Vibhaõga, para dewa sejumlah
70.000.000 meraih kesucian tingkat Arahat. Di akhir pewejangan Kitab Dhâtukathâ,
para dewa sejumlah 60.000.000 meraih kesucian tingkat Arahat. Di akhir
pewejangan Kitab Puggala-paññatti, para dewa sejumlah 60.000.000 meraih kesucian
tingkat Arahat. Di akhir pewejangan Kitab Kathâvatthu, para dewa sejumlah
70.000.000 meraih kesucian tmgkat Arahat. Di akhir pewejangan Kitab Yâmaka, para
dewa sejumlah 70.000.000 meraih kesucian tingkat Arahat. Di akhir pewejangan
Kitab Paööhâna, para dewa sejumlah 400.000.000 meraih kesucian tingkat Arahat.
Jadi, semuanya ada dewa sejumlah 800.000.000 (80 Koti) yang berhasil meraih
kesucian tingkat Arahat. Sementara itu, Ibunda Mahâmâyâ meraih kesucian tingkat
Sotapanna.</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>4). KILAHAN:</b> Dalam argumentasi di atas
disebutkan bahwa Ibunda Mahâmâyâ hanya berhasil meraih kesucian tmgkat Sotapanna
(terendah). Sementara itu, dikisahkan dalam Sutta Piöaka bahwa kendatipun Sang
Buddha Gotama membalas jasa kebajikan Ayahanda Suddhodhana dengan membabarkan
Dhamma (bukan Abhidhamma), namun alhasil ia meraih kesucian tingkat Arahat
(tertinggi). Dalam kepenadan (relevancy) antara angumentasi di atas dan
argumentasi sebelumnya, perlu dipertanyakan: “Kalau Abhidhamma dinyatakan lebih
luhur dari Vinaya dan Sutta, mengapa yang menjadi kenyataan justru begitu?
Dengan memperban-dingkan kenyataan itu, tidakkah sebaliknya dapat dinilai bahwa
pembabaran Dhamma jauh lebih sangkil (effective) daripada pewejangan
Abhidhamma?</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>4). ARGUMENTASI:</b> Sesungguhnya,
pembandingan hasil yang diraih oleh pihak pendengar “tidaklah selamanya” bisa
dijadikan tolok ukur untuk menilai kesangkilan antara Dhamma dan Abhidhamma.
Peraihan kesucian pada dasarnya tergantung pada Kesempurnaan (Pâramî) yang telah
dipupuk masing-masing individu pada masa-masa yang lampau.<sup><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675#4%29"><small>4)</small></a></sup></span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Kewajiban Sang Buddha Gotama hanyalah
membalas jasa kebajikan Ibunda Mahâmâyâ dengan yang paling luhur nilainya.
Apakah dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya atau tidak, ini adalah “urusan”
individu masing-masing. Bukanlah wewenang seorang Sammâsambuddha untuk
menyucikan atau meng-arahat-kan seseorang, betapa pun dekat dan erat
hubungannya. Sang Buddha hanyalah menunjukkan Jalan, dan selanjutnya terserah
kepada tiap-tiap makhluk sampai seberapa jauh mampu memapaki Jalan
ini.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Kenyataan semacam itu agaknya juga
telah tertampak dengan jelas dalam Sutta Piöaka. Ânanda Thera, misalnya, walau
tidak tanggung-tanggung dalam melayani Sang Buddha Gotama selama 20 tahun lebih,
dan senantiasa mendengar setiap pembabaran Dhamma langsung dari Beliau sendiri,
toh hanya sampai pada kesucian tingkat Sotapanna.<sup><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675#5%29"><small>5)</small></a></sup> Jika ditanyakan mengapa Ibunda Mahâmâyâ
hanya berhasil meraih kesucian tingkat Sotapanna, sekarang perlu dipertanyakan
balik: Mengapa Ânanda Thera tidak seperti saudara-saudara seperguruannya yang
kendati hanya mendengar sebuah syair saja (bukan satu Sutta) sudah mampu meraih
kesucian tingkat Arahat? Jawabannya mirip penjelasan di atas bukan?</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>5). KILAHAN:</b> Argumentasi di depan
mengisahkan bahwa Abhidhamma diwejangkan oleh Sang Buddha Gotama kepada para
dewa. Ini secara langsung ataupun taklangsung menyiratkan satu pesan bahwa
Abhidhamma sesungguhnya hanya diperuntukkan bagi para dewa, bukan umat manusia.
Jadi, sekarang apa perlunya bagi umat manusia untuk ikut campur melestarikan,
apalagi mempelajari serta mempraktekkannya?</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>5). ARGUMENTASI:</b> Sebetulnya, ada
beberapa alasan yang membuat Sang Buddha Gotama memutuskan untuk mewejangkan
Abbidhamma di Adam Surga Tâvatiæsa. Selain untuk dapat membalas jasa kebajikan
Ibunda Mahâmâyâ dengan yang paling luhur nilainya, alasan lainnya ialah bahwa
sudah menjadi kebiasaan bagi setiap Sammâsambuddha untuk mewejangkan Abbidhamma
dengan mendalam dan teninci (Vitthâranaya) hingga selesai dalam satu kali
pewejangan saja. Ini berarti bahwa mulai dari Kitab Dhammasaõgani hingga Kitab
Paööhâna diwejangkan dengan nonstop, tanpa berhenti sejenak pun.<sup><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675#6%29"><small>6)</small></a></sup> Sudah diprakirakan dengan matang oleh
Beliau bahwa pewejangan ini niscaya akan membutuhkan waktu yang tidak kurang
dari tiga bulan. Dalam waktu selama ini, tidak ada satu manusia pun yang mampu
bertahan duduk terus untuk mendengarkan pewejangan tersebut. Hanya para dewalah
yang mampu berdiam dalam satu sikap (Iriyapatha) seperti itu karena waktu di
Alam Sunga tidaklah bertepatan dengan waktu di Alam Manusia. Untuk Alam Surga
Tâvatiæsa, satu hari di sana ber-banding dengan 100 tahun waktu di Adam
Manusia.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Kendatipun pada awalnya diwejangkan
untuk para dewa, ini kemudian tidaklah berarti bahwa Abhidhamma sama sekali
tidak diperuntukkan bagi umat manusia. Pada dasarnya, Sang Buddha Gotama tidak
pernah mendiskriminasikan ajanan-Nya dengan mengatakan bahwa yang ini untuk umat
manusia saja, sedangkan yang itu untuk para dewa saja. Maõgala Sutta, salah satu
misal, walaupun sebenarnya merupakan jawaban atas pertanyaan para dewa, toh
kemudian menjadi suatu Ajaran yang dapat dilaksanakan oleh umat manusia dalam
kehidupan sehari-hari. Lebih daripada itu, dalam Atthasâlini terulaskan bahwa
Sang Buddha Gotama berkenan untuk mengulang kembali pewejangan Abhidhamma kepada
Sâriputta Thera yang setiap han datang ke pinggir Danau Anotatta untuk menjenguk
serta melayani-Nya. Pada kesempatan itu, Beliau pun sempat berpesan kepada
Sâriputta Thera untuk meneruskannya kepada masyarakat umum demi kesejahteraan
dan kebahagiaan mereka. Perlu dicamkan bahwa pengulangan kembali yang
disampaikan ini tidaklah sama dengan yang diwejangkan di Alam Surga Tâvatiæsa,
yang mendalam dan terinci (Vitthâranaya). Pengulangan kembali ini hanya
ringkasannya (Saõkhepanaya). Namun, selanjut-nya Sâriputta Thera mampu
mengajarkan Abhidhamma kepada 500 bhikkhu muridnya (Saddhivihârika)<sup><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675#7%29"><small>7)</small></a></sup> dengan metode “setengah ringkas setengah
terinci” (Nâtivitthâra-nâtisaõkhepanaya). Dan 500 bhikkhu murid Sâriputta Thera
ini, Abhidhamma tersebar luas dan menjadi topik yang menarik di antana para
bhikkhu lainnya, termasuk Ânanda Thera.</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>6). KILAHAN:</b> Sudah umum diketahui bahwa
Ânanda Thera adalah satu-satunya siswa Sang Buddha Gotama yang memperoleh Hak
Istimewa untuk mendengarkan kembali setiap pembabaran Dhamma yang tidak
dihadirinya. Berkaitan dengan pewejangan Abhidhamma, bukankah merupakan suatu
“kejanggalan” yang men-colok apabila Sang Buddha Gotama mengulang kembali kepada
Sâriputta Thera alih-alih Ânanda Thera?</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>6). ARGUMENTASI:</b> Agaknya kurang begitu
arif jika seseorang mengkaji suatu hal hanya secara sepintas. Pengkajian secara
saksama akan memperlihatkan bahwa Hak Istimewa itu baru diperoleh tatkala Ânanda
Thera resmi ditunjuk sebagai Pelayan Tetap Sang Buddha Gotama (Buddha
Upatthâka), kira-kira tiga belas tahun setelah pewejangan Abhidhamma di Alam
Surga Tâvatiæsa. Pada waktu itu, sebagaimana yang telah dikemukakan di depan,
Ânanda Thera sudah menghafal Abhidhamma dan 500 bhikkhu murid Sâriputta Thera –
atau mungkin juga dari Sâriputta Thera sendiri. Karena Ânanda Thera sudah
menghafalnya sejak semula, agaknya tidak perlu lagi (kalau tak boleh dikatakan
“mubazir”) bagi Sang Buddha Gotama untuk mengulangi kembali pewejangan
Abhidhamma di Alam Surga Tâvatiæsa –yang sudah berlalu 13 tahun– kepadanya. Ini
bukan berarti bahwa Sang Buddha Gotama tidak menetapi kesanggupan-Nya atas Hak
Istimewa tersebut. Hak Istimewa tersebut baru berlaku terhadap pembabaran Dhamma
yang tak dihadirinya semenjak menjadi Pelayan Tetap Sang Buddha
Gotama.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Sebelum penunjukkan Pelayan Tetap ini,
Sang Buddha Gotama memperoleh perlayanan secara silih bergantian dari para
siswa-Nya. Khusus pada saat pewejangan Abhidhamma, yang bertugas ialah Sâriputta
Thera. Karena itu, sesungguhnya merupakan suatu hal yang sangat wajar (sama
sekali tidak janggal) apabila Sang Buddha Gotama mengulang-kembali kepadanya.
Lagipula, Sâriputta Thera adalah Siswa Utama (Aggasâvaka), yang paling unggul
dalam segi Kebijaksanaan (Paññâ) serta sangat mahir dalam Pengetahuan Analitis
(Paöisambhidâ) – suatu faktor yang amat penting bagi pemahaman Abhidhamma.
Buddhaghosa Thera mengulaskan bahwa pengulangan-kembali pewejangan Abhidhamma
secara ringkas (Saõkhepanaya) kepada Sâriputta Thera dapatlah diibaratkan
seperti penunjukkan samudra mahaluas kepada seseorang yang telah berada di
pinggir pantai. Dengan begitu, Sâriputta Thera selanjutnya mampu mengajarkan
Abhidhamma yang dipahaminya dengan jelas itu kepada 500 bhikkhu muridnya dengan
“setengah-nngkas setengab-terinci” (Nâtivitthâra-nâtisaõkhepanaya). Inilah
barangkali yang merupakan alasan bagi Sang Buddha Gotama untuk mengulang-kembali
pewejangan Abhidhamma kepada Sâriputta Thera.</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>7). KILAHAN:</b> Dinyatakan di depan bahwa
dari 500 bhikkhu murid Sâriputta Thera, Abhidhamma selanjutnya menyebar-luas dan
menjadi topik pembahasan yang menarik bagi para bhikkhu lainnya. Ini berarti
bahwa Abhidhamma sudah ada sejak masa kehidupan Sang Buddha Gotama. Adakah
bagian-bagian dari Sutta Piöaka dan Vinaya Piöaka yang menjaminnya sebagai suatu
kenyataan yang sesungguhnya?</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>7). ARGUMENTASI:</b> Terlalu banyak bukti
dalam Sutta Piöaka dan Vinaya Piöaka yang dapat diacu untuk memperlihatkan bahwa
Abhidhamma memang benar-benar sudah ada sejak masa kehidupan Sang Buddha Gotama
– sehingga takmungkin dapat dihadirkan di sini semuanya. Hanya sebagian yang
akan dikutipkan sebagai berikut:</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Dalam Vinaya Piöaka, Mahâvibhaõga,
Dabbamalaputta Thera-vatthu tertulis:</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">...YE TE BHIKKHÛ ABHIDHAMMIKÂ TESAM
EKAJJHAM SENÂSANAM PAÑÑÂPETI TE AÑÑAMAÑÑAM ABHIDHAMMAM
SÂKACCHISANTÎTI...</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">...Para bhikkhu yang ahli Abhidhamma
tergabungkan dalam satu kelompok (Dabbamallaputa Thera)<sup><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675#8%29"><small>8)</small></a></sup> mengatur tempat duduk untuk mereka dengan
berpikir supaya mereka ini dapat saling mengadakan perbincangan
tentangAbhidhamma...<sup><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675#9%29"><small>9)</small></a></sup></span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Dalam Vinaya Piöaka, Bhikkhuói Vibhaõga
termaktublah satu peraturan kedisiplinan:</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">…PAÑHAM PUCCHEYYÂTI SUTTANTE OKÂSAM
KÂRÂPETVÂ VINAYAM VÂ ABHIDHAMMAM VÂ PUCCHATI ÂPATTI PÂCITTIYASSA, VINAYE OKÂSAM
KÂRÂPETVA SUTTANTAM VÂ ABHIDHAMMAM VÂ PUCCHATI ÂPATTI PÂCITTIYASSA, ABHIDHAMME
OKÂSAM KÂRÂPETVA SUTTANTAM VÂ VINAYAM VÂ PUCCHATI ÂPATTI
PÂCITTIYASSA...</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Seorang bhikkhuói yang mengajukan suatu
pertanyaan kepada bhikkhu haruslah sesuai dengan kesempatan yang dimohonkan.
Apabila memohon kesempatan untuk mengajukan pertanyaan tentang Sutta tetapi
kemudian berbalik mempertanyakan Vinaya atau Abhidhamma; bhikkhuói tersebut
melanggar Pâcittiya.<sup><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675#10%29"><small>10)</small></a></sup> Apabila
memohon kesempatan untuk mengajukan pertanyaan tentang Vinaya tetapi kemudian
berbalik mempertanyakan Sutta atau Abhidhamma; bhikkhuói tersebut melanggar
Pâcittiya. Apabila memohon kesempatan untuk mengajukan pertanyaan tentang
Abhidhamma tetapi kemudian berbalik mempertanyakan Sutta atau Vinaya; bhikkhuói
tersebut melangar Pâcittiya...</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Sementana itu, dalam Sutta Piöaka,
Aõguttara Nikâya terkisahkanlah:</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">…TENA KHO PANA SAMAYENA SAMBAHULA THERÂ
BHIKKHÛ PACCHÂBHATTAM PIÕÖAPÂTAPAÉIKKANTA MAÕÖALAMÂLE SANNISINNA SANNIPATITA
ABHIDHAMMAM KATHENTI...</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">...Pada masa itu, para bhikkhu Thera
(Sesepuh), setelah kembali dari berpióòapâta dan bersantap, berkumpul bersama
untuk membahas Abhidhamma.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Dalam Sutta Piöaka, Khuddaka Nikâya,
Theri-apadâna dapatlah dijumpai suatu pernyataan pribadi (Bbikkhuói) Khema Their
– yang merupakan Siswi Utama (Aggasâvikâ) – dalam bentuk syair:</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">KUSALÂHAM VISUDDHÎSU
KATHÂVATTHUVISÂRADÂ</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">ABHIDHAMMANAYAÑÛÑCA VASI PATTÂMHI
SÂSANE</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Dalam Agama (Sâsana/Ajaran) ini, Saya
(Khema Theri) ahli dalam Tujuh Kesucian Mutlak (Visuddhi) dan juga mahir dalam
Kitab Kathâvatthu serta memahami hakikat Abhidhamma dengan jelas.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Dalam Sutta Piöaka, Majjhima Nikâya,
Mûlapaóóâsaka terdapat suatu persanjungan yang disampaikan oleh Moggallana Thera
(Aggasâvaka) bahwa Hutan Gosiõgasâla niscaya akan indah semarak apabila dua
orang bhikkhu saling berbincang-bincang tentang Abhidhamma. Persanjungan ini
disepakati oleh Sang Buddha Gotama. Sambil menyampaikan rasa simpati, Beliau
memuji Moggallana Thera sebagai seorang Pembabar Dhamma yang sejati
(Dhammakathika).</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Kutipan-kutipan dalam Vinaya Piöaka dan
Sutta Piöaka itu kiranya sudah terlalu cukup untuk membuktikan bahwa Abhidhamma
memang sudah ada sejak masa kehidupan Sang Buddha Gotama.</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>8). KILAHAN:</b> Dalam beberapa Sutta
memang dapat dijumpai istilah “Abhidhamma” yang bersandingkan istilah
“Abhivinaya”. Salah satu contohnya ialah dalam Kitti Sutta, Uparipaóóâsaka,
Majjhima Nikâya. Namun, istilah “Abhidhamma” di sini tidaklah merujuk pada
Abhidhamma Piöaka. Pengulas (Atthakathâcâriya) menjelaskan bahwa yang
dimaksudkan ialah 37 Dhamma Penunjang Pencerahan (Bodhipakkhiyadhamma) yang
terdini atas: Landasan Penyadaran (Satipaööhâna 4), Upaya Benar (Sammappadhâóa
4), Sarana Keber-hasilan (Iddhipâda 4), Kemampuan (Indriya 5), Kekuatan (Bala
5), Faktor Pencerahan (Bhojjhaõga 7), Jalan Mulia (Ariya Magga 8). Dengan
begitu, istilah “Abhidhamma” dalam Sutta tidak lain adalah Ajaran-ajaran yang
terdapat dalam Sutta Piöaka itu sendiri – tidak bersangkut-paut dengan
Abhidhamma Piöaka sama sekali!</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>8). ARGUMENTASI:</b> Tak perlu disangkal
bahwa istilah “Abhidhamma” yang terdapat dalam Kitti Sutta dijelaskan oleh
Pengulas-nya scbagai Bodhipakkhiyadhamma. Namun, haruslah disadari lebih lanjut
bahwa penjelasan itu diberikan dengan berdasarkan pada ancangan pelaksanaan
(practical approach). Seluruh Ajaran yang terdapat dalam Abhidhamma Piöaka pun,
jika ditinjau dengan berdasarkan pada ancangan pelaksanaan, tidak akan terlepas
dari Bodhipakkhiyadhamma. Bahkan, justru dalam Abhidhamma Piöaka inilah,
Bodhipakkhiyadhamma dikupas dengan sangat luas dan mendalam – melebihi kupasan
yang terdapat dalam Sutta Piöaka.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Akan tetapi, perlu diketahui
selanjutnya bahwa dalam menjelaskan suatu istilah, para Pengulas tidaklah selalu
berdasarkan pada ancangan pelaksanaan. Pada beberapa bagian, beliau menggunakan
ancangan yang berbeda. Dalam Manoratthaparaóî dan Papañcasûdanî bagian kedua,
misalnya, beliau mengakui kesahihan dan keabsahan Abhidhamma Piöaka. Jadi, satu
bagian Kitab Ulasan saja belumlah cukup untuk dijadikan alasan dalam menolak
Abhidhamma Piöaka sebagai Sabda Murni Sang Budha Gotama.</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>9). KILAHAN:</b> Dalam Mahâparinibbâna
Sutta, Dîgha Nikâya, Sutta Piöaka dapatlah ditemui satu pesan Sang Budha Gotama
bahwa apabila ada orang yang memperdebatkan suatu ajaran apakah termasuk Sabda
Murni Beliau atau tidak, hendaknya ajaran itu dicocokkan dengan Sutta dan Vinaya
(Mahâpadesa 4). Dalam Sutta Piöaka, Jhâna (Pencerapan) dibagi menjadi delapan.
Tetapi, dalam Abhidhamma Piöaka, Jhâna dipilah menjadi lima. Karena tidak cocok
dengan Sutta Piöaka, tentunya dapat diputuskan bahwa Abhidhamma bukanlah Sabda
Murni Sang Buddha Gotama!</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>9). ARGUMENTASI:</b> Apabila ditilik hanya
dari jumlab angkanya, memang seolah-olah pembagian Jhâna menurut Sutta tidaklah
sama dengan pemilahan Jhâna menurut Abhidhamma. Akan tetapi, jika ditelaah
dengan seksama akan terbuktilah bahwa keduanya tidak mengandung perbedaan
prinsipial. Dalam Sutta Piöaka ada delapan Jhâna karena dihitung berdasarkan
faktor Jhâna, yaitu empat rangkaian<sup><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675#11%29"><small>11)</small></a></sup> faktor Jhâna dalam Pencerapan Berbentuk
(Rûpa-Jhâna), dan berdasarkan pada objek yang nirbentuk dalam Arûpa Jhâna –yang
terdiri atas: Âkâsânañcâyatana (angkasa yang nirbatas), Viññaóañcâyatana
(kesadaran yang nirhingga), Akiñcaññâyatana (kehampaan yang melompong), dan
Nevasaññâ nâsaññâyatana (bukan ingatan tetapi bukan pula tanpa ingatan).
Sementara itu, dalam Abhidhamma Piöaka ada lima Jhâna karena seluruhnya dihitung
berdasarkan pada faktor Jhâna, yaitu lima rangkaian faktor Jhâna dalam Rûpa
Jhâna beserta satu rangkaian faktor Jhâna dalam Arûpa Jhâna. Jelasnya, empat
objek nirbentuk itu terangkum menjadi satu. Alasannya ialah bahwa empat objek
nirbentuk itu sesungguhnya mempunyai faktor Jhâna yang persis, yaitu Upekkhâ
(keseimbangan), dan Ekaggatâ (panunggalan). Jadi, hanya ada nuansa dalam cara
menghitungnya, tetapi dalam kenyataannya sesungguhnya sama saja. Dari sini
dapatlah dinyatakan bahwa apabila seseorang sungguh-sungguh memahami Abhidhamma
dan Sutta secara benar dan mendalam, ia niscaya menatap suatu kenyataan bahwa
tidak di bagian mana pun ada Ajaran dalam Abhidhamma Piöaka yang bertentangan
dengan ajaran dalam Sutta Piöaka. Sebabnya tidak lain ialah bahwa kedua-duanya
memang merupakan Sabda Murni Sang Buddha Gotama.</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>10). KILAHAN:</b> Sang Buddha Gotama adalah
pendiri agama yang telah membabarkan Ajanan-Nya dengan sempurna. Seluruh
Ajaran-Nya ini mempunyai kaitan satu dengan lainnya. Sudah terbuktikan bahwa ada
kaitan antara Ajaran yang termaktub dalam Vinaya Piöaka dengan Ajaran yang
terkandung dalam Sutta Piöaka. Kalau Abhidhamma diakui sebagai Sabda Munni Sang
Buddha Gotama, tentunya harus ada kaitan antara Abhidhamma dengan Pencerahan
Agung (Sammâsambodhi-Ñâóa) yang berhasil Beliau raih di bawah pohon Bodhi pada
saat purnama sempurna di bulan Waisak sebagaimana yang diterangkan dalam Sutta
Piöaka. Coba jelaskan hubungan tersebut!</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>10). ARGUMENTASI:</b> Untuk memberikan
penjelasan tentang hal itu, perlu kiranya dimengerti terlebih dahulu apakah
sesungguhnya makna Pencerahan Agung. Menunut pengertian Abhidhamma, Pencerahan
Agung adalah penembusan Dhamma yang seharusnya dipahami (Ñeyyadhamma).
Ñeyyadhamma ini secara teoretis terjabarkan menjadi lima bagian,
yakni:</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">1. Saõkhâra: kesadaran (Citta 89 atau
121), corak batiniah (Cetasika 52) dan rupa sejati (Nipphana-rûpa 18)</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">2. Vikâra: rupa yang berubah
(Vikâra-rûpa 5)</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">3. Lakkhaóa: rupa yang bersifat
(Lakkhaóa-rûpa 4)</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">4. Nibbâna: Pembebasan Sejati (dari
Lima Kelompok Kehidupan)</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">5. Paññatti ketetapan suara
(Sadda-paññatti) dan ketetapan makna (Attha-paññatti)</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Secara sekilas, lima Ñeyyadhamma di
atas tidak ada sangkut-pautnya dengan Empat Kebenaran Mulia (Ariya Sacca 4)
sebagaimana yang terdapat dalam Sutta Piöaka. Akan tetapi, jika ditelaah dengan
saksama, tertampaklah bahwa Kebenaran Mulia Pertama tentang Penderitaan
(Dukkha-sacca) yang dipahami (pariññeyya) oleh Sang Buddha Gotama tidak lain
ialah kesadaran duniawi (Lokiya-citta 81) –yang terdiri atas: kesadaran buruk
(Akusala-citta 12), kesadaran nirsebab (Ahetuka-citta 18), kesadaran baik yang
berkelana dalam alam indera (Kâmâvacarasobhaóa-citta 24), kesadaran meluhur
(Mahâggata-citta 27)–, corak batiniah (cetasika 51) –semuanya kecuali corak
batin kelobaan (Lobha-cetasika)–, dan rupa (Rûpa 28). Kebenaran Mulia kedua
tentang Sebab Penderitaan (Dukkha-samudaya) yang dilenyapkan (pâhatabba) oleh
Sang Buddha Gotama tidak lain ialah corak batiniah kelobaan (Lobha-cetasika).
Kesunyataan Mulia Ketiga tentang Lenyapnya Penderitaan (Dukkhanirodha) yang
diraih (sacchikatabba) oleh Sang Buddha Gotama tidak lain ialah Pembebasan
Sejati (Nibbâna). Kesunyataan Mulia tentang Jalan Menuju Lenyapnya Penderitaan
(Dukkhanirodhagâminipatipadâ) yang telah dikembangkan (bhâvetabba) oleh Sang
Buddha Gotama tidak lain ialah corak batiniah faktor jalan (Maggaõga-cetasika 8)
– yang terdiri atas: corak batiniah Kebijaksanaan (Paññâ cetasika), corak
batiniah Pengarahan (Vitaka-cetasika), corak batiniah Ucapan Benar
(Sammâvâcâ-cetasika), corak batiniah Tindakan Benar (Sammâkammanta-cetasika),
corak batiniah Matapencahanian Benar (Sammââjîva-cetasika), corak batin Upaya
Benar (Viriya-cetasika), corak batiniah Penyadaran (Sati-cetasika), dan corak
batiniah Panunggalan (Ekaggatâ-cetasika) – yang berpadu dengan kesadaran Jalan
(Magga-citta 4). Dengan demikian, jelas terbuktilah betapa erat hubungan antara
Abhidhamma dengan Pencerahan Agung yang diraih oleh Sang Buddha
Gotama.</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>11). KILAHAN:</b> Sudah merupakan kenyataan
yang tertampak dengan jelas bahwa ajaran-ajaran yang termaktub dalam Vinaya
Piöaka serta yang terkandung dalam Sutta Piöaka dapat dipraktekkan oleh setiap
umat Buddha dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana pula halnya dengan ajaran
yang terdapat dalam Abhidhamma Piöaka?</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>11). ARGUMENTASI:</b> Agaknya, banyak orang
yang memandang Abhidhamma dengan menggunakan kacamata yang kurang tepat. Dalam
pandangan mereka, Abhidhamma dianggap sebagai suatu teori atau rumusan kaku
tentang pokok-pokok Dhamma atau semacam filsafat yang kering. Sesungguhnya,
apabila seseorang memandang Abhidhamma dengan tepat, akan tertampaklah bahwa
semua ajarannya dapat dimanfaat sebagai “petunjuk-praktis” dalam menempuh
kehidupan sehari-hari, khususnya dalam hal pelaksanaan pengembangan Pandangan
Terang (Vipassanâ-bhâvanâ). Abhidhamma Piöaka berisikan suatu ajaran tentang
Hakikat Mutlak (Paramattha-dhamma). Intisari Paramattha-dhamma ini tidak lain
ialah kesadaran (Citta 89/121), corak batiniah (Cetasika 52), rupa (Rûpa 28),
dan Pembebasan Sejati (Nibbâna). Seluruh objek meditasi Vipassanâ – yaitu badan
jasmaniah (kâya), perasaan (Vedanâ,), kesadaran (Citta), dan fenomena batiniah
(dhamma) – sebagaimana yang dibabarkan dalam Mahâsatipaööhâna Sutta, tidaklah
terlepas dari intisari Empat Hakikat Mutlak tersebut.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Dalam babakan-babakan di
Mahâsatipaööhâna Sutta, terlihatlah betapa erat-takterpisahkan kaitan di
antaranya. Dalam babakan kelompok kehidupan (Khandha-pabba), misalnya, yang
dimaksud dengan kelompok rûpa (Rûpa-khandha) ialah rûpa 28; kelompok perasaan
(Vedanâ-khandha) ialah corak batiniah perasaan (Vedanâ-cetasika); kelompok
ingatan (Saññâ-khandha) ialah corak batiniah ingatan (Saññâ-cetasika); kelompok
corak-corak batiniah (Saõkhâra-khandha) ialah corak batiniah (Cetasika 50); dan
kelompok kesadaran (Viññâóa-khandha) ialah kesadaran (Citta 89/121); sedangkan
Pembebasan Sejati (Nibbâna) ialah sesuatu yang terlepas dari lima kelompok
kehidupan (Khanda-vimutti). Dalam babakan landasan indera (Âyatana-pabba), Citta
89/121 termasuk landasan indera kesadaran (Manâyatana); Cetasika 52, dan Nibbâna
termasuk landasan indera Dhamma (Dhammâyatana); sedangkan Rûpa 28 termasuk
landasan indera (Âyatana 11). Dalam babakan unsur (Dhâtu-pabba), Citta 89/121
termasuk unsur kesadaran (Viññâóa dhâtu 7), Cetasika 52, dan Nibbâna termasuk
unsur Dhamma (Dhamma dhâtu); sedangkan Rûpa 28 termasuk unsur (Dhâtu 11). Dari
sini terlihatlah dengan jelas bahwa pengertian tentang Abhidhamma adalah
prasyarat utama bagi pelaksanaan meditasi Vipassanâ. Tanpa pengertian tentang
Abhidhamma, banyak orang yang salah mempraktekkan meditasi Vipassanâ. Apalagi
jika ajaran tentang pelaksanaan meditasi Vipassanâ yang terdapat dalam
Sutta-sutta hanya dibaca “secara dangkal” dan “secara harfiah” belaka. Salah
satu misal, penyadaran terhadap gerak-gerik badan jasmaniah – dalam artian kalau
sedang berjalan, menyadari bahwa “Aku sedang berjalan”; kalau sedang berdiri,
menyadari bahwa “Aku sedang berdiri”; kalau sedang duduk, menyadari bahwa “Aku
sedang duduk”; kalau sedang berbaring, menyadari bahwa “Aku sedang berbaring”
dan sebagainya – sudah ditafsirkan oleh mereka sebagai pelaksanaan meditasi
Vipassanâ, yaitu penyadaran terhadap badan jasmaniah (Kâyânupassanâ
Satipaööhâna). Di sini, mereka agaknya telah mengabaikkan satu hal yang penting
bahwa objek meditasi Vipassanâ –entah penyadaran jeli terhadap badan jasmaniah
(Kâyânupassanâ), terhadap perasaan (Vedanânupassanâ), terhadap kesadaran
(Cittânupassanâ) maupun terhadap fenomena batiniah (Dhammânupassanâ)– haruslah
berupa Hakikat Mutlak (Paramattha). Ketetapan umum (Paññatti) tidak bisa
dijadikan objek meditasi Vipassanâ. Berdasarkan ketetapan umum, memang diakui
adanya suatu “makhluk’ “orang”, “diri; “aku”. Karena itu, mungkin ada “Aku yang
sedang berjalan, berdiri, duduk, berbaring dan sebagainya” Akan tetapi, jika
ditinjau berdasarkan Hakikat Mutlak, sesungguhnya tidak ada sesuatu yang disebut
“makhluk”, “orang”, “diri”, “aku”. Karena itu, tidak ada pula “Aku yang sedang
berjalan, berdiri, duduk, berbaring dan sebagainya”. Berdasarkan Paramattha,
yang ada hanyalah rûpa (Rûpa 18). Dalam Rûpa 18 ini tidak terdapat “suatu rûpa”
yang berjalan, berdiri, duduk, berbaring. Yang bisa melakukan aktivitas semacani
ini hanyalah anggota-anggota badan jasmaniah yang dimengerti berdasarkan
Ketetapan Umum, bukan Rûpa 18. Seseorang yang masih terpacak pada ketetapan umum
(Paññatti) – yang masih memiliki pandangan tentang “makhluk”, “orang”, “diri’;
“aku” (Sakkaya-diööhi) – tidaklah mungkin dapat menembus Kebenaran Mutlak. Jadi,
dapatlah disimpulkan bahwa sebelum mulai melaksanakan meditasi Vipassanâ –puncak
seluruh pelaksanaan dalam Agama Buddha–, haruslah dimiliki pengertian dasar
tentang apa dan mana yang termasuk Paññatti, serta apa dan mana yang termasuk
Paramattha, serta dapat membedakan di antara keduanya. Pengertian ini pada
dasarnya hanya bisa diperoleh dengan mempelajari ajaran yang terdapat dalam
Abhidhamma Piöaka.<sup><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675#12%29"><small>12)</small></a></sup></span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>12). KILAHAN:</b> Dalam Argumentasi di
depan dinyatakan bahwa pengertian tentang Abhidhamma merupakan prasyanat utama
bagi pelaksanaan pengembangan Pandangan Terang (Vipassanâ-bhâvanâ) hingga
berhasil meraih kesucian dan Pembebasan Sejati. Apakah pernyataan semacam mi
tidak bertentangan langsung dengan riwayat hidup beberapa Siswa Mulia pada masa
kehidupan Sang Buddha Gotama? Bukanlah Cûlapanthaka – yang bahkan tidak sanggup
menghafal satu bait syair pun selama empat bulan – meraih kesucian tingkat
Arahat hanya dengan merenungkan sifat ketaklanggengan dan sehelai saputangan
bersih yang digenggamnya di bawah terik matahari? Bukankah Upatissa –yang
kemudian terkenal sebagai Sâriputta Thera– merealisasi Pembebasan Sejati
(Nibbâna) hanya dengan mendengar separoh bait syair yang berkenaan dengan Sebab
dan Akibat? Bukankah Patâcârâ yang berduka-cita karena kehilangan keluarga yang
dikasihinya –menembus kebenaran hanya dengan mengamati lenyapnya air yang
membasuh kakinya?</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>12).ARGUMENTASI:</b> Agaknya merupakan satu
kecenderungan banyak orang untuk mengamati suatu kejadian hanya secara sangat
sepintas. Dengan bersikap demikian, mereka tentunya tidak mungkin dapat memahami
hal tersebut dengan benar dan sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Para
Siswa Mulia sebagaimana yang disebut-sebut di atas itu sebenannya adalah
makhluk-makhluk yang tergolong sebagai Ugghatitaññû yang mempunyai kemampuan
untuk meraih kesucian dan pembebasan Sejati dalam waktu yang relatif sangat
singkat –setelah mendengar sabda-ringkas seorang Sammasambuddha. Makhluk-makhluk
yang tergolong sebagai Ugghatitaññû ini dapat diibaratkan sebagai bunga teratai
yang telah berada di atas permukaan air sehingga begitu terkena sinar matahari
langsung mekar pada hari itu juga. Berkat timbunan Pâramî (Kesempurnaan) yang
telah dikumpulkan dalam kehidupan yang lampau, dalam mempelajari serta
menerapkan ajaran yang terangkum dalam tiga bagian: Vinaya, Sutta maupun
Abhidhamma, mereka pada dasarnya mempunyai kebijaksanaan yang tinggi. Dengan
modal inilah mereka dapat meraih kesucian dan Pembebasan Sejati walaupun –pada
saat-saat peraihan– tidak mendengar ajaran Abhidhamma pun. Berkenaan dengan
Cûlapanthaka, memanglah benar bahwa dalam kehidupan tersebut bolehlah dinilai
sebagai orang yang “dungu” –dalam artian tidak sanggup menghafal satu bait syair
pun selama empat bulan. Akan tetapi, perlulah disadari bahwa pada zaman Buddha
Kassapa, beliau sebenarnya telah mempunyai kebijaksanaan yang tinggi serta
sangat mahir dalam Tipiöaka: Vinaya Piöaka, Sutta Piöaka, maupun Abhidhamma
Piöaka. “Kedunguan” itu adalah akibat perbuatan jahat (akusala-vipâka) yang
harus ditanggungnya karena dalam kehidupan ini beliau pernah mencemooh serta
menertawakan bhikkhu temannya yang sangat lamban dalam pelajaran. Beracukan
kenyataan ini, sangatlah tidak berdasar dan gegabah apabila seseorang berujar
bahwa Abhidhamma “tidaklah mutlak” perlu bagi perailian kesucian dan Pembebasan
Sejati, apalagi jika dirinya bukan tergolong sebagai Ugghatitaññû.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Pada dewasa ini, makhluk-makhluk yang
tergolong sebagai Ugghatitaññûagaknya boleh diprakirakan sudah tidak muncul
lagi. Mereka kebanyakannya terlahirkan pada masa kehidupan seorang
Sammâsambuddha. Demikian pula dengan makhluk-makhluk yang tergolong sebagai
Vipaccitaññû yang mempunyai kemampuan untuk meraih kesucian dan Pembebasan
Sejati setelah mendengarkan sabda seorang Sammâsambuddha yang diuraikan serta
dijabarkan secara terinci –ibarat bunga teratai yang mengambang di permukaan air
yang akan mekar pada keesokan harinya–, kitanya sudah sangat muskil untuk dapat
ditemui pada masa sekarang ini. Pada dewasa ini, hanya makhluk-makhluk yang
tergolong sebagai Neyya dan Padaparama saja yang mungkin masih ada. Neyya adalah
mereka yang mempunyai kemampuan untuk meraih kesucian dan Pembebasan Sejati
setelah mendengarkan sabda seorang Sammâsambuddha yang diuraikan serta
dijabarkan secara sangat terinci, dan memiliki ketekunan serta keuletan yang
luar biasa dalam menerapkannya. Neyya ini diibaratkan seperti bunga teratai yang
masih berada di dalam air, yang mungkin akan mekar pada hari lusa. Sementana
itu, Padaparama–ibarat bunga teratai yang masih berada di dasar air, yang tak
sempat mekar karena dimakan kura-kura dan ikan– adalah mereka yang kendatipun
telah mendengar sabda yang panjang lebar dan telah berusaha “mati-matian”, tidak
mungkin dapat meraih kesucian dan Pembebasan Sejati dalam kehidupan yang
sekarang ini. Bagi dua golongan makhluk ini, khususnya Padaparama, jelas perlu
banyak mempelajari serta menerapkan seluruh ajaran Sang Buddha, baik yang
terangkum dalam Vinaya Piöaka, Sutta Piöaka, maupun Abhidhamma Piöaka. Hanya
dengan menghafal “satu bait syair”, atau hanya dengan merapal jampi “Namo...,
Namo..., Namo” dan “Buddho, Buddho, Buddho”, atau hanya dengan duduk “mematung”,
atau hanya dengan menghitung “keluar-masuknya napas”, atau hanya dengan berjalan
“mondar-mandir”; janganlah berkhayal dapat berhasil meraih kesucian dan
Pembebasan Sejati. Sangatlah memalukan dan bahkan boleh dianggap “takabur” serta
“tak tahu diri” apabila dewasa ini ada sementana orang yang ingin
“menyebandingkan diri” dengan para Siswa Mulia seperti Cûlapanthaka, Sâriputta,
dan lain-lain dengan berharap untuk berhasil meraih kesucian dan Pembebasan
Sejati tanpa mengacuhkan Abhidhamma pada kehidupan sekanang.</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>13). KILAHAN:</b> Dalam Mahâparinibbâna
Sutta, Sang Buddha Gotama meninggalkan pesan terakhir kepada Ânanda Thera bahwa
Dhamma dan Vinaya yang telah sempurna dibabarkan-Nya itulah yang kelak menjadi
Guru seluruh umat Buddha apabila Beliau sudah tiada lagi (YO VO ÂNANDA, DHAMMO
CA VINAYO CA DESITO PAÑÑATTO SO VO MAMACCAYENA SATTHÂ). Terlihat dengan jelas
bahwa dalam kutipan di atas hanya disebut “Dhamma” dan “Vinaya”, sama sekali
tidak ada ungkapan “Abhidhamma”. Bagaimana mungkin Abhidhamma sekarang diakui
sebagai Sabda Murni Sang Buddha Gotama?</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>13). ARGUMENTASI:</b> Memanglah benar bahwa
di dalam kutipan di atas tidak terdapat ungkapan-langsung “Abhidhamma”. Namun,
perlu juga disadari bahwa ungkapan “Sutta” pun tidak termaktub di sana. Yang ada
hanyalah ungkapan “Dhamma” dan “Vinaya”. Karena itu, kilahan yang
mengeksploitasikan kutipan ter-sebut sangatlah menggelikan. Betapa tidak!
Mengeluarkan Abhidhamma dari ungkapan “Dhamma” secara langsung maupun tak
langsung berarti juga mencampakkan “Sutta” itu sendiri. Sebaliknya, kalau
“Sutta” bisa dianggap sebagai Dhamma, mengapa “Abhidhamma” yang secara
kebahasaan dan kemaknaan jelas mengandung kata dasar “Dhamma” (dengan tambahan
kata sifat “Abhi”) justru tidak boleh dianggap pula sebagai Dhamma?
Sesungguhnya, ungkapan “Dhamma” itu juga mencakup Abhidhamma karena pada
dasarnya Abhidhamma tidak lain adalah Dhamma itu sendiri – tetapi yang lebih
luhur, lebih tinggi, lebih unggul, lebih istimewa, lebih khusus, lebih
mendalani, lebih terinci. Ini bukan hanya sekadar penjelasan yang diberikan oleh
para Pengulas<sup><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675#13%29"><small>13)</small></a></sup>, Upâli
Thera<sup><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675#14%29"><small>14)</small></a></sup> yang banyak berandil dalam
Muktamar Pertama (Paöhama Saõgâyanâ) pun mengungkapkan:</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">SUTTANTAM ABHIDHAMMAÑCA VINAYAÑCAPI
KEVALAM</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">NAVAÒGAM BUDDHAVACANAM ESÂ DHAMMASABHÂ
TA VA<sup><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675#15%29"><small>15)</small></a></sup></span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Baik Sutta, Abhidhamma maupun Vinaya
yang terangkum sebagai Ajaran Murni Sang Buddha dengan sembilan faktornya,
semuanya adalah Dhamma-sabhâ (Himpunan Dhamma).</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Selanjutnya, dalam Paöhama-saõgîti,
Cullavagga, Vinaya Piöaka, terabsahkanlah hasil Muktamar Pertama yang dihadiri
oleh 500 bhikkhu Arahat pimpinan Mahâkassapa Thera: PIÉAKAM TÎNI SAÒGÎTIM,
AKAMSU JINASÂVAKA yang artinya, “Para siswa Sang Penakluk (Sang Buddha Gotama)
telah selesai menyusun Tipiöaka (Tiga Himpunan Kitab Suci Agama
Buddha).”</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>14). KILAHAN:</b> Dinyatakan sendiri oleh
Sang Buddha Gotama bahwa Ânanda Thera adalah Bendahara Dhamma
(Dhamma-bhandagârikâ). Sebagai Bendahara Dhamma, beliau tentunya mengetahui
dengan tepat ada berapa banyak Ajaran yang merupakan Sabda Murni Sang Buddha
Gotama. Jika Abhidhamma Piöaka diakui sebagai Sabda Murni Sang Buddha Gotama,
perlu dipertanyakan adakah bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Ânanda Thena
memberikan jaminan atas hal ini?</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>14). ARGUMENTASI:</b> Dalam Theragâthâ,
Khuddaka Nikâya, Sutta Piöaka terdapatlah pernyataan Ânanda Thera dalam bentuk
syair:</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">DVASÎTI BUDDHATO GANHAM DYE SAHASSÂNI
BHIKKHUTO</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">CATURÂSITISAHASSÂNI YE ME DHAMMA
PAVATINNO</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Dari semua Dhamma yang Saya hafalkan,
82.000 Dhammakhandha Saya pelajari langsung dari Sang Buddha sendiri; sedangkan
2.000 Dhammakhandha dari para bhikkhu, sehinga seluruhnya berjumlah 84.000
Dhammakhandha.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Secara harfiah, Dhammakhandha berarti
pokok Dhamma. Berdasarkan penghitungan yang dilakukan, dalam Vinaya Piöaka
terdapat 21.000 Dhammakhandha. Penghitungan Dhammakhandha dalam Vinaya Piöaka
didasarkan pada materi induk topik (Vatthu-mâtikâ), kesalahan (Âpatti),
ketaksalahan (Anâpatti), dan lain-lain. Ini berarti bahwa satu Vatthu-mâtikâ
atau satu Âpatti atau satu Anâpatti masing-masing terhitung satu Dhammakhandha.
Dalam Sutta Piöaka juga terdapat 21.000 Dhammakhandha. Penghitungan
Dhammakhandha dalam Sutta Piöaka didasarkan pada hubungan (Anusandhi) yang
mungkin berupa satu sutta, satu gâtha (syair), satu pertanyaan (pañhâ), atau
satu jawaban (visajjana). Sementara itu, dalam Abhidhamma Piöaka terdapat dua
kali lipat dari kitab lainnya, yaitu 42.000 Dhammakhandha. Penghitungan
Dhamma-khandha dalam Abhidhanima Piöaka didasarkan pada pemilahan dalam kelompok
tiga (Éîka-), kelompok dua (Dukâ) dan pemilahan corak kesadaran (Vâra-citta).
Dari penelaahan ini terbuktikan secara nyata bahwa Abhidhamma Piöaka adalah
bagian yang takterpisahkan dari seluruh Ajaran Sang Buddha Gotama. Kalau
dikilahkan bahwa Abhidhamma Piöaka bukan Sabda Murni Sang Buddha Gotama, perlu
dipertanyakan dari manakah 42.000 Dhammakhandha kurangnya diambil untuk
menggenapi jumlah 84.000 Dhammakhandha sebagaimana yang Ânanda Thera patrikan
dalam bentuk syair di atas? Dengan berkilah begitu, tidakkah seseorang berarti
melakukan delik manipulasi terhadap upaya pelestarian Dhamma yang telab diemban
oleh Ânanda Thera?</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Perlu ditambahkan di sini bahwa selain
digolongkan dengan berdasarkan Dhammakhandha, Ajanan Sang Buddha Gotama
adakalanya juga digolongkan dengan berdasarkan kelompok (Nikâya), dan faktornya.
Penggolongan dengan berdasarkan Nikâya terbagi menjadi 5, yaitu: Dîgha Nikâya,
Majjhima Nikâya, Saæyutta Nikâya, Aõguttara Nikâya dan Khuddaka Nikâya.
Abhidhamma Piöaka dan Vinaya Piöaka termasuk dalam kelompok Khuddaka Nikâya,
sedangkan sisanya adalah bagian dari Sutta Piöaka. Sementana itu, penggolongan
dengan berdasarkan faktornya, terbagi menjadi sembilan, yaitu Sutta, Geyya,
Veyyâkarana, Gâthâ, Udâna, Itivuttaka, Jâtaka, Abhutadhamma, dan Vedalla. Vinaya
Piöaka termasuk dalam Sutta, sedangkan Abhidhamma Piöaka termasuk dalam
Veyyâkarana. Sisanya adalah bagian dari Sutta Piöaka.</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>15). KILAHAN:</b> Beberapa peneliti
menyimpulkan bahwa Abhidhamma Piöaka disusun berdasarkan pokok-pokok Dhamma yang
bertaburan dalam Sutta Piöaka. Benarkah simpulan ini? Jika tidak sesuai dengan
kenyataannya, coba jelaskan dan buktikan!</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>15). ARGUMENTASI:</b> Tampaknya, banyak
orang yang salah mengerti terhadap Abhidhamma Piöaka. Dalam pandangan mereka,
Abhidhamma Piöaka seolah-olah merupakan suatu kitab yang sejenis dengan
“Dhammapada” yang merupakan kumpulan syair yang bertaburan dalam beberapa bagian
lain dalam Sutta Piöaka dan Vinaya Piöaka. Kenyataannya sesungguhnya tidaklah
demikian. Metode Suttantabhâjanîya (pemilahan berdasarkan pengertian Sutta)
memang dapat dijumpai pada Kitab Vibhaõga. Namun, metode Suttantabhâjanîya ini
agaknya khusus diperuntukkan bagi para dewa yang kebijaksanaannya tidak begitu
memadai dalam memahami Abhidhamma yang sesungguhnya. Tidak di bagian mana pun
dalam Sutta Piöaka dapat ditemui adanya penguraian suatu pokok Dhamma dengan
menggunakan metode “Abhidhammabhâjanîya” (pemilahan berdasarkan pengertian
Abhidhamma) dan metode “Pañhâpucchaka” (pemilahan dalam bentuk tanya-jawab).
Lebih daripada itu, pokok-pokok Dhamma yang terdapat dalam Kitab Dhâtukathâ,
Kitab Yâmaka dan Kitab Paööhâna tidaklah pernah dapat dijumpai dalam Sutta
Piöaka. Jadi, sebagaimana yang dinyatakan oleh U Narada dalam pengantar
terjemahan Kitab Paööhâna (Conditional Relations), pandangan bahwa Abhidhamma
Piöaka disusun berdasarkan pokok-pokok Dhamma dalam Sutta Piöaka adalah suatu
tafsiran-dangkal yang diujarkan oleh orang-orang yang tidak mengetahui (apalagi
memahami) Abhidhamma yang sesungguhnya.</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>16). KILAHAN:</b> Beberapa bagian
Abhidhamma Piöaka memperlihatkan kemiripan dengan Paöisambhidâmagga,
Mahâniddesa, Cûïaniddesa, Saõgîti Sutta, dan Dassutara Sutta yang dibabarkan
oleh Sâriputta Thera. Adanya kemiripan ini agaknya membawa pada simpulan bahwa
Abhidhamma barangkali merupakan pitutuh Sâriputta Thera (Sâvaka-bhâsita), bukan
Sabda Murni Sang Buddha Gotama (Buddha-Vacana). Benarkah demikian?</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>16). ARGUMENTASI:</b> Dalam Atthasâlinî,
Buddhaghosa Thera menandaskan SAMMASAMBUDDHO VÂ PAÉHAMATARAM ABHIDHAMMIKO yang
artinya ialah bahwa Sang Buddha Gotama adalah pakar/ahli Abhidhamma yang
pertama. Alasan yang dikemukakan ialah bahwa pada minggu keempat setelah
peraihan Pencerahan Agung, Sang Buddha Gotama menyelami hakikat Abhidhamma yang
mahaluas dalam Bilik Mestika (Ratanaghâra) selama tujuh hari penuh. Tatkala
Beliau merenungkan kitab Abhidhamma yang terakhir (Paööhâna), terpancarlah enam
cahaya (Chabbaóóaraæsi) – nila/hijau kebiruan, pita/kuning kecoklalan,
lohita/merah darah, odâta/putih keperakan, mañjettha/merah kekuningan, dan
pabhassara/bening permata – dari tubuh Beliau dengan amat cemerlang.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Sesungguhnya, tidak ada seorang pun di
dunia ini –termasuk Sâriputta– yang mampu mewejangkan Abhidhamma, kecuali
seorang Sammâsambuddha. Sâriputta Thera dapat memahami Abhidhamma melalui Sang
Buddha Gotama. Jadi, kalau dirasa ada kemiripan antara Abhidhamma dengan
Sutta-sutta yang dibabarkan oleh Sâriputta Thera; satu-satunya kemungkinan ialah
bahwa beliaulah yang mencontoh Abhidhamma; bukan sebaliknya Abhidhamma
dicontohkan dari beliau.</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>17). KILAHAN:</b> Argumentasi di depan
dengan teguh mempertahankan bahwa Abhidhamma benar-benar Sabda Murni Sang Buddha
Gotama (Buddha Vacana); bukan pitutuh para siswa (Sâvaka-bhâsita). Bukankah
sikap seperti ini berarti mengingkari ulasan yang tertulis dalam Kitab Ulasan
Atthasâ1ini bahwa Kitab Kathâvatthu baru digubah oleh Moggalliputta Tissa Thera
pada tahun 218 sesudah Kemangkatan Mutlak Sang Buddha Gotama? Berlampirkan bukti
ini, tidak beralasankah jika Abhidhamma Piöaka –setidak-tidaknya Kitab
Kathâvatthu–dianggap hanya sebagai Sâvaka-bhâsita; bukan
Buddha-Vacana?</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>17). ARGUMENTASI:</b> Sesunguhnya, kurang
begitu tepat jika ditafsirkan bahwa Moggalliputta Tissa Thera yang “menggubah”
Kitab Kathâvatthu. Hal yang sebenarnya ialah bahwa pada saat selesai pewejangan
Kitab Puggalapaññatti, Sang Buddha Gotama meramalkan bahwa 218 tahun setelah
Kemangkatan Mutlak-Nya, akan terseruaklah berbagai pandangan sesat yang
bertentangan dengan hakikat Dhamma dan Vinaya. Namun, pada waktu yang bersamaan,
akan ada seorang bhikkhu sesepuh bernama Moggalliputta Tissa yang piawai dalam
Dhamma dan Vinaya serta mampu menghadapi pandangan sesat tersebut. Menimbang hal
yang akan terjadi ini, Sang Buddha Gotama akhirnya memutuskan untuk mewejangkan
Kitab Kathâvatthu hanya dalam bentuk Induk Topik (Mâtikâ) dengan harapan agar
kelak di kemudian hari Moggalliputta Tissa akan menjabarkan serta
menguraikannya.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Itu bukanlah suatu hal yang aneh.
Peraturan-peraturan kedisiplinan yang terdapat dalam Vinaya Piöaka itu sendiri
juga tidak akan ditetapkan oleh Sang Buddha Gotama sebelum ada “pelanggaran”.
Hanya dengan beginilah akan tertampak kesangkilan (effectivity) dan ketelakan
(accuracy) peraturan-peraturan kedisiplinan tersebut. Demikian pula halnya
tentang Kitab Kathâvatthu, sebelum pandangan-pandangan sesat yang bertentangan
dengan Dhamma dan Vinaya terseruak, Beliau tidak akan terburu mcnanggapinya.
Karena waktunya masih jauh, Beliau dalam hal ini mengembankan tugas luhur kepada
Moggalliputta Tissa Thera yang dirasa memiliki kemampuan yang memadai dalam
menghadapinya.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Jadi, Moggalliputta Tissa Thera
sesunguhnya kurang begitu tepat jika dikatakan telah “menggubah” Kitab
Kathâvatthu. Beliau semata-mata hanyalah menjabarkan serta menguraikan Induk
Topik (Mâtikâ) yang telah diwejangkan oleh Sang Buddka Gotama. Dalam menjabarkan
serta menguraikan Induk Topik tersebut, beliau tidaklah mendasarkannya pada
pengetahuannya sendiri. Karena Sang Buddha Gotama sendiri yang mewejangkan Induk
Topiknya, Kitab Kathâ-vatthu dinyatakan sebagai Buddha-vacana, bukan
Sâvaka-bhâsita.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Ketetapan itu bukanlah suatu hal yang
aneh. Sebuah sutta berjudul Madhupióòika yang termaktub dalam Majjhima Nikâya,
Sutta Piöaka pun memperlihatkan ketetapan yang serupa. Dikisahkan dalam sutta
tersebut bahwa pada suatu ketika, Sang Buddha Gotama membabarkan Dhamma di
hadapan sekelompok bhikkhu. Namun, Dhamma yang dibabarkan-Nya ini hanya
berbentuk Mâtikâ-nya saja, dan setelah itu Beliau beranjak dari tempat duduk
lalu masuk ke Vihâra. Para bhikkhu yang mendengarkan pembabanan Mâtikâ tersebut
berusaha menjumpai Mahâkaccayana Thera untuk menanyakan hakikat sejati yang
terkandung di dalamnya. Mahâkaccayana Thera berkenan untuk menjabarkan serta
menguraikannya, tetapi beliau kemudian berpesan agar diperbandingkan serta
dicocokkan lagi kepada Sang Buddha Gotama sendiri. Para bhikkhu pun lalu
menyampaikannya kepada Sang Buddha Gotama. Karena Beliau menyatakan
kesepakatan-Nya, penjabaran dan pengunaian yang diberikan oleh Mahâkaccayana
Thera dianggap sebagai Buddha-vacana bukan Sa-vaka-bhâsita. Ketetapan ini bukan
hanya berlaku pada Madhupióòika Sutta, melainkan juga mencakup semua Sutta yang
dijabarkan serta diuraikan oleh siswa-siswa Sang Buddha Gotama lainnya, seperti
Sâriputta Thera dan Ânanda Thera.</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>18). KILAHAN:</b> Secara historis dikatakan
bahwa tidak begitu lama setelah Kemangkatan Mutlak Sang Buddha Gotama, timbullah
kegiatan Skolastisisme dalam agama Buddha. Karena Abhidhamma Piöaka baru
tertuliskan secara resmi pada kira-kira lima abad berselang, tidakkah beralasan
jika ditafsirkan bahwa ajaran ini merupakan hasil “perkembangan” Skolastisisme –
dalam artian bukan sudah ada sejak masa kehidupan Sang Buddha Gotama?</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>18). ARGUMENTASI:</b> Perlu dicamkan
sebelumnya bahwa Sang Buddha Gotama adalah pendiri agama yang telah membabarkan
Ajaran-Nya dengan sempurna (Svakkhâto Bhagavatâ Dhammo). Dalam Mahâparinibbâna
Sutta dapat diketahui bahwa apabila Ajaran-Nya belum terbabarkan dengan sempurna
dan belum mapan, seorang Sammâsambuddha tidak akan mengakhiri hidup-Nya. Karena
sesungguhnya sudak sempurna, sangatlah salah jika dikatakan dapat mengalami
suatu “perkembangan”. Sesuatu yang masih bisa mengalami perkembangan berarti
belum sempurna. Ajaran Sang Buddha Gotama tidak mungkin mengalami perkem-bangan
lagi karena sejak sebelum Beliau mencapai Kemangkatan Mutlak sudah menuju
puncaknya.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Jadi menafsirkan Abhidhamma Piöaka
sebagai hasil perkembangan Skolastisisme jelas merupakan suatu sikap yang
“sangat mendaifkan” kemampuan Sang Buddha Gotama, dan sebaliknya justru “terlalu
niengagungkan” kemampuan orang-orang lainnya. Dalam argumentasi di depan sudah
berulang-kali ditandaskan bahwa tidak ada seorang pun di dunia ini –kecuali
seorang Sammâsambudha– yang mampu mewejangkan Abhidhamma. Dalam Vinaya Piöaka,
Parivâra sendiri diakui bahwa apabila seorang Sammâsambuddha tidak muncul di
dunia ini, tidak ada seorang pun yang akan tahu walau hanya nama “Sabhâva
Dhamma”<sup><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675#16%29"><small>16)</small></a></sup> itu saja (BUDDHACANDE
ANUPPANNE, BUDDHÂDICCE ANUGGATE, TESAM SABHÂVADHAMMANAM, NÂMA-MATTAM NA
NÂVATI).</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Dalam Sammohavinodani<sup><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675#17%29"><small>17)</small></a></sup> Buddhaghosa Thera
menegaskan:</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">AYAM ABHIDHAMMO NÂMA NA ADHUNÂ KATO,
NÂPI BÂHIRAKA ISÎHI VA SÂVAKEHI VA DEVATAHI VA BHÂSITO, SABBAÑÑÛJINABHÂSITO PANA
AYAM artinya, “Yang disebut Abhidhamma ini bukanlah suatu Dhamma yang digubah
belum begitu lama ini, bukan pula rumusan/teori Dhamma yang di luar Agama Buddha
maupun pitutuh para siswa atau para dewa. Namun, Abhidhamma ini benar-benar
diwejangkan oleh Sang Buddha – Penakluk (Jina) yang Mahatahu
(Sabbaññû).”</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Pada Kitab Ulasan yang lain, beliau
menuliskan: ABHIDHAMMO NÂMA NA AÑÑESAM VISAYO SABBAÑÑUTTABUDDHÂNAM YEVA VISAYO
TESAM VASENA DESETABBA DESANÂ yang teralihbasakan,“Disebut Abhidhamma karena
bukanlah dalam kemampuan (Visaya) orang lain; melainkan hanya merupakan
kemampuan Sammâsambuddha yang Mahatahu. Berlandaskan pada kekuatan Kemahatahuan
Sang Buddha inilah Abhidhamma diwejangkan!”</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>19). KILAHAN:</b> Pola dan gaya
kesusastraan dalam Abhidhamma Piöaka mencerminkan ungkapan-ungkapan Bahasa Pâli
pada masa belakangan, setelah Sang Buddha Gotama mencapai Kemangkatan Mutlak.
Misalnya, dalam banyak bagian terdapat ungkapan “YAÑCA KHO BHAGAVATÂ JÂNATÂ
PASSATÂ…” yang berarti “Sang Buddha yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat...”
dan ungkapan “VUTTAÑCETAM BHAGAVAT” yang berarti “Bukankah ini telah
diwejangkan oleh Beliau?” Tidakkah semua ini merupakan ungkapan-ungkapan yang
dipakai oleb para penyelenggara Muktamar (Saõgîtikâcâriya)? Tidakkah ini
merupakan suatu bukti nyata bahwa Abhidhamma Piöaka adalah hasil karya yang baru
terampungkan setelah terselenggaranya Muktamar, bukan merupakan Sabda Murni yang
sudak ada sejak zaman Sang Buddha Gotama?</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>19). ARGUMENTASI:</b> Memanglah benar bahwa
dalam Abhidhamma Piöaka sering terdapat ungkapan tersebut. Namun, jika hal ini
dijadikan alasan untuk menyangsikan serta menolaknya sebagai Sabda Murni Sang
Buddha Gotama, sebagai konsekuensinya Vinaya Piöaka dan Sutta Piöaka semestinya
juga tidak dianggap sebagai Sabda Murni Sang Buddha Gotama. Mengapa barus
demikian? Hampir seluruh pokok Dhamma yang termaktub dalam Vinaya Piöaka dan
Sutta Piöaka didengar dan dihafal oleh para siswa (Sâvaka) secara temurun, dan
pada akhirnya ditulis dalam bentuk kitab. Sang Buddha Gotama tidak menulisnya
sendiri. Dalam Sutta Piöaka pun sering terdapat ungkapan “EVAMME SUTAM, EKAM
SAMAYAM BHAGAVÂ ...” yang artinya “Demikianlah yang Saya dengar, Pada suatu
ketika Sang Buddha ... ” Sementara itu, dalam Vinaya Piöaka banyak terdapat
ungkapan “TENA KHO PANA SAMAYENA BHAGAVATÂ ... ” yang berarti “Pada masa itulah
Sang Buddha ... ” Bukankah semua ini juga jelas merupakan ungkapan para
penyelenggara Muktamar? Lalu, apakah Sutta Piöaka dan Vinaya Piöaka bukan Sabda
Murni Sang Buddha Gotama? Scsungguhnya, baik Sutta Piöaka, Vinaya Piöaka maupun
Abhidhamma Piöaka, ketiganya adalah himpunan Sabda Murni Sang Buddha Gotama.
Ungkapan para penyelenggara Muktamar tersebut hanyalah berfungsi sebagai
prawacana (prologue). Jadi bagian terpenting yang perlu dikaji untuk
membuktikannya sebagai Sabda Murni Sang Buddha Gotama adalah isi serta makna
yang terkandung di dalamnya.<sup><small><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675#18%29">18)</a></small></sup></span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>20). KILAHAN:</b> Beberapa mazhab/sekte
dalam agama Buddha –mazhab Sautrântika dan Mahâsaõgika<sup><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675#19%29"><small>19)</small></a></sup> (cikal bakal Mahâyâna), salah dua
contohnya– dengan tegas menolak Abhidhamma Piöaka (Pâli) sebagai Buddha-Vacana.
Mengapa Theravada dalam hal mi mengakuinya sebagai Sabda Murni Sang Buddha
Gotama?</span></div>
<div align="justify">
<br />
<span style="font-family: PaliGaramond;"><b>20). ARGUMENTASI:</b> Sesungguhnya,
pandangan suatu mazhab “tertentu” tidak selamanya dapat dijunjung sebagai “hakim
adikuasa” untuk mengadili ajaran yang dianut oleh mazhab lainnya. Sudah
merupakan kenyataan yang wajar apabila di antara mazhab-mazhab terdapat
pandangan yang “tidak selaras” (kalau risih disebut “bertentangan”) satu dengan
lainnya. Jika sejak semula dan hingga kini senantiasa terbina adanya
“keseragaman” pandangan, tidak akan pernah ada catatan sejarah yang bergoreskan
peristiwa terseruaknya pelbagai mazhab. Pada dasarnya, terseruaknya suatu mazhab
selalu bercorakkan adanya kelompok yang tidak mampu melaksanakan atau tidak bisa
memahami suatu peraturan kedisi-plinan atau Ajaran, dan selanjutnya berusaha
untuk “menghapus” atau “menghilangkan”-nya. Tetapi, di pihak lain ada kelompok
yang berusaha untuk tetap mempertahankannya.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Salah satu contoh, beberapa waktu
setelah Kemangkatan Mutlak Sang Buddha Gotama, ada sekelompok bhikkhu
(Vajjiputtaka) yang tidak mampu melaksanakan 10 peraturan kedisiplinan –di
antaranya ialah larangan untuk makan selewat tengah hari– yang telah ditetapkan
oleh Sang Buddha Gotama, dan kemudian berusaha untuk menghapusnya. Selanjutnya
mereka memisahkan diri dan mendirikan mazhab yang baru. Tetapi, di pihak lain
–dalam hal ini Theravâda– tetap bertaat-asas pada segala peraturan kedisiplinan
yang telah ditetapkan oleh Sang Buddha Gotama, dan berusaha sedapat mungkin
untuk melestarikannya. Di sini terlihatlah bahwa peraturan kedisiplinan yang
benar-benar telab ditetapkan oleh Sang Buddha Gotama dihapus dengan seenaknya
saja oleh mazhab Vajjiputtaka, dan lambat laun tentunya tidak diakui lagi
sebagai Vinaya yang ditetapkan oleh Sang Buddha Gotama. Yang perlu direnungkan
sekarang ialah bahwa apakah karena mereka tidak mengakuinya lagi, lalu Theravâda
harus “ikut-ikutan”? Tentunya tidak, bukan?</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Contoh lain, telah berulang kali Sang
Buddha Gotama menjelaskan bahwa Beliau semata-mata hanyalah sebagai Penunjuk
Jalan. Untuk meraih Pembebasan Sejati, setiap makhluk haruslah berjuang dengan
kemampuan sendiri. Dengan ungkapan yang bermakna sama, Beliau juga bersabda:
“Diri sendiri sesungguhnya adalah pelindung bagi diri sendiri. Siapa pula yang
dapat menjadi pelindung selain diri sendiri?” Tampaknya, ajaran ini sukar
diterima oleh sebagian besar umat manusia. Penderitaan yang menghujam
bertubi-tubi dan tak kunjung berhenti membuat mereka cepat putus asa dalam
berjuang dengan hanya mengandalkan kemampuan sendiri. Selanjutnya mereka
membutuhkan serta menantikan sesuatu yang Adikodrati yang dapat memberikan
bantuan. Untuk memenuhi tuntutan yang tak wajar ini, ada kelompok umat Budha
berusaha mengorbitkan beberapa “Tokoh Fiktif” yang digambarkan sebagai ”Juru
Selamat” yang dapat membebaskan makhluk hidup dan penderitaan. Pengorbitan
tokoh-tokoh fiktif semacam ini secana langsung maupun tak langsung “melorotkan”
nilai serta makna Sabda Murni Sang Buddha Gotama sebagaimana tersebut di
atas.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Demikian pula halnya dengan masalah
Abhidhamma. Bukan karena Sautrântika dan Mahâsaõgika menolaknya sebagai Sabda
Murni Sang Buddha, lalu Theravâda harus “ikut-ikutan” tidak mengakuinya. Perlu
disadari bahwa dengan ‘mengumbar’ tindakan semacam itu, Ajaran Sang Buddha
Gotama, tak ayal lagi, pada suatu saat nanti tak akan tersisa lagi. Para
pengulas meramalkan bahwa tidak lebih dari 5.000 tahun setelah Kemangkatan
Mutlak Sang Buddha Gotama, Ajaran Agama Buddha akan mengalami kepunahan.
Kepunahan ini akan beranjak dari Abhidhamma Piöaka –mulai Kitab Paööhâna menuju
Kitab Dhammasaõganî– hingga Sutta Piöaka, dan pada akhirnya ialah Vinaya Piöaka.
Karena itu, kalau umat Buddha sampai menolak Abhidhamma Piöaka sebagai Sabda
Murni Sang Buddha Gotama, tindakan ini tak pelak lagi akan mempercepat proses
kepunahan tersebut. Sebaliknya, umat Buddha yang mengakui Abhidhamma Piöaka
sebagai Sabda Murni Sang Buddha Gotama, secara langsung maupun taklangsung
berarti ikut berperan dalam upaya pelestarian Agama Buddha. Kelestarian Agama
Buddha adalah segi yang paling penting bagi kehidupan umat manusia. Punahnya
Agama Buddha juga heranti hilangnya kesempatan bagi mereka untuk dapat menatap
kebenaran sejati. Dan selanjutnya mereka akan terluntang-lantung dalam kepekatan
pandangan sesat.</span></div>
<div align="center">
<span style="font-family: PaliGaramond;">* * *</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Dari seluruh rangkaian tanya-jawab di
atas dapatlah ditarik satu simpulan akhir bahwa alasan yang dikilahkan oleh
pihak yang menyangsikan serta menolak Abhidhamma sesungguhnya hanya merupakan
suatu dalih yang tidak berlandaskan pada kenyataan yang ada. Pengamatan secara
saksama akan memperlihatkan bahwa secara garis besarnya ada tiga sebab yang
membuat seorang umat Buddha sampai mempunyai praanggapan bahwa Abhidhamma Piöaka
bukanlah Sabda Murni Sang Buddha Gotama. Tiga sebab itu ialah: 1. Tidak tahu,
tidak mengerti, tidak memahami hakikat Abhidhamma, dan gampang terpengaruhi oleh
dalih mereka yang oleh umum dinilai sebagai “orang terpelajar (scholar), “orang
terpandang”, dan “orang keagamaan (bhikkhu, satu misal), sehingga akhirnya
“ikut-ikutan” menyangsikan serta menolak Abhidhamma; 2. Kurang jeli, bersikap a
priori, kurang ilmiah dalam mengkaji Abhidhamma, dan terlalu mengumbar gagasan
dan penafsiran pribadi dengan mengesampingkan kenyataan yang ada, sehingga
akhirnya “salah menyimpulkan” bahwa Abhidhamma adalah hasil perkembangan pada
masabelakangan; 3. Menyadari bahwa beberapa pokok Ajaran dalam Abhidhamma Piöaka
bertolak-belakang dengan pandangannya atas sesuatu yang telah mendarah-daging
dipercayai sebagai kebenaran, sehingga akhirnya tega “mengorbankan” Abhidhamma
dengan dakwaan bukan sebagai Sabda Murni Sang Buddha Gotama.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Ada contoh masing-masing atas kenyataan
yang berhubungan dengan tiga sebab di atas. Contoh pertama ialah murid-murid
Bhikkhu Buddhadâsa. Karena mereka menilai Bhikkhu Buddhadâsa sebagai seorang
bhikkhu senior yang terpelajar, terpandang, dan banyak pengetahuannya tentang
Agama Buddha; mereka hanya “anut biyung” saja terhadap segala pandangan yang
dikemukakannya. Padahal, banyak pandangannya yang “aneh”, dan jelas sangat
bertentangan dengan Ajaran Murni Sang Buddha Gotama. Loyalitas yang membuta
terhadap seorang “figur pujaan” ini secara tragis menenggelamkan akal budi
mereka sendiri.<sup><small><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675#20%29">20)</a></small></sup> Menyadari bahaya
yang mengenaskan semacam inilah, Sang Buddha Gotama berulang-kali mengingatkan
umat-Nya agar tidak gampang menaruh keyakinan pada pribadi tertentu. Alih-alih
bersikap yang riskan ini, umat Buddha hendaknya membina keyakinan yang benar
terhadap Dhamma dan Vinaya yang telah dibabarkan dengan sempurna.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Contoh kedua ialah David J. Kalupahana.
Sebagai seorang dosen kawakan, haruslah diakui secara jujur bahwa ia tentunya
bukan “awam” lagi tentang filsafat Buddhis. Namun, sebagaimana yang tertampak
dalam karyanya yang berjudul “Buddhist Philosophy”, dalam beberapa hal ia
tampaknya terlalu mengumbar gagasan serta tafsinan pribadi atas suatu hal yang
sesungguhnya belum diketahuii dengan pasti. Dalam Bab Skolastisisme: Theravâda,
Sarvâstivâda dan Sautrântika, misalnya, ia menuliskan, “Namun, menurut
Abhidhamma, perbedaan antara sesuatu (dhamma) dan sifatnya (lakkhaóa) –kendati
tidak benar-benar ada–, sangatlah perlu untuk kepentingan pendefinisian atau
penentuan (kappanâ). (Ini tentu saja, dengan melupakan kenyataan bahwa
Abhidhamma merupakan pemaparan tentang Hakikat Mutlak (Paramattha)<sup><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675#21%29"><small>21)</small></a></sup>, bukan pemaparan tentang kebenaran
biasa (Vohâra)!) Analisis semacam inilah yang membuka jalan bagi munculnya teori
‘hakikat alamiah’ (sabhâva, Sk. svabhâva) pada masa Theravâda pasca-Buddhaghosa
maupun Sarvâstivâda.” Gagasan serta penafsinan pribadi ini tentunya dikemukakan
oleh David J. Kalupahana dengan mengesampingkan kenyataan bahwa ajaran tentang
“Sabhâva” sesungguhnya sudah ada sejak masa kehidupan Sang Buddha Gotama. Bukti
tentang kenyataan ini dapat ditelusuri dalam Kitab Parivâra, Vinaya Piöaka
–sebagaimana yang telah disitirkan dalam ARGUMENTASI nomor 18.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Contoh ketiga ialah Bhikkhu Buddhadâsa.
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, ia adalah seorang bhikkhu yang
sering mengorbitkan pandangan yang aneh. Salah satu pandangan-nya yang aneh
ialah tentang “pikiran/kesadaran yang kosong”.<sup><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675#22%29"><small>22)</small></a></sup> Jelasnya, ia senantiasa mengajarkan
murid-muridnya untuk melatih meditasi dengan “mengosongkan pikiran/kesadaran” –
dalam artian tidak berpikir apa pun juga. Jika dikaji berdasarkan Abhidhamma,
akan tertampaklah dengan jelas bahwa praktek semacam ini sangat salah dan
menyimpang. Sudah merupakan sifat alamiah pikinan/kesadanan untuk “berpikir”.
Tidak pernah ada satu saat pun bagi pikinan/kesadaran untuk “tidak berpikir”.
Juga, sifat alamiah lain pikiran ialah cenderung rnenuju objek (Ârammaóa).
Dengan perkataan lain, setiap pikiran/kesadaran yang timbul pasti memiliki
objek. Bahkan, dalam keadaan tidur lelap (tidak bermimpi) pun, suatu objek pasti
ada bagi kesadaran yang bertugas memelihara kehidupan (Bhavaõgakicca), yaitu
“objek lama” yang sama dengan objek dari kesadaran yang bertumimbal lahir
(Paöisandhi-citta). Apalagi dalam keadaan sedang bermeditasi, suatu objek pasti
ada bagi kesadaran yang timbul pada saat itu. Meditasi pengembangan ketenangan
(Samattha-bhâvanâ) memiliki ketetapan (Paññatti) sebagai objek, sedangkan
meditasi pengembangan pandangan terang (Vipassanâ-bhâvanâ) memiliki hakikat
mutlak (Paramattha) sebagai objek. Jadi, meditasi dalam Agama Buddha sama sekali
bukan “mengosongkan pikiran/kesadaran” –dalam artian tidak berpikir tentang
sesuatu (objek). Meditasi adalah pengarahan pikiran/kesadaran pada objek dengan
tepat benar (Yonisomanasikâra). Tampaknya, Bhikkhu Buddhadâsa menyadari bahwa
pandangannya itu sangatlah bertentangan dengan pengertian Abhidhamma. Demi
melindungi serta mempertahankan pandangannya ini, ia akhirnya tega
“mengorbankan’ Abhidhamma dengan dakwaan bukan sebagai Sabda Muruii Sang Budha
Gotama.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Secara sepintas lalu, kesahihan dan
keabsahan Abhidhamma Piöaka sebagai Sabda Murni Sang Buddha Gotama sekarang
seolah-olah hanya tertinggal pada masalah mau percaya atau tidak; dalam artian
percaya yah silakan, tidak percaya yah tidak apa-apa. Apakah kenyataannya memang
hanya sesepele ini? Tentunya tidak. Sikap menyangsikan –apalagi menolak–
Abhidhanima Piöaka niscaya akan menimbulkan dampak yang fatal bagi kehidupan
seseorang. Dalam Kitab Ulasan Atthasâlinî, Buddhaghosa Thera mengingatkan bahwa
seseorang yang menolak Abhidhamma secara langsung maupun taklangsung berarti
menghancurkan Ajaran/Roda Penaklukan (Jinacakka), tidak mengakui Kemahatahuan
(Sabbaññûta-Ñâóa), mendaifkan Pengetahuan Empiris (Vesarajja-Ñâóa) Sang Buddha
Gotama, dan menyebabkan timbulnya perpilahan dalam Agama Buddha serta
menghalangi mereka yang ingin mengetahui Kebenaran Mutlak. Dengan bersikap
demikian, ia secara disadari maupun takdisadari menciptakan kendala (obstacle)
bagi penembusan Empat Kesunyataan Mulia (Cattâri Ariya Saccani), peraihan Jalan
(Magga), Pahala (Phala), dan Pembebasan Sejati (Nibbâna) …</span><br />
</div>
<div align="center">
<br />
<center>
<table border="1" height="34" style="width: 945px;">
<tbody>
<tr>
<td height="34" width="945"><b><span style="font-family: PaliGaramond;">Tidak ada seorang pun di
dunia ini –betapapun piawai dan betapapun jeniusnya– mampu mewejangkan
Abhidhamma, kecuali seorang
Sammâsambuddha.</span></b></td></tr>
</tbody></table>
</center></div>
<div align="justify">
<br />
<i><span style="font-family: PaliGaramond;">Catatan Kaki:</span></i></div>
<span style="font-size: x-small;"><sup>
</sup></span><br />
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;"><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675" name="1)">1)</a>
Menurut prakiraan Sthien Bodhinanda </span><span style="font-size: x-small;">–</span><span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;">mantan dosen mata-kuliah Sejarah Agama Buddha Universitas
Mahâmakuöarâjavidyâlaya–, hal ini sudah mulai terjadi sebelum abad ketiga
penanggalan Buddhis.</span></div>
<span style="font-size: medium;"><sup>
</sup></span><br />
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;"><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675" name="2)">2)</a>
Jika dihitung hanya berdasarkan data yang tertulis dalam Tipiöaka, Mukjizat
Ganda yang diper1ihatkan pada tahun keenam ini ialah yang kedua. Namun, apabila
data dalam Atthakathâ juga dimasukkan, ini adalah yang ketiga karena beberapa
minggu setelah Pencerahan Agung, Beliau juga
memperlihat-karniya.</span></div>
<span style="font-size: medium;"><sup>
</sup></span><br />
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;"><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675" name="3)">3)</a>
Angka dibelakang istilah Pâli ini menunjukkan jumlah unsur yang dimiliki oleh
istilah itu. Misalnya; “Khandha 5” berarti bahwa Khandha (kelornpok kehidupan)
ini terdiri atas lima, yaitu Rûpa-khandha (kelompok rupa), Vedanâ-khandha
(kelompok perasaan), Saññâ-khandha (kelompok ingatan), Saõkhâra-khandha(kelompok
corak-corak batiniah), dan Viññâóa-khandha (kelompok kesadaran).</span></div>
<span style="font-size: x-small;"><sup>
</sup></span><br />
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;"><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675" name="4)">4)</a>
Untuk peraihan kesucian tingkat Arahat, suatu makhluk haruslah memupuk
Kesempurnaan selama tidak kurang dari 100.000 kappa. (Satu kappa = satu masa
dunia, kurun waktu suatu dunia mulai terbentuk hingga hancur
kembali).</span></div>
<span style="font-size: x-small;"><sup>
</sup></span><br />
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;"><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675" name="5)">5)</a>
Beliau baru berhasil meraih kesucian tingkat Arahat tiga bulan setelah Sang
Buddha Gotama mencapai Kemangkatan Mudak.</span></div>
<span style="font-size: x-small;"><sup>
</sup></span><br />
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;"><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675" name="6)">6)</a>
Sutta tidak harus dibabarkan secara nonstop karena berkenaan dengan pribadi
tertentu dan dalam situasi serta waktu yang berlainan, sedangkan Abhidhamma
adalah wejangan yang bersifat umum dan saling berpautan erat antara satu kitab
dengan kitab lainnya.</span></div>
<span style="font-size: x-small;"><sup>
</sup></span><br />
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;"><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675" name="7)">7)</a>
500 bhikkhu ini pada zaman Buddha Kassapa pernah terlahirkan sebagai kelelawar.
Berkat mendengarkan dua orang bhikkhu yang sedang berbincang-bincang tentang
Abhidhamma di sebuah gua </span><span style="font-size: x-small;">–</span><span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;">walau sebagai kelelawar tak mengerti maknanya</span><span style="font-size: x-small;">–</span><span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;">, mereka semua terlahirkan-kembali
di Alam Surga selama satu masa Buddha.</span></div>
<span style="font-size: medium;"><sup>
</sup></span><br />
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;"><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675" name="8)">8)</a>
Beliau adalah Siswa Mulia yang paling unggul dalam hal mengatur tempat bagi para
bhikkhu.</span></div>
<span style="font-size: x-small;"><sup>
</sup></span><span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;"><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675" name="9)">9)</a> Hal yang sama
juga diperlakukan olek Dabbamallaputta Thera terhadap para bhikkhu yang ahli
Vinaya (Vinayadhara), dan terhadap yang ahli Sutta (Suttantika).</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><sup>
</sup></span><br />
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;"><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675" name="10)">10)</a>
Suatu jenis pelanggaran yang tergolong sedang – tidak berat tetapi juga tidak
ringan.</span></div>
<span style="font-size: x-small;"><sup>
</sup></span><br />
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;"><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675" name="11)">11)</a>
Empat rangkaian faktor Jhâna ini ialah 1). Pengarahan (Vittakka), Pemantapan
(Vicâra), Kegiuran (Pîti), Kebahagiaan (Sukha), Panunggalan (Ekaggatâ); 2).
Pîti, Sukha, Ekaggatâ; 3). Sukha, Ekaggatâ; 4). Keseimbangan (Upekkhâ),
Ekaggattâ. Ini berlaku bagi mereka yang memiliki kebijaksanaan sangat tinggi
(Tikkhapuggala) </span><span style="font-size: x-small;">–</span><span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;"> yang
mampu menanggalkan Vitakka dan Vicâra secara berbarengan/bersamaan. Namun, bagi
mereka yang memiliki kebijaksanaan tidak begitu tinggi (Maóòapugga1a), Vitakka
dan Vicâra ditanggalkan secara berurutan sehingga ada lima rangkaian faktor
Jhâna.</span></div>
<span style="font-size: x-small;"><sup>
</sup></span><br />
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;"><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675" name="12)">12)</a>
Keterangan lebih lanjut tentang pelaksanaan Abhidhamma dalam kehidupan
sehari-hari dapat disimak pada buku “Abidkamma in Daily Life” karya Nina Van
Gorkom.</span></div>
<span style="font-size: x-small;"><sup>
</sup></span><br />
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;"><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675" name="13)">13)</a>
Lihat Kitab Ulasan Samantapâsâdika, Atthasâlini, Paramatthadîpanî,
Manovatthaparani, Papañcasûdani bagian kedua.</span></div>
<span style="font-size: x-small;"><sup>
</sup></span><br />
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;"><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675" name="14)">14)</a>
Dalam Muktamar Partama beliau bertugas menjawab pertanyaan Mahâkassapa Thera
tentang hal-hal yang berhubungan dengan Vinaya.</span></div>
<span style="font-size: x-small;"><sup>
</sup></span><br />
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;"><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675" name="15)">15)</a>
Sutta Piöaka, Khuddaka Nikâya, Theravatthu, Apadâna Upâli.</span></div>
<span style="font-size: x-small;"><sup>
</sup></span><br />
<div align="justify">
<span style="font-size: x-small;"><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675" name="16)">16)</a> “</span><span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;">Sabhâva-dhamma” adalah suaru kebenaran berdasarkan
sifat-alamiahnya. Kebenaran inilah yang mendapat penekanan utama dalam
Abhidhamma Piöaka.</span></div>
<span style="font-size: x-small;"><sup>
</sup></span><br />
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;"><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675" name="17)">17)</a>
Kitab Ulasan (Atthakathâ) atas Kitab Vibhaõga.</span></div>
<span style="font-size: x-small;"><sup>
</sup></span><br />
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;"><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675" name="18)">18)</a>
Telaahan yang senada juga berlaku bagi kilahan yang sebaliknya mengatakan bahwa
Abhidhamma Piöaka tidak dapat diakui sebagai Sabda Murni Sang Buddha karena di
situ tidak terdapat ungkapan “EKAM SAMAYAM BHAGAVÂ...” Tanggapan yang diberikan
oleh Buddhaghosa Thera ialah: “Kalau begitu, Jâtaka, Suttanipâta dan Dhammapada
–yang takmemiliki ungkapan seperti itu– tentunya juga bukan sabda Murni Sang
Buddha Gotama?</span><span style="font-size: x-small;">”</span></div>
<span style="font-size: x-small;"><sup>
</sup></span><span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;"><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675" name="19)">19)</a> Selain
menolak Abhidhamma Piöaka, mazhab Mahâsaõgika juga menolak Paöisambhidâmagga,
Niddesa dan beberapa Jâtaka.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><sup>
</sup></span><br />
<div align="justify">
<span style="font-size: x-small;"><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675" name="20)">20)</a> “</span><span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;">Paramattha” ini tidak hanya mencakup Nibbâna semata, melainkan
juga kesadaran (Citta), corak batiniah (Cetasaka) dan rûpa (Rûpa). Karena itu,
agaknya tidak mengena jika istilah tersebut dialihbasakan oleh Ir. Hudaya
Kandahjaya, B.Sc. sebagai “Realitas Terakhir</span><span style="font-size: x-small;">”</span><span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;">. Usaha penerjemahan kiranya kurang begitu sempurna
apabila digarap hanya dengan bermodalkan pengetahuan kebahasaan semata, tanpa
pengertian yang benar dan luas tentang Abhidhamma.</span></div>
<span style="font-size: x-small;"><sup>
</sup></span><span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;"><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675" name="21)">21)</a> Bhikkhu itu
juga mengatakan bahwa kehidupan mendatang itu tidak ada, tidak ada pula Alam
Surga maupun Alam Neraka, tidak ada makhluk yang terlahirkan secara spontan
(Opapâtika), Dalil Kamma (Kamma-niyâma) itu bukan Ajaran Sang
Buddha.</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><sup>
</sup></span><span style="font-family: PaliGaramond; font-size: x-small;"><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=483039301985244675" name="22)">22)</a> Apabila ia
orang yang mempunyai cacat bawaan (sejak lahir), Paöisandhi-citta yang dirujuk
di sini ialah Upekkâsantiraóa-citta (kesadaran yang mengamati salah satu dari
lima objek yang baik, yang timbul disertai dengan ketakacuhan). Sedangkan kalau
tidak cacat ialah salah satu dari delapan Mahâvipâka-citta (kesadaran-akibat
yang bajik).</span><br />
<div align="center">
<b><span style="font-family: PaliGaramond;">PUSTAKA
ACUAN</span></b></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Bodhinanda, Sthien. Sejarah Agama
Buddha. Universitas Sangha Mahâmakuörâjavidyâlay, Bangkok. 2520 PB.
(*)</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Borihâravanakhetta, Sucinta.
Paramatthasaõkhepa, Ringkasan Hakikat Mutlak. Yayasan Pendidikan dan Pembabaran
Agama Buddha, Bangkok, 2530 PB.( *)</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Buddhaghosa, Thera. Kitab Atthasâlinî,
Mahâmakuörâjavidyâlay, Bangkok. 2527 PB (*)</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Buddhaghosa, Thera. Kitab Atthakathâ,
Mahâmakuörâjavidyâlay, Bangkok. 2527.PB(*)</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Guttajayo, Phra Visuddhi. Buku Pegangan
Kurikulum Pelajaran Abhidhamma Tingkat Dasar I. Yayasan Saddhamrnajotikâ,
Bangkok. 2530 PB. (*)</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Jañapaññâkicca, Phra. Abhidhamma adalah
Sabda Sang Buddha. Yayasan Abhidhamma, Wat Phra Jetubonvimâlamaõgalârâma,
Bangkok. 2504 PB (.)</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Kaharuddin, Pandit J. dan Widya, Dharma
K. Pengantar Abhidhamma. Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda, Jakarta.
1987.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Kalupahana, David J. Buddhist
Philosophy A Historical Analysis. The University of Hawaii, Hawaii.
1976.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Ledi, Sayadaw. The Manuals of Buddhism.
Mahâmakut Press, Bangkok. 2521 PB.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Malalasekera, G.P. Encyclopaedia of
Buddhism. Fascicule: A-Aca. The Government of Ceylon, Ceylon. 1962.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Narada, Bhikkhu. A Manual of
Abhidhamma, (Abhidhammattha-saõgaha). Yayasan Dhammadîpa Ârâma, Jakarta.
1979.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Wejangan Tujuh Kitab Abhidhamma.
Citta-bhâvanâ Mahâvidyâlay, Bangkok. 2517 PB. (*)</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Nyâóaponika, Thera. Abhidhamma Studies,
Researches in Buddhist Psychology. The Buddhist Publication Society, Kandy,
Ceylon. 1985.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Payutto, Phrayudha. Dictionary of
Buddhism. Mahâcuïâlaõkara Râjavidyâlay. Bangkok. 2528 PB.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Puññânubhâva, Sujîva. Ikhtisar Tipiöaka
(Pâli). Mahâmakuörâjavidyâlay, Bangkok. 2528 PB. (*)</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Saddhammajotikâ, Phra. Paramatthajotikâ
Bab 1-2-6. Wat Ra’ghang Gositârâma, Bangkok. 2526 PB. (*)</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Saævarasamâdhivatta, Phragru.
Abhidhamma adalah Sabda Murni Sang Buddha. Abhidhammajotikâ Vidyâlay, Bangkok.
2524 PB. (*)</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Srivisuddhikavî, Phra. Psikologi
Abhidhamma. Universitas Saõgha Mahâmakuörâjavidyâlay, Bangkok. 2528 PB.
(*)</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Vajirañâóavarorasa, Somdec Phra.
Saõgiti-kathâ. Mahâmakuörâjavidyâlay, Bangkok. 2527 PB. (*)</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Yubodhi, Thanit. Kitab Abhidhamma.
Bangkok. 2527 PB. (*)</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: PaliGaramond;">Yubodhi, Thanit. Wejangan Abhidhamma di
Tâvatiæsa. Bangkok. 2526 PB. (*)</span></div>
<i>
</i><br />
<div align="justify">
<i><span style="font-family: PaliGaramond;">Catatan:</span></i><span style="font-family: PaliGaramond;"> Yang bertanda asterik (*)
adalah buku-buku yang tertulis dalam Bahasa Thai.</span></div>
<i>
</i><br />
<div align="justify">
<i><span style="font-family: PaliGaramond;">Catatan Tambahan:</span></i><span style="font-family: PaliGaramond;"> Buku ini
diterbitkan tatkala pengulas masih belum mempergunakan komputer. Pengalihan ke
bentuk elektronik dilakukan dengan OCR, dan diperiksa hanya secara sekilas.
Apabila Anda menjumpai kesalahan ketik, harap memberitahu WebMaster
Theravâda.NET: <span style="font-size: medium;"><a href="mailto:sanjiva@theravada.net">sanjiva@theravada.net</a></span></span></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/18425101922327995183noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-73030522707154596562012-02-28T12:35:00.000+07:002012-02-28T12:35:40.415+07:00Salah Pengertian Tentang Sangha<br />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0">
<tbody>
<tr>
<td align="right" valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana;"><strong>
</strong></span><div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-04yA7ZrkJuE/T0xngxfivJI/AAAAAAAAADE/b8vdaspJpeM/s1600/394722_296464020400491_100001106878378_798640_838770167_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/-04yA7ZrkJuE/T0xngxfivJI/AAAAAAAAADE/b8vdaspJpeM/s1600/394722_296464020400491_100001106878378_798640_838770167_n.jpg" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div align="right">
<span style="font-family: Verdana;"><em><span style="font-size: xx-small;">oleh: </span></em><span style="font-size: xx-small;"><em>P.
Sabar</em></span></span></div>
</td></tr>
</tbody></table>
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Hingga saat ini masih juga terdapat
kesalahpengertian di antara umat Buddha mengenai siapakah yang disebut <i><span style="color: blue;">Sangha</span></i> itu dan siapakah para <i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i> itu sebenarnya. Oleh karena itu pada kesempatan
kali ini rasanya perlu dijelaskan agar kesalahpengertian itu tidak
berlarut-larut, karena bisa menimbulkan dampak yang negatif bagi para <i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i> sebagai anggota <i><span style="color: blue;">Sangha</span></i>.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i><span style="color: blue;">Sangha</span></i> adalah
perhimpunan para <i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i>. Kata <i><span style="color: blue;">Sangha</span></i> bukan berarti semata-mata sebagai kelompok para
<i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i>, namun lebih berarti sebagai para
<i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i> yang berkumpul untuk menjalankan suatu
tugas kegiatan tertentu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Untuk melakukan suatu kegiatan tertentu maka
<i><span style="color: blue;">Sangha</span></i> baru sah jika minimal dihadiri oleh
empat orang <span style="color: blue;"><i>bhikkhu</i></span> yang disebut <i><span style="color: blue;">catuvagga</span></i>. Jadi kalau hanya ada tiga orang <i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i>, maka itu bukan <i><span style="color: blue;">Sangha</span></i>. Khusus untuk pentahbisan seorang <i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i> <i><span style="color: blue;">(upasampada)</span></i>,
maka <i><span style="color: blue;">Sangha</span></i> minimal harus dihadiri oleh lima
orang <span style="color: blue;"><i>bhikkhu</i></span> <i><span style="color: blue;">(pancavagga)</span></i>. Sedang untuk sidang pengadilan bagi
seorang <i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i> yang melakukan pelanggaran
tertentu, maka <i><span style="color: blue;">Sangha</span></i> baru sah jika dihadiri
oleh minimal duapuluh orang <i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i> <i><span style="color: blue;">(visativagga)</span></i>. Inilah yang sebenarnya disebut <i><span style="color: blue;">Sangha</span></i>. Jadi kalau ada beberapa orang <i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i> tinggal divihara, tetapi tidak melakukan
sesuatu tugas, maka ini tak dapat disebut <i><span style="color: blue;">Sangha</span></i>.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i><span style="color: blue;">Sangha</span></i> dalam hal
ini ada dua macam, yaitu <i><span style="color: blue;">Sammuti Sangha</span></i> dan
<i><span style="color: blue;">Ariya Sangha</span></i>. <i><span style="color: blue;">Sammuti
Sangha</span></i> yaitu perhimpunan para <i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i> yang belum mencapai tingkat kesucian. Sedangkan
<i><span style="color: blue;">Ariya Sangha</span></i> adalah perhimpunan orang-orang
dan para <i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i> yang telah mencapai
tingkat-tingkat kesucian (<i><span style="color: blue;">Sotapatti</span></i>, <i><span style="color: blue;">Sakadagami</span></i>, <span style="color: blue;"><i>Anagami</i></span>
dan <i><span style="color: blue;">Arahat</span></i>). Jadi sekalipun dia bukan seorang
<i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i> tetapi telah mencapai tingkat
kesucian, maka dia adalah tergolong dalam <i><span style="color: blue;">Ariya
Sangha</span></i>. <i><span style="color: blue;">Ariya Sangha</span></i> inilah yang
termasuk dalam Tiga Perlindungan <i><span style="color: blue;">(Tisarana)</span></i>
dimana umat Buddha berlindung, termasuk para <i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i>.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><b>Panggilan Kepada Seorang
Bhikkhu</b><br />Kesalahan yang sering teljadi adalah panggilan kepada para
<i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i> dengan kata 'Yang <span style="color: blue;"><i>Ariya</i></span>', padahal belum tentu <i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i> yang dipanggil 'Yang <i><span style="color: blue;">Ariya</span></i>' itu telah menjadi seorang <i><span style="color: blue;">Ariya</span></i> (telah mencapai tingkat kesucian). Hal ini bisa
menimbulkan dampak yang negatif bagi <i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i>
itu sendiri, sebab <i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i> yang bersangkutan
itu bisa menjadi sombong, kurang hati-hati sehingga banyak yang tergelincir
alias lepas jubah. Panggilan 'Yang <span style="color: blue;"><i>Ariya</i></span>' ini
nampaknya diambil dari bahasa asing 'Venerable', yang terjemahan ke dalam bahasa
Indonesia mestinya cukup dengan kata 'Yang patut untuk dimuliakan'.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Begitu pula sebutan terhadap seorang <i><span style="color: blue;">samanera</span></i>, sering kita dengar dengan kata-kata, 'Yang
Luhur' yang nampaknya diterjemahkan dari bahasa asing 'Reverend', yang mestinya
cukup diterjemahkan dengan kata, 'Yang terhormat'.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Panggilan kepada para <i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i> dan <i><span style="color: blue;">samanera</span></i>
kiranya tak perlu secara berlebih-lebihan, tetapi sebaliknya secara wajar saja.
Bagaimanakah sebaiknya panggilan kepada para <i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i> atau <i><span style="color: blue;">samanera</span></i>
itu? Panggilan dengan menggunakan kata <i><span style="color: blue;">'Bhante'</span></i> kepada seorang <i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i>, yang berarti guru, rasanya sudah cukup hormat.
Sebaliknya memanggil seorang <i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i> dengan
menggunakan kata <i><span style="color: blue;">'bhikkhu'</span></i> rasanya kurang
tepat, atau kurang akrab, sebab kata <i><span style="color: blue;">'bhikkhu'</span></i>
bisa diartikan 'pengemis', padahal <i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i> itu
tidak mengemis, sekalipun seorang <span style="color: blue;"><i>bhikkhu</i></span> itu
adalah seorang yang miskin harta.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Di lain pihak, panggilan kepada seorang <i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i> yang jelas-jelas diketahui banyak melakukan
pelanggaran <span style="color: blue;"><i>vinaya</i></span> dan tidak mau lepas jubah,
wajar kalau dia dipanggil <i><span style="color: blue;">'bhikkhu'</span></i>, yang
berarti si pengemis. Sebab <span style="color: blue;"><i>bhikkhu</i></span> yang
demikian adalah berarti melakukan penipuan terhadap masyarakat dan juga menipu
diri sendiri.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Selanjutnya kita sering mendengar para <i><span style="color: blue;">samanera</span></i> sering juga dipanggil dengan sebutan <span style="color: blue;"><i>'bhante'</i></span>. Panggilan demikian adalah kurang tepat,
karena <i><span style="color: blue;">samanera</span></i> adalah murid/siswa yang belum
mendapat <span style="color: blue;"><i>upasampada</i></span>, sedang <i><span style="color: blue;">'bhante'</span></i> berarti 'guru' yaitu sebutan bagi mereka yang
telah mendapat <i><span style="color: blue;">upasampada</span></i>. Kata <span style="color: blue;"><i>samanera</i></span> berasal dari kata <i><span style="color: blue;">'samana'</span></i> (pertapa) dan <i><span style="color: blue;">'nera'</span></i> (putera/kecil). Seorang <i><span style="color: blue;">samanera</span></i> harus mengikuti bimbingan yang diberikan oleh
guru/<i><span style="color: blue;">bhikkhu</span></i> pembimbing <i><span style="color: blue;">(upajjhaya)</span></i>. Karena itu panggilan terhadap <i><span style="color: blue;">samanera</span></i> cukup dengan kata <i><span style="color: blue;">'samanera'</span></i> yang berarti 'siswa'.</span><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">***</span><br />
<hr />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0">
<tbody>
<tr>
<td>
<div align="right">
<span style="font-family: Verdana; font-size: xx-small;"><strong><em>Sumber:</em></strong></span></div>
</td></tr>
<tr>
<td>
<div align="right">
<span style="font-family: Verdana; font-size: xx-small;"><em>Jalan Tengah No. 5/Tahun Ke I/9
Februari 1989; Yayasan Dhamma Dipa Arama;
Jakarta.</em></span></div>
</td></tr>
</tbody></table>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/18425101922327995183noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-10360618339299427352012-02-24T01:27:00.000+07:002012-02-24T01:27:25.183+07:00Inginkah Hidup Lebih Baik?<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>IN</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
<w:UseFELayout/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="-->
<m:smallfrac m:val="off">
<m:dispdef>
<m:lmargin m:val="0">
<m:rmargin m:val="0">
<m:defjc m:val="centerGroup">
<m:wrapindent m:val="1440">
<m:intlim m:val="subSup">
<m:narylim m:val="undOvr">
</m:narylim></m:intlim>
</m:wrapindent><!--[endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" Name="header"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" Name="Body Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style>
<![endif]-->
</m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<div class="MsoBodyText">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US">Kalau kita mau mencoba merenungkan lebih
dalam, sesungguhnya semua manusia mempunyai persoalan kehidupan yang sama.
Tidak peduli apakah ia beragama Buddha atau beragama lain, ia bangsa ini atau
bangsa itu. Persoalan ketidakpuasan, kegagalan, kesedihan, putus asa,
kejengkelan, kemarahan, kebencian, bukan hanya persoalan umat Buddha saja.
Persoalan ini adalah persolan setiap orang, semua manusia. Demikian juga
kerukunan, kesejukan hati, kebahagiaan, keberhasilan adalah harapan setiap
orang.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US">Bukan saja mereka
yang mempunyai cita-cita bisa hidup bahagia adalah keluarga yang harmonis,
saling mengerti, bisa mengatasi kesulitan: tapi ini adalah harapan semua orang,
harapan setiap orang, tidak peduli dia beragama apapun juga.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Karena itu<span> </span>sangat benar bila Sang Buddha dalam
khotbahNya yang pertama dalam Kesunyataan yang pertama mengatakan bahwa: <b>Kehidupan
ini adalah dukkha.</b> Kehidupan kita sekarang ini adalah kehidupan dimana kita
harus berjuang dan berjuang untuk mencapai keadaan yang lebih baik lagi. Setiap
orang mengakuinya walaupun tidak seterus-terang seperti Sang Buddha.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Setiap orang, setiap agama meskipun
secara tidak terus terang mengakui bahwa kehidupan ini bukanlah kenikmatan yang
tertinggi. Kehidupan ini bukanlah suatu puncak, bukan suatu keadaan yang sesuai
dengan harapan kita. Memang banyak orang yang sulit mengerti akan pernyataan
Sang Buddha yang tanpa tedeng aling-aling menyatakan bahwa: <b><i>‘ Kehidupan
ini adalah dukkha, kehidupan ini adalah penderitaan’.</i></b> Bagi mereka yang
baru pertama kali belajar agama Buddha, sulit menerima pernyataan itu, bahkan
orang menilai bahwa agama Buddha ini agama yang ‘pesimistis’, suatu agama yang
memandang bahwa hidup ini adalah penderitaan. Tapi mau mengakui atau tidak mau
mengakui, kenyataan adalah kenyataan.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Apa yang kita perjuangkan, kita
usahakan; Saudara memeluk suatu agama, berjuang dengan sungguh-sungguh,
memperjuangkan agar kehidupan lebih baik, lebih teratur. Sesungguhnya mau tidak
mau mengakui, kehidupan ini adalah tidak memuaskan. Kalau Saudara konsekwen,
bahwa hidup ini adalah suatu puncak kebahagiaan, tentunya Saudara tidak perlu
beragama lagi, tidak perlu berjuang dengan sengit, tidak perlu meningkatkan
kehidupan saudara lagi, karena beranggapan kehidupan Saudara sudah baik.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span><span> </span>Secara
langsung atau tdak langsung, setiap orang tanpa kecuali mengatakan<span> </span>bahwa kehidupan ini bukan suatu tujuan,
tetapi masih merupakan proses yang habis-habisan untuk mencapai suatu keadaan
yang lebih baik, sehingga akhirnya mencapai suatu kebahagiaan sejati.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Lalu mengapa kita harus menjalani
kehidupan seperti ini, tunggang-langgang, pontang-panting, dengan segala macam
suka-duka, kegagalan, keberhasilan, kekecewaan, kepuasan, dan sebagainya?</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Persoalan kehidupan yang kita jalani,
kita tanggung ini sebabnya adalah karena kita ini dilahirkan. Ini adalah
jawaban yang paling jitu yang diberikan oleh Sang Buddha.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span><b>Apa sebab kita ini dilahirkan?</b>
Tidak mungkin sesuatu muncul dengan begitu saja, kalau segala sesuatu muncul
dengan begitu saja tidak perlu kita bertanggung jawab.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Kita dilahirkan karena kita terlalu
cinta, kita melekat pada kehidupan kita ini. Mengapa kita bisa sampai melekat
pada kehidupan kita ini?</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Karena kita semua mempuyai nafsu
keinginan. Nafsu keinginan itu yang menyebabkan kita melekat, ketagihan. Kita
melekat pada suasana yang kita sukai, pada orang-orang yang kita cintai, pada
jasmani kita, kebahagiaan kita; kita melekat pada kehidupan ini, walaupun kita
mengatakan bahwa kehidupan kita ini sungguh membuat kehidupan kita sengsara;
tapi sebenarnya kita cinta pada kehidupan ini.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Nafsu keinginan yang membuat kita
melekat, melekat pada kehidupan ini sehingga pada saat kematian; kelahiran
kembali akan terjadi kemudian.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Mengapa kita sampai mempunyai nafsu
keinginan, bisa timbul nafsu keinginan? Dari mana datangnya nafsu keinginan?
Karena kita mempunyai perasaan, rasa itulah yang menimbulkan hawa nafsu. Timbul
perasaan senang… Saudara ingin memiliki selamanya, kalau timbul perasaan tidak
senang… Saudara akan menyingkirkannya habis-habisan. Hawa nafsu itulah yang
membuat kita melekat pada apapun yang kita cintai, dan kemelekatan inilah yang
memperpanjang proses kehidupan kita, sehingga sesudah kematian kita dilahirkan
kembali.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Apa sebab kita merasakan sesuatu?
Mengapa kita merasakan ini nikmat, ini menyenangkan, itu tidak menyenangkan?
Karena kita bisa kontak, kalau kita tidak bisa kontak tidak mungkin kita bisa
menikmati sesuatu.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Apa yang dimaksud dengan kontak
ini,<span> </span>mengapa kita bisa kontak dan dari
mana datangnya kontak? Kita isa kontak karena kita memiliki enam indria. Kita
punya mata, bisa melihat yang indah-indah, yang jorok, yang gemuk, yang kurus.
Mata kontak dengan apa yang dilihat kemudian timbul rasa senang, rasa suka, dan
kesenangan ini ingin terus dinikmati… dinikmati… dinikmati lagi… terus. Itulah
nafsu keinginan dan inilah yang menyebabkan kita melekat pada kesenangan itu,
pada kehidupan, sehingga menyebabkan kehidupan kita terus tersambung kembali
sesudah kematian, terlahir kembali.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Kita punya telinga bisa menikmati
suara yang merdu, suara si dia, pujian, sanjungan atau celaan. Talinga kita
kontak dengan bunyi kemudian timbul kesenangan, kenukmatan, dan ingin terus
menikmatinya berulang-ulang, berulang-ulang, inilah nafsu keinginan dan ini
menyebabkan kemelekatan yang muncul; karena mendengar, dan itulah yang menyebabkan
kita dilahirkan kembali.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Demikian juga hidung, kontak dengan
apa yang bisa kita cium, ‘ini bau tengik, ini bau enak’. Mulut/lidah bisa
kontak dengan apa yang kita rasakan, ‘ ini enak, ini tidak enak’; demikian pula
dengan tubuh/kulit kita. Mata, telinga, hidung, mulut, tubuh dan keenam adalah
pikiran kita.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Pikiran akan kontak dengan apa saja
yang bisa kita pikirkan yang menimbulkan kesenangan, kenikmatan yang terus
ingin dinikmati, dinikmati lagi, ingin dilunasi, dicicipi, itu menjadikan
timbulnya nafsu keinginan dan muncul kemelekatan yang akan menyambung kehidupan
yang serba menyakitkan ini. Kemelekatan ini membelenggu kita, kemelekatan yang
menyebakan kita tidak bebas. Saudara mungkin masih bisa bebas selama Saudara
masih bisa memenuhi kemelekatan, ketagihan Saudara, tapi pada saat Saudara
tidak bisa lagi mempunyai kesempatan untuk memenuhi tuntutan kemelekatan itu,
saat itu Saudara akan merasakan kesengsaraan yang luar biasa. Betapa
bahagaianya orang yang tidak melekat!</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Lalu apa yang menjadi persoalan utama?
Berhati-hatilah, waspadalah Saudara pada saat keenam indria Saudara kontak
dengan sasarannya. Kalau mata, telinga, hidung, mulut, tubuh, pikiran Saudara
kontak cobalah berusaha berusaha kontak dengan wajar, melihat sebagaimana
adanya dan bila pada saat kontak itu muncul, muncul kesadaran, maka Saudara
akan menjadi orang yang bahagia. Kontak ini tidak akan membuahkan suatu ikatan
yang baru. Inilah sesungguhnya yang seharusnya kita latih, bukan hanya setiap
hari tapi setiap saat, setiap keenam indria kita kontak, karena itulah saat
yang paling bahaya.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Dalam suatu <b><i>Dhammapada</i></b>
dikatakan, kalau ada orang yang bisa mengalahkan seribu musuh setiap hari, ia
belum dapat disebut sebagai pahlawan besar, tapi bila seseorang bisa
mengalahkan dirinya sendiri, barulah ia bisa disebut sebagai pahlawan yang
besar.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Mengapa kita mempunyai enam indria
yang membuat kita bisa kontak dengan dunia luar sehingga kita mempunyai nafsu
keinginan yang ingin terus kita puaskan sampai timbullah kemelekatan, dan
kemelekatan inilah yang memperpanjang proses kehidupan kita setelah kematian?</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Ini disebabkan karena ada jasmani dan
batin, sehingga keenam indria kita bisa kontak dengan sasarannya masing-masing;
seandainya hanya ada jasmani tidak ada batin, tidak mungkin bisa terjadi kontak.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Dan mengapa sampai ada jasmani dan
batin? Jasmani dan batin ini muncul karena karma-karma kita yang lampau. Apa
sebab kita memuat karma-karma yang tidak karuan, apa sebab kita melekat? Kalau
kita telusuri lebih jauh? Akhirnya Sang Buddha menemukan jawabnya yaitu: <b>kebodohan.</b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Maka kewaspadaan akan menghantarkan
kita pada kebebasan, alangkah bahagianya orang yang tidak terikat, mereka yang
sudah merdeka, bebas, seperti layaknya orang yang sudah bangun diantara mereka
yang masih bermimpi.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Sering kali uraian seperti di atas ini
diterjemahkan secara salah, ada yang mengatakan bahwa, apabila sudah belajar
agama orang akan menjadi malas, segan mencari mata pencaharian, segan bersaing.
Kalau Saudara setelah membaca uraian ini bersikap seperti itu, Saudara telah
salah menterjemahkan uraian tersebut.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span><span> </span>Jangan terikat, jangan melekat, tidak sama
dengan jangan bekerja> Jangan terikat, jangan melekat, tidak sama dengan
harap Saudara menganggur sajas. Mari kita bekerja dengan giat, apakah kita
sebagai kepala rumah tangga, ibu rumah tangga, karyawan, wiraswastawan,
selesaikan tugas kita dengan sebaik-baiknya. Mari kita membuat rumah tangga
kita jauh lebih baik, lebih makmur, mari kita buat negara ini lebih maju.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Carilah sebanyak-banyaknya, carilah
dengan mata pencaharian yang baik dan benar, berusaha bagaimana produksi ini
lebih banyak lagi. Tapi yang menjadi persoalan jangan terikat pada semua itu.
Kalau Saudara terikat, pada saat mengalami perubahan, Saudara akan menjadi
orang paling sengsara. Kerjakanlah semua itu dengan penuh kebijaksanaan.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Kita siap maju, kita siap menjadi
makmur, Saudara tidak dilarang untuk mencari uang sebanyak-banyaknya dengan
cara yang baik dan benar, tapi jangan terikat, jangan melekat pada apa yang
Saudara dapatkan. Kalau misalnya suatu saat family, kenalan Saudara sakit,
membutuhkan… Saudara harus rela melepaskan itu… bantulah mereka sedapat
mungkin.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Kita siap menjadi pemimpin, pengurus,
ketua, direktur, manager, tapi jangan berkeinginan untuk terus selamanya
memegangnya; suatu saat Saudara harus siap melepaskannya.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span><span> </span>Mari
kita berjuang, selama kita masih kuat, masih sehat, sesuai dengan bidang kita
masing-masing. Berjuang mati-matian, hidup hemat, tidak berfoya-foya, belajar <i>Dhamma</i>,
membuat kehidupan ini lebih tinggi, dan jangan lupa siap melepas setiap saat.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Sebagai umat Buddha kita harus
menonjol, bukan menonjol dalam kekayaan tapi menonjol dalam hal melepaskan.
Karena pada hakekatnya segala sesuatu termasuk badan jasmani ini sesungguhnya
bukan milik kita, suatu saat kita harus melepaskannya untuk selama-lamanya.
Inilah rahasia kehidupan kita.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="EN-US"><span> </span>Tidak ada alasan untuk memperbesar
keserakahan. Kita bekerja mati-matian, mengumpulkan sebanyak-banyaknya dengan
cara yang benar, bukan berarti kita serakah selama apa yang kita dapatkan itu
rela kita lepaskan untuk kepentingan orang banyak. Dan itulah salah satu cara
untuk menaklukan diri sendiri, kalau Saudara dapat menaklukan diri sendiri,
maka Saudara adalah seorang pahlawan yang besar. Pandanglah kehidupan ini
sebagai mana adanya, sewajarnya, dalam proporsi yang sebenarnya.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 14pt;"><span> </span><span> </span></span><span style="font-size: x-small;"><b><i><span lang="EN-US">Sumber
asli:</span></i></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><b><i><span lang="EN-US"><span> </span></span></i></b><i><span lang="EN-US">Khotah Dhamma di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, 2 April 1989;</span></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: x-small;"><i><span lang="EN-US"><span> </span><span> </span>di sadur oleh: Nani Linda, SH.</span></i></span></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/18425101922327995183noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-43252169940336904772012-02-24T01:20:00.001+07:002012-02-24T01:30:23.582+07:00Identitas Umat Buddha Di Abad XXI<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-_sIjj2dGPz0/T0aFlC0pWmI/AAAAAAAAAC8/iZj5WGW1f_I/s1600/YM+Bhikkhu+Sri+Panyavaro+Maha+Thera.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://4.bp.blogspot.com/-_sIjj2dGPz0/T0aFlC0pWmI/AAAAAAAAAC8/iZj5WGW1f_I/s320/YM+Bhikkhu+Sri+Panyavaro+Maha+Thera.jpg" width="213" /></a></div>
<span style="font-size: xx-small;">http://1.bp.blogspot.com/_oenxdiNEqp4/TMrPqGRkHNI/AAAAAAAAAV8/T5k3XNr-eeQ/s1600/YM+Bhikkhu+Sri+Panyavaro+Maha+Thera.jpg</span><table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" height="35">
<tbody>
<tr>
<td height="9" valign="top" width="100%"><i><span style="font-family: Verdana;">
</span></i><br />
<div align="right">
<i><span style="font-family: Verdana;"><span style="font-size: xx-small;">oleh: Bhikkhu Sri Paññavaro Mahathera</span></span></i></div>
</td></tr>
</tbody></table>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Sudah menjadi kesepakatan bahwa
ilmu pengetahuan dan teknologi adalah sekutu untuk mencapai kesejahteraan.
Kemajuan dan perkembangan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi, Red.) menjadi
tumpuan hampir semua orang untuk memerangi kemiskinan materi. Tetapi sebagai
bangsa Timur yang cenderung melihat kemiskinan dalam dua dimensi, yaitu
kemiskinan materi dan rohani; maka nilai-nilai keagamaan akan tetap mewarnai
kehidupannya. Nilai-nilai keagamaan ini akan menghadapi kemiskinan rohani, dan
pada saat yang sama memberikan nilai-nilai kemanusiaan kepada iptek. lptek
memang sekutu, bukan seteru; dan juga bukan seteru agama. </span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Nilai-nilai keagamaan akan
menjadi penjaga agar iptek tidak menjelma menjadi kekuatan penghancur yang akan
menghancurkan manusia itu sendiri, tetapi iptek mengabdi demi
kesejahteraan.</span></div>
<div align="left">
<br /></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><b>Bahasa Ilmu
Pengetahuan</b></span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Kebutuhan akan ilmu pengetahuan
adalah tuntutan nurani semua orang. Perkembangan dan penggunaannya merupakan
fenomena yang tidak mungkin dihentikan atau dipungkiri. Ilmu pengetahuan dan
juga teknologi tidak membedakan —atau mungkin tidak mempedulikan— bangsa,
budaya, dan agama. Ia dikembangkan dan digunakan oleh semuanya. Ilmu pengetahuan
berbicara dengan bahasa yang sama bagi semua orang, yaitu: penalaran sehat,
penelitian, kebenaran, dan kebebasan. Ia berbicara dengan menumbuhkan
pengertian, bukan keharusan dan juga bukan dengan ancaman.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Yang menjadi ganjalan, dunia
ilmu pengetahuan masih sulit menerima norma-norma agama yang tidak mudah dicerna
oleh bahasa mereka. Sama sekali tidak bijaksana bila hal ini diatasi hanya
dengan pernyataan bahwa <i>iman</i> memang <i>bukan ilmu</i>. Atau,
<i>keyakinan</i> itu memang tidak masuk akal.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Dalam dasawarsa terakhir abad XX
ini para pemuka agama seharusnya tidak terlambat meletakkan jembatan emas antara
<i>iman</i> dan <i>ilmu</i>. Kita memang sedikit pun tidak akan mengubah
nilai-nilai iman sebagai kebenaran hakiki yang telah diberikan oleh agama,
tetapi era ini mulai menuntut kita untuk menanamkan iman itu dengan bahasa ilmu.
Manusia Timur di abad XXI nanti adalah manusia modern yang sepenuhnya harus
mengembangkan dan menggunakan iptek, dan sepenuhnya beriman sesuai dengan ajaran
agama.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> <span style="color: red;">Buddha
Gotama</span> sebagai salah satu pendiri agama —penemu Dharma— telah meletakkan
jembatan antara iman dan akal itu. Dharma ditemukan dengan pencapaian Penerangan
Sempurna <span style="color: blue;"><i>(Bodhi)</i></span>, bukan dengan akal. Tetapi,
iman terhadap Dharma harus dibangkitkan dengan pengertian yang menggunakan
penalaran sehat. Dengan demikian tidak ada alasan bagi dunia ilmu pengetahuan
untuk menyatakan bahwa agama adalah penghambat ilmu-ilmu sekuler.</span></div>
<div align="left">
<br /></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><b>Nilai-nilai Universal</b></span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Para rohaniwan harus berusaha
mengetengahkan nilai-nilai keagamaan dengan bahasa ilmu bagi semuanya. Manusia
modern akan melihat bahwa kemanusiaan, kebaikan dan kebenaran bisa didapat dari
semuanya dan menjadi milik bersama. Sebagaimana ilmu pengetahuan yang tidak
dikembangkan hanya oleh manusia tertentu, dan untuk manusia tertentu pula; maka
agama yang mempunyai nilai-nilai universal itu harus mampu bertemu dengan ilmu
pengetahuan dalam keuniversalannya.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Dharma tidak menuntut umat
Buddha harus menunjukkan identitasnya dengan upacara atau tatacara agamis.
Tetapi identitas yang dipunyai adalah identitas menerapkan nilai-nilai keagamaan
dalam kehidupannya sebari-hari dan —sudah tentu— dalam pandangan
hidupnya.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Nilai-nilai keagamaan yang
ditunjukkan Dharma itu adalah nilai-nilai universal. Seorang umat Buddha akan
melihat bahwa nilai-nilai itu terdapat juga di semua agama. Hal ini bukan karena
toleransi atau pencampur-adukkan, atau sinkretisme; tetapi memang merupakan
salah satu keyakinan bahwa agama-agama mempunyai nilai-nilai universal.
Nilai-nilai itu tidak mungkin ditinggalkan oleh manusia modern. Karena dengan
meninggalkan nilai-nilai itu mereka akan kehilangan nilai-nilai yang sangat
berharga bagi kehidupannya.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Oleh karena itu, menjadi
tantangan bagi para pemuka agama untuk mampu mengetengahkan dengan penuh
penalaran dan juga penuh kebebasan akan nilai-nilai: cinta-kasih, ketulusan,
pengorbanan, kebersamaan, kejujuran, keuletan, kesabaran, ketabahan, kebaikan,
keharmonian, kedamaian, serta kebahagiaan.</span></div>
<div align="left">
<br /></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><b>Menjadi Umat Dharma</b></span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Bagi umat Buddha bukannya
menjadi kebanggaan —apalagi tujuan— mengenalkan diri atau disebut sebagai
seorang umat Buddha. Ia tidak sekadar mengenalkan diri atau diketahui sebagai
seorang umat Buddha, tetapi ia harus selalu menerapkan identitas Dharma dalam
kehidupannya.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Umat Buddha modern mungkin tidak
banyak membutuhkan upacara lagi, karena memang hal-hal itu tidak diharuskan oleh
Dharma. Tetapi ia mengerti Dharma dengan baik. Ia beriman kepada Tuhan dengan
pengertian benar <span style="color: blue;"><i>(samma ditthi)</i></span>. Ia mempunyai
waktu untuk bermeditasi. Ia hidup dengan nilai-nilai Dharma sebagai seorang
warga negara di tengah-tengah masyarakat. Kehadirannya diterima dengan hangat
oleh semua umat beragama. Manusia modern ini —mungkin— hanya akan dikenal
sebagai umat Dharma atau umat Tuhan.***</span></div>
<hr />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0">
<tbody>
<tr>
<td><div align="right">
<span style="font-family: Verdana; font-size: xx-small;"><b><i>Sumber:</i></b></span></div>
</td></tr>
<tr>
<td><div align="right">
<span style="font-family: Verdana; font-size: xx-small;"><i>BUDDHA CAKKHU No.24/XIII/92;
Yayasan Dhammadipa Arama.</i></span></div>
</td></tr>
</tbody></table>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/18425101922327995183noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-49078023227113841702012-02-24T01:10:00.002+07:002012-02-24T01:11:35.961+07:00Cinta Sejati<br />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" height="35">
<tbody>
<tr>
<td height="17" valign="top" width="100%"><i><span style="font-family: Verdana;">
</span></i><br />
<div align="right">
<i><span style="font-family: Verdana;"><span style="font-size: xx-small;">oleh: YM Bhikkhu Sri Paññavaro
Mahathera</span></span></i></div>
</td></tr>
</tbody></table>
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Kalau kita mau meneliti kehidupan kita.
Meneliti dengan jujur. Kita akan sadar apa yang kita butuhkan. Apa yang kita
butuhkan Saudara? Kita butuh: makanan, pakaian, tempat tinggal, obat-obatan,
kepandaian, uang, dan masih banyak lagi. Kita butuhkan semua itu, tidak lain
karena kita butuh bahagia. dengan cukup sandang, cukup pangan, punya kepandaian
dan tersedia uang; kita akan merasa bahagia.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Tetapi, ada satu hal yang selalu kita
butuhkan. Bahkan, yang selalu dibutuhkan setiap insan. Kita semua butuh yang
satu ini, tetapi justru kita sendiri tidak menyadarinya. Memang kita semua butuh
makan, butuh pakaian, butuh sarana kehidupan lain. Memang uang, sesuatu yang
perlu, pendidikan sesuatu yang lebih perlu lagi. Memang, sementara orang ingin
menjadi kaya, ingin kedudukan; karena kalau kekayaan dan kedudukan itu digunakan
sesuai dengan Dharma, sesuai dengan ajaran agama; tentu, membahagiakan banyak
orang. Tetapi, lebih dari semua kebutuhan itu, diatas uang, makanan, pakaian,
pendidikan, kekayaan, dan kekuasaan; kita semua masih butuh yang satu ini.
Apakah itu? Yang satu itu tidak lain adalah: bahwa di atas segala-galanya, kita
semua butuh: <b>Cinta kasih</b>.</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Tentang cinta kasih ini, dalam agama Buddha
sendiri banyak teori. Apakah yang disebut dengan cinta sejati? Apakah yang
disebut dengan cinta yang agung, cinta yang tanpa pamrih keserakahan? Sang
Buddha menggambarkan cinta kasih ini sebagai cinta sejati dengan suatu contoh
yang mudah kita mengerti. Cinta sejati adalah cinta seorang ibu kepada putranya
yang tunggal.</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Cinta ibu adalah cinta sejati. Sejarah
kehidupan dan semua agama mengakui cinta ibu ini. Ibu sejati selalu memberi.
Pada awal kehidupan kita yang sekarang ini, ibu kita masing-masing telah
memberikan pengorbanan yang sangat besar kepada kita. Ibu mempertaruhkan
kehidupannya sendiri pada saat melahirkan kita. Tidak ada orang lain yang pernah
memberikan pergorbanan seperti itu selain ibu kita sendiri. Setelah kelahiran,
ibu membesarkan kita dengan memeberikan susu darahnya sendiri. Memang, ada juga
kadang-kadang ibu yang kejam. Tetapi yang digunakan oleh Sang Buddha untuk
menggambarkan cinta kasih ini adalah cinta ibu sejati. Cinta ibu sejati itulah
contoh nyata cinta sejati yang bisa dilakukan oleh setiap manusia.</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Cinta ibu adalah cinta sejati yang ideal
tetapi bisa kita jumpai dalam kehidupan ini. Cinta sejati itu bukan cinta dari
dunia dongeng. Cinta sejati, cinta ynag tanpa pamrih keserakahan. <br />Bukan
hanya anak membutuhkan cinta ibu, cinta orangtuanya. Tetapi, setiap insan, sadar
atau tidak sadar, membutuhkan cinta. Anak-anak ingin dicintai oleh orangtua
mereka. Mau mengakui atau tidak mau mengakui, anak-anak ingin diperlakukan
dengan cinta ayah ibu mereka. Tetapi, harus diingat juga, ayah ibu ingin
mndapatkan cinta dari anak-anaknya. Cinta sejati anak terhadap orangtua mereka,
akan membuat ayah ibu mereka bahagia. </span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Kalau ayah ibu gagal memberikan cinta
kepada putra-putrinya, kalau ayah ibu alpa mencurahkan cinta sejati kepada
anak-anak mereka; anak-anak mereka susah mendapatkan cinta sejati itu dari
orang lain. Apa kemudian jadinya? Tidak jarang, mereka yang tanpa cinta orangtua
itu, pergi mencari cinta murahan.</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Tidak jarang pula, mereka yang tidak
mendapatkan kehangatan cinta dari orangtuanya, sedangkan pada saat-saat remaja
—justru mereka masih membutuhkan cinta— mereka kemudian menjadi nakal. Kepuasan
mereka dapat dengan melakukan apa saja yang mereka mau, supaya banyak orang
memperhatikannya. Dan, mereka cukup bahagia dengan diperhatikan oleh banyak
orang. Perhatian yang dibutuhkan terhadap perbuatan-perbuatan ugal-ugalan itu,
adalah cinta yang murahan juga. Tidak hanya remaja yang selalu dibicarakan,
tetapi juga kita semua, termasuk generasi yang tua-tua; kalau Saudara gagal
mendapatkan cinta yang agung, Saudara akan membuat sesuatu yang aneh-aneh, yang
bukan-bukan. Oleh karena, dengan membuat sesuatu yang aneh-aneh itu, Saudara
akan diperhatikan oleh banyak orang. Perhatian banyak orang terhadap
keanehan-keanehan Saudara adalah cinta murahan yang sedang Saudara cari.</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Kita semua ingin hidup bahagia. Tetapi,
kebahagian tidak mungkin datang dengan begitu saja. Setiap hari kita dihadapkan
berbagai macam persoalan. Supaya persoalan-persoalan itu tidak menghancurkan
kita, supaya di tengah-tengah persoalan itu bisa tumbuh kebahagiaan, kita perlu
kesabaran dan cinta kasih. Sabar dan cinta kasih membuat kita bisa bertindak
hati-hati. Sabar dan cinta kasih membuat emosi terkendali. Sabar dan Cinta kasih
menumbuhkan kebijaksanaan. Sabar dan cinta kasih memimpin kita semua menuju
bahagia. Sebaliknya, kalau kita menghadapi sesuatu dengan dengki dan marah,
sesungguhnya kita sudah menjadi setengah gila!</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Kebahagain memang sesuatu yang cukup mahal.
Harus dibeli dengan sabar dan cinta kasih. Tetapi, sabar dan cinta kasih itu
bukan sesuatu yang mustahil. Kita harus memulai sekarang; dan kita, bisa memulai
itu, sekarang.</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Saya yakin, sabar dan cinta kasih ini bukan
hanya tuntutan bagi umat Buddha saja. Tuntutan sabar dan kebutuhan cinta kasih
adalah masalah kita semua, tuntutan bagi semua umat beragama. Lawan dari sabar
dan cinta kasih adalah dengki dan marah. Dengan dengki dan marah, keharmonian
dan kedamaian, baik damai dalam keluarga maupun damai di dunia, tidak bisa
tercapai. Justru dengki dan marah menjadi sumber penghancur dan pembuat onar di
setiap tempat.</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Dengan uraian di depan, saya ingin mengajak
Saudara untuk bersama-sama menyadari bahwa cinta kasih adalah kebutuhan setiap
insan. Kebutuhan di atas segala kebutuhan materi. Cinta sejati dibutuhkan oleh
semuanya. Tidak membeda-bedakan agama, bangsa, tradisi dan segala macam. Cinta
sejati kita butuhkan untuk bisa hadir pada setiap kita menghadapi persoalan.
Orang tua perlu cinta-cinta dari putra-putrinya. Anak-anak butuh cinta dari
orangtua mereka. Sebagai anggota masyarakat, hidup dengan saling mencintai
membuat masyarakat damai dan harmoni.</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Sebagai umat beragama marilah kirta
bersama-sama memikul tanggung jawab terhadap masyarakat, tehadap bangsa dan
negara tercinta ini, bahkan tehadap kemanusiaan, dengan mempunyai dan memberikan
cinta kasih dalam kehidupan sehari-hari.</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Kenakalan-kenakalan anak-anak kita,
anak-anak kita sendiri; perbuatan-perbuatan aneh, kadang-kadang, para ayah ibu;
persoalan dalam keluarga, dan problem-problem masyarakat; harus diselesaikan
dengan rasa cinta sejati. Cinta sejati tidak menuntut pamrih ini atau itu. Cinta
ini adalah cinta demi kebahagian bersama.</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Perkenankan saya mengajak Saudara, meskipun
Saudara sangat sibuk, amat penting kedudukan Saudara; jangan lupa berikanlah
cinta pada anak-anak. Bahkan kewajiban ini adalah kewajiban orangtua terhadap
anak-anak, terhadap anak-anaknya sendiri. Mereka nakal, mereka berkelahi, tidak
perduli lagi pada moral, mereka masuk dalam kenikmatan narkotika, ganja, dan
segala macam; jangan datang dengan menyalahkan mereka; tetapi, setiap ayah dan
ibu hendaknya datang dengan cinta sejati. Bukannya tidak mungkin, mereka mencari
orangtua sudah lama pergi darinya.</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Kepada setiap remaja ingin saya minta.
Jangan tuntut cinta dari orangtua kepadamu. Remaja yang baik adalah remaja yang
tidak menuntut, tetapi remaja yang bisa memberikan cinta dari perlakuan sayang
kepada orangtuanya. Ingatlah, orangtua pun perlu cintanya darimu. Orangtua yang
tidak mendapatkan kehangatan cinta dari anak-anaknya, mereka pun akan mencari
cinta murahan juga. Berbuat semaunya sendiri. Tidak perduli lagi pada tanggung
jawab terhadap anak-anaknya.</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Para remaja yang baik, berikanlah cintamu
pada ayah ibumu. Mereka perlu cinta darimu. Dengan perhatian dan cintamu, mereka
akan mencintaimu, mereka akan sadar dan teguh dalam kewajibannya terhadap
putra-putrinya.</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Marilah kita bersama mengisi kehidupan ini
dengan dasar tanggung jawab besama. Marilah kita menjaga dan mengisi masyarakat
Pancasila ini dengan mengembangkan rasa cinta sejati. Cinta sejati, cinta yang
selalu memberi kekuatan pada kita. Kekuatan untuk mengendalikan diri.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Hanya cinta kasih, cinta sejati, yang bisa
menyelamatkan keluarga, masyarakat dan dunia ini dari kehancuran.***</span><br />
<hr />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0">
<tbody>
<tr>
<td width="100%"><div align="right">
<span style="font-family: Verdana; font-size: xx-small;"><b><i>Sumber:</i></b></span></div>
</td></tr>
<tr>
<td width="100%"><div align="right">
<span style="font-family: Verdana; font-size: xx-small;"><i>KUMPULAN DHAMMADESANA Jilid 1; Sri
Paññavaro Thera; 1988</i></span></div>
</td></tr>
</tbody></table>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/18425101922327995183noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-80462302268103541112012-02-24T00:01:00.000+07:002012-02-24T00:04:11.978+07:00Berkah Kehidupan<br />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" height="35">
<tbody>
<tr>
<td height="17" valign="top" width="100%"><i><small><span style="font-family: Verdana;">
</span></small></i><br />
<div align="right">
<i><small><span style="font-family: Verdana;">oleh: YM Bhikkhu Sri Paññavaro
Mahathera</span></small></i></div>
</td></tr>
</tbody></table>
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> </span><br />
<br />
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Kalau suatu keluarga sudah lama belum
mempunyai putra, kemudian lahir seorang putra, maka keluarga ini merasa mendapat
berkah. Tetapi, ada suatu keluarga yang lain, yang merasa sial, karena anak
pertamanya adalah wanita. Mereka berpendapat anak wanita hanya ikut-ikutan saja.
Kalau nanti suami masuk sorga, sang istri ikut; kalau masuk neraka tersangkut.
wanita harganya hanya separo laki-laki. Adapula suatu keluarga, yang meskipun
anak pertamanya wanita, tetapi karena anaknya lahir pada hari dan bulan yang
baik, maka mereka merasa anak tersebut adalah berkah bagi hidupnya. Menurut
keluarga ini, anak yang lahir pada hari dan bulan baik, meskipun wanita, kelak
pasti mampu mengangkat derajat orang tuanya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Berlainan dengan hal tersbut di atas, berkah akan
menjadi lain bila terjadi di dunia keuntungan. Suatu hari pedagang sayur merasa
mendapatkan keuntungan. Suatu hari pedagang sayur merasa mendapatkan berkah,
karena hari itu keuntungan Rp. 5.000,- sudah masuk kedalam kantong. Keuntungan
ini dua kali lipat bila dibandingkan pada hari-hari biasa. Tetapi, si pedagang
roti hari itu merasa sial. Baginya keuntungan bersih Rp. 5.000,- sehari hampir
tidak pernah dialami. Paling kecil Rp. 25.000,- sehari. Sebenarnya, keduanya
mendapatkan keuntungan dengan jumlah yang sama, tetapi yang pertama merasa
mendapatkan berkah, sedangkan yang kedua merasa sial.</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Demikian juga umat Buddha. Bila umat Buddha
mengikuti upacara, puja bakti, atau peringatan-peringatan hari suci lainnya,
akan merasa menerima berkah kalau mendapat percikan air paritta. Apakah benar
air paritta adalah berkah, dan mereka yang tidak hadir atau tidak mendapatkan
air paritat adalah tidak mendapatkan berkah? Sesungguhnya persoalan berkah ini
sudah ada sejak zaman sang Buddha. Pernah masyarakat pada waktu itu memberikan
tentang berkah. Kelompok yang satu mempunyai pandangan lain dengan kelompok yang
lain. Orang yang satu mempunyai pengertian berbeda dengan yang lainnya.
Dikisahkan bahwa persolan berkah yang sesungguhnya itu menjadi ramai dibicarakan
sampai 12 tahun lamanya. Tidak ada kesepakatan yang dicapai. Sampai-sampai di
dalam kitab suci dicatat, persoalan berkah masuk juga ke alam dewa. Mereka
memperdebatkan juga dengan sengit, apakah berkah itu?</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Akhirnya, persoalan berkah ini sampai kepada Sang
Buddha. Kepada Beliau yang sempurna pengetahuannya, yang telah menemukan dan
mencapai jalan Ketuhanan. Yang telah menunjukkan kepada kita tentang adanya Yang
Mutlak, Yang Esa, sehingga tumbuh harapan dan keyakinan bagi kita untuk bisa
bebas dari lingkaran penderiataan ini. Sang Buddha memberi jawaban tentang
persoalan berkah ini dengan sangat unik. Suatu jawaban yang tidak pernah kita
duiga-duga sebelumnya. Sang Buddha sama sekali tidak pernah memberi jawaban
demikian: <br /> “O, air yang sudah disembahyangkan, dan kemudian dipercikan
kepadamu, itulah berkah!” <br /> Atau: <br /> “Mempunyai anak yang lahir pada hari
ini atau itu, dalam bulan ini atau itu; itulah yang Ku-nyatakan berkah!”
<br />Tetapi Sang Buddha memberikan jawaban tentang berkah, bahkan utama, pada
bagian pertama sekali dalam kotbah Beliau tentang berkah adalah demikian:</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> “Tidak bergaul dengan orang bodoh <br /> Bergaul
dengan mereka yang bijaksana <br /> Menghormati mereka yang patut dihormati
<br /> Itulah Berkah Utama” <br /> <br /> Manggala Sutta atau kotbah tentang Berkah
yang diberikan Sang Buddha tersebut berisi uraian berkah dari yang paling rendah
sampai ke berkah yang paling tinggi. Pertama sekali Sang Buddha menunjukkan
bahwa, tidak bergaul dengan orang-orang bodoh adalah berkah. Siapakah
sesungguhnya orang-orang bodoh itu?Yang dimaksud dengan orang bodoh adalah; yang
menganggap bahwa membunuh, mencuri, berzina bukan perbuatan jahat.
Mereka-mereka menganggap bahwa perbuatan baik dan jahat sama sekali tidak
berakibat. Mereka-mereka inilah orang-orang bodoh yang harus kita hindari.
manusia tidak lepas dari pengaruh sekelilingnya,. Kita pun belum mencapai
kesucian</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Kalau kita selalu bergaul dengan orang-orang yang
tidak memperdulikan moral, maka kita bisa ikut menjadi tidak bermoral. memang
sudah seharusnya kita sayang kepada mereka. Kita perlu menuntun kehidupan mereka
ke arah yang benar. Tetapi kita harus ingat juga;bahwa bukannya tidak mungkin
kita terpengaruh oleh cara -cara hidup mereka. oleh karena itu, kita harus
menjaga diri dengan baik pada saat berhubungan dengan mereka yang tidak
mengindahkan nilai-nilai moral. Janganlah kita menganggap bahwa kita adalah
orang yang sama sekali tidak bisa terpengaruh. <br />Selanjutnya dinyatakan dalam
Manggala Sutta bahwa, mempunyai kesempatan bergaul dengan orang-orang yang
bijaksana adalah berkah. Orang bijaksana selalu memberi semangat kepada kita
pada waktu kita lupa. Bergaul dengan orang yang bijaksana akan memberi manfaat
besar bagi kehidupan kita. Kemudian kalimat selanjutnya: Bisa memberi
penghormatan kepada mereka yang sudah selayaknya dihormati adalah berkah.</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Dalam bagian selanjutnya, Sang Buddah menyatakan
demikin : <br /> “ Hidup di negara yang tepat <br /> Mempunyai kebajikan dalam hidup
yang lampau <br /> Menuntun diri ke arah yang benar <br /> Itulah Berkah Utama”
<br /> <br /> Hidup di negara yang tepat adalah suatu berkah. Apakah yang dimaksud
dengan negara yang tepat, yang merupakan berkah itu? Negara yang merupakan
berkah, adalah bila di negara itu hidup ajaran Dharma, hidup ajaran agama.
Sebaliknya, bila seseorang hidup di suatu negara yang tidak memperhatikan dan
bahkan melarang kehidupan beragama. Negara yang rakyatnya harus menganggap bahwa
kehidupan ini tidak ada akibat atau pertanggungan jawab lagi atas
perbuatan-perbuatan kita. Di negara yang tidak bisa menghayati ajaran agama,
ajaran Dharma, untuk mencapai kebahagiaan lahir dan keluhuran batin. Maka
berarti hidup di negara yang tidak memungkinkan seseorang menempuh jalan untuk
mengakhiri penderitaan.</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Berbahagialah kita yang lahir di tanah air ini, di
negara Indonesia, dimana Pancasila menjadi landasan berdirinya kemerdekaan. Di
negara Pancasila, Ketuhanan Yng Maha Esa diletakkan di tempat utama, bukan
disisihkan. Disini kehidupan beragama, ajaran agama, ajaran Dharma, tumbuh
dengan, baik , bahkan pemerintah memberikan perhatian sangat besar. Kehidupan
keagamaan adalah kehidupan yang membentuk manusia berketuhanan. Di negara yang
berketuhanan kita mendapatkan kesempatan menghayati Dharma. Dasar Ketuhanan Yang
Maha Esa memperkuat harapan bagi umat Buddha, memperkuat, keyakinan umat Buddha
untuk mencapai kebebasan mutlak. Sebaliknya di suatu negara yang Ketuhananya
disisihkan, bahkan dimusuhi, maka harapan umat Buddha dibuat suram dan keyakinan
mereka untuk bebas dari penderitaan dihancurkan. Itulah sebabnya Sang Buddha
menunjukkan kepada kita, bahwa hidup di negara yang tepat ( Patirupadesavaso),
di negara di mana ajaran agama, ajaran Dharma hidup dengan baik adalah merupakan
berkah. Bagi umat Buddha negara merdeka, negara Pancasila kita ini, adalah
negara yang membawa berkah utama. Dan sesungguhnya atas Pancasila itulah yang
membuat negara ini memenuhi definisi Dharma untuk tepat disebut sebagai: Negara
Berkah Utama.</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Selanjutnya marilah kita ikuti jawaban Sang Buddha
tentang apakah berkah utama yang lain. hal tersebut dapat dilihat pada
penjelasan di bawah: <br /> “Memiliki pengetahuan dan kertrampilan <br /> Terlatih
baik dalam tata susila <br /> Ramah tamah dalam ucapan <br /> Itulah Berkah
Utama</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Membantu ibu dan ayah <br /> Mendukung anak dan
istri <br /> Bekerja tanpa cela <br /> Itulah Berkah Utama</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Berdana dan hidup sesuai Dharma <br /> Menolong
sanak saudara <br /> Bekerja tanpa cela <br /> Itulah Berkah Utama</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Menjahui, tak melakukan kejahatan <br />
Menghindari minuman keras <br /> Tekun melaksanakan Dharma <br /> Itulah Berkah
Utama</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Selalu hormat dan rendah hati <br /> Merasa puas dan
terima kasih <br /> Mendengarkan Dharma pada saat yang sesuai <br /> Itulah Berkah
Utama</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Sabar, rendah hati bila diperingatkan <br />
Mengunjungi para Samana <br /> Membahas Dharma pada saat yang sesuai <br /> Itulah
Berkah Utama</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Bersemangat, menjalani hidup suci <br /> Menembus
Empat Kebenaran Ariya <br /> Serta mencapai kebebasan sejati <br /> Itulah Berkah
Utama</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Meskipun tergoda hal-hal duniawi <br /> Namun
batin tak tergoyahkan <br /> Tiada susaah, tanpa noda, penuh damai <br /> Itulah
Berkah Utama.”</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Dari jawaban Sang Buddha di atas, akan terlihat
bahwa memiliki pengetahuan luas dan ketrampilan adalah termasuk memiliki
pengetahuan sempit, yang malas menuntut ilmu, yang tidak mempunyai ketrampilan,
adalah orang-orang yang tidak memiliki berkah Utama. Sang Buddha sendiri
menunjukkan bahwa pengetahuan dan ketrampilan adalah berkah utama. Dan memang
pengetahuan dan ketrampilan adalah salah satu syarat untuk berhasilnya
pembangunan lahir-batin kita. Sejak dahulu Sang Buddha mengingatkan kepada kita
untuk mempunyai berkah dalam kehidupan ini, salah satunya adalah dengan menuntut
ilmu seluas mungkin dan mempunyai ketrampilan. <br /> Jadi tidak benar, kalau ada
sementara pendapat yang mengatakan bahwa agama Buddha mengajarkan hal-hal yang
serba supra-natural, acuh tak acuh dengan kehidupan sosial kemasyarakatan,
bahwkan menyuruh umatnya untuk menjadi petapa di hutan -hutan . Hal ini sama
sekali tidak benar.</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Selanjutnya Sang Buddha pun menyatakan: Orang, yang
bisa memberikan bantuan kepada ibu dan ayah yang bisa memberikan bantuan kepada
ibu dan ayah, selalu memenuhi kewajiban kepada anak dan istri, atau suami,
bekerja bebas dari pertentangan : adalah juga berkah Utama. <br /> Lebih tinggi
lagi, Sang Buddha menunjukkan: kalau kita mempunyai kerendahan hati, kalau bisa
mempunyai kerendahan hati, kalau bisa mempunyai rasa puas dan tahu berterima
kasih; inilah berkah utama. Jadi sebaliknya, orang yang tinggi hati, sombong
adalah orang yang tidak memiliki berkah. Orang yang keserakahannya besar, yang
tidak mengenal puas, artinya:selalu menuntut hasil jauh lebih besar dari usaha
yang dilakukan ;orang itu tidak memiliki berkah.</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Sang Buddha menunjukkan: orang yang sabar adalah
orang memiliki berkah utama. Orang yang bersemangat adalah orang memiliki berkah
utama. Hidup dalam kerukunan dan persatuan adalah kebahagian, tetapi orang yang
mengusahakan persatuan dan kerukunan serta orang yang mempunyai tapo, artinya:
semangat untuk membangun kerukunan dan persatuan adalah orang yang memiliki
berkah utama.</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Akhirnya Sang Buddha menyatakan: mencapai kebebasan
dari lingkaran penderitaan, tiada susah, tanpa noda dan penuh damai, inilah
berkah utama tertinggi. Kalau diperinci, terdapat 38 berkah utama dan, pada
penutup Kotbah tentang Berkah yang terkenal itu, Sang Buddha mengatakan:
<br />Karena dengan mengusahakan hal-hal itu <br />Manusia tak terkalahkandi
mnanapun juga <br />Serta berjalan aman ke man saja <br />Itulah Berkah Utama
mereka.</span>
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Dengan berkah kehidupan ini, marilah kita bangun
kehidupan kita masing-masing lahir dan batin. Karena dengan mulai membangun
keluarga dan masyarakat di mana kita hidup secara bersama-sama. Sungguh bahagia,
dapat membangun lahir dan batin dalam Berkah Utama ini.***</span><br />
<hr />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0">
<tbody>
<tr>
<td width="100%"><div align="right">
<span style="font-family: Verdana; font-size: xx-small;"><b><i>Sumber:</i></b></span></div>
</td></tr>
<tr>
<td width="100%"><div align="right">
<span style="font-family: Verdana; font-size: xx-small;"><i>Kumpulan Dhammadesana Sri Paññavaro
Thera Jilid 1</i></span></div>
</td></tr>
</tbody></table>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/18425101922327995183noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-67449391885830622322012-02-23T23:18:00.002+07:002012-02-23T23:18:47.805+07:00Ramalan vs Kamma<br />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" height="35">
<tbody>
<tr>
<td height="5" valign="top" width="100%"><em><span style="font-family: Verdana;">
</span></em><div align="right">
<em><span style="font-family: Verdana;"><span style="font-size: xx-small;">oleh: Subalaratano
Thera</span></span></em></div>
</td></tr>
</tbody></table>
<div align="center">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><b><span style="color: blue;">NAMO TASSA
BHAGAVATO ARAHATO SAMMASAMBUDDHASSA 'SUKHO PUÑÑASSA
UCCAYO,</span>"Kebahagiaan seseorang timbul akibat dari menumpuk jasa
kebajikan"</b> </span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Dewasa ini seringkali Umat
Buddha masih banyak yang sangat menggantungkan sikapnya kepada ramalan ahli
nujum. Apalagi kalau umat Buddha yang masih awam dengan Buddha-Dhamma. Mereka
umumnya belum mempunyai pengertian mendalam mengenai apa yang diajarkan oleh
<span style="color: red;">Buddha Gotama</span>. </span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Ternyata situasi kemajuan materi
juga merupakan pendorong bagi suburnya praktek ramal meramal. Hal ini tidak lain
karena manusia yang sedang mengejar materi biasanya lupa untuk membina batin
atau menghayati ajaran Agama <span style="color: blue;"><i>(Dhamma)</i></span> secara
benar. Masalah yang berkaitan dengan "kebatinan" diserahkan kepada para
peramal.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Tidak mengherankan bila kita
mendengar bahwa beberapa pemimpin negara maju di bidang materi juga masih
terikat dan percaya kepada ramalan ahli nujum.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Pada zaman dahulu raja-raja
disamping memiliki penasihat pemerintahan juga biasanya memiliki penasihat batin
yang tugasnya memberikan pendapat mengenai arti ramalan, mimpi atau
kejadian-kejadian yang terjadi dan dianggap merupakan ramalan di masa yang akan
datang.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Buddha-Dhamma yang telah
diwariskan oleh <span style="color: red;">Buddha Gotama</span> bukan menolak ramal
meramal atau memojokkan para ahli nujum. Dengan membabarkan Hukum Kesunyataan
Kamma, <span style="color: red;">Buddha Gotama</span> berusaha mendidik manusia agar
lebih mandiri ketimbang bergantung kepada ramalan saja. Sebab manusia yang cara
berpikirnya selalu tergantung kepada ramalan, tidak akan menjadi "manusia
dewasa" meskipun umurnya sudah setengah abad sekalipun.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Diperlukan suatu usaha bagi umat
Buddha yang mau menjadi "manusia dewasa" bisa menempatkan soal ramal meramal ini
pada tempat yang tepat bukan sebagai tujuan hidup.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Dalam riwayat <span style="color: red;">Buddha Gotama</span> dapat kita baca bagaimana para peramal yang
ahli dari <span style="color: red;">Raja Sudhodana</span> memberikan arti ramalan
setelah melihat putra mahkota Kapilavasthu, yang kemudian menjadi <span style="color: red;">Buddha Gotama</span>. Mereka yang tergolong ahli masih tidak bisa
memberikan ramalan yang tepat, tapi masih ada dua kemungkinan, yaitu bila
pangeran menjadi raja akan menjadi Raja dunia, tapi bila pangeran menempuh hidup
bertapa ia akan menjadi Orang Suci.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Begitu pula ketika permaisuri
<span style="color: red;">Raja Bimbisara</span> mengandung diramalkan oleh ahli
ramalnya bahwa putra yang akan lahir nantinya akan menjadi musuh dari <span style="color: red;">Raja Bimbisara</span>. Agar tidak terjadi maka dibuat "kias" putra
yang akan lahir diberi nama <span style="color: red;">Ajatasathu</span> artinya musuh
tidak lahir. Kemudian hari ternyata "kias"nya kurang manjur, <span style="color: red;">Ajatasathu</span> benar-benar membunuh ayahnya secara tidak
langsung. Tapi setelah <span style="color: red;">Buddha Gotama</span> memberikan
ajaran Dhamma, barulah <span style="color: red;">Ajatasathu</span> menjadi raja yang
baik.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Dalam cerita mengenai <span style="color: red;">Y.A. Angulimala</span>, dikisahkan bahwa ketika beliau dilahirkan
seluruh senjata di kerajaan <span style="color: red;">Pasenadi Kosala</span> bersinar
gemerlapan. Menurut para ahli nujum anak yang lahir saat itu akan menimbulkan
malapetaka. Maka ayahnya seorang bendaharawan memberi nama: <span style="color: red;">Ahimsaka</span>, artinya yang tidak menimbulkan kekerasan. Apa
yang terjadi kemudian adalah karena fitnahan dari saudara seperguruannya <span style="color: red;">Ahimsaka</span> menjadi pembunuh yang kejam dan diberi nama <span style="color: red;">Angulimala</span>. Baru setelah mendapat wejangan Dhamma dari
<span style="color: red;">Buddha Gotama</span>, beliau insyaf dan menjadi Bhikkhu yang
dikemudian hari mencapai kesucian Arahat.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Jadi jelas bahwa ilmu meramal
itu memang ada, tetapi hendaknya janganlah umat Buddha beranggapan bahwa ramal
meramal itu terlepas dari Hukum Kamma apalagi kalau
mempertentangkannya.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Ramalan itu hanya sebagian kecil
mengungkapkan tentang proses Hukum Kamma. Maka <span style="color: red;">Buddha
Gotama</span> tidak merasa perlu untuk mengajarkan ilmu tersebut, mengingat
keterbatasan daya pikiran manusia yang masih penuh dengan <span style="color: blue;"><i>kilesa</i></span> (noda). Padahal bilamana kekotoran batin ini
telah dilenyapkan maka kemampuan mengetahui yang akan terjadi bisa dimiliki.
Seperti bila awan gelap telah dihembus angin, maka angkasa akan terlihat terang
benderang.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Dalam <span style="color: blue;"><i>Sinsapa-sutta</i></span>, jelas <span style="color: red;">Buddha
Gotama</span> telah mengingatkan kita bahwa apa yang diajarkan oleh Beliau
meskipun sangat sedikit yang sangat banyak tidak diajarkan. Tetapi yang sedikit
ini adalah "jalan langsung" <span style="color: blue;"><i>(ekayanamaggo)</i></span>
untuk merealisir Nibbana. Sedangkan yang sangat banyak termasuk di dalamnya
segala ilmu ramal meramal, bila diajarkan bukan saja merupakan jalan
berputar-putar dalam lingkaran tumimbal lahir, malah bisa menyesatkan manusia
masuk ke <span style="color: blue;"><i>Apaya bhumi</i></span> (alam
menderita).</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Oleh karena itu umat Buddha
dewasa ini hendaknya berhati-hati agar tidak salah mengerti mengingat dalam
zaman materialistis orang sering "mencatut" nama <span style="color: red;">Buddha</span> untuk cari sesuap nasi. Maka banyak ilmu-ilmu ramal
meramal dikait-kaitkan kepada nama <span style="color: red;">Sang Buddha</span> demi
income yang berlimpah ruah.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Dalam satu uraian cerita
Perjalanan ke Barat <span style="color: blue;"><i>(Seeyu kie)</i></span>, Siluman
Monyet <span style="color: red;">(Sun Go Kong)</span> ketika belajar ilmu kepada <span style="color: red;">Potecousu</span> seorang Arahat ditanyakan mau belajar ilmu apa.
Karena ada 36000 ilmu jalan samping dan hanya ada 1 ilmu jalan tengah. Siluman
monyet bertanya mana ilmu yang menuju kepada keabadian (tidak mati), Arahat itu
menjawab kalau mau abadi harus belajar ilmu jalan tengah, bukan ilmu-ilmu jalan
samping yang jumlahnya sangat banyak. Ternyata Siluman Monyet itu memilih ilmu
jalan tengah. Maka bilamana seekor monyet saja mau mencari jalan lurus mengapa
manusia sukanya jalan serong saja, kan sayang sekali (ini kata pengarangnya
lho).</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Mengingat bahwa ramal meramal
dewasa ini sering membingungkan umat Buddha maka marilah kita letakkan di tempat
yang tepat. Seperti seorang yang belum mengerti tentang listrik, karena setiap
kali menghidupkan lampu selalu menekan saklar di tembok. Ia berpikir bahwa
sumber listrik ada dalam saklar itu. Sumbernya arus listrik bukan pada saklar,
tapi dibangkitkan oleh generator di tempat lain dan masih banyak lagi
faktor-faktornya tidak begitu sederhana yang dibayangkan oleh yang tidak
mengerti.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Buddha-Dhamma tidak menolak
seluruh ramalan, tapi menempatkannya sebagai suatu peta hidup, yang masih bisa
berubah dan bergantung kepada orangnya, bagaimana setelah diramalkan. Kalau
orang diramalkan akan mendapat bahaya, ia pasip tidak mau berusaha berbuat
kebajikan, maka bahaya itu dengan bebas akan menimpa dirinya. Seperti sudah tahu
akan kehujanan, tidak mau cari payung pasti akan basah kuyup, tapi kalau punya
payung meskipun kehujanan tidak sampai basah kuyup. Sebaliknya kalau dapat
ramalan akan dapat rejeki besar, lalu pasip malahan malas bekerja pasti
rejekinya juga tidak datang, kalau datang ya, tidak besar. Sebaliknya kalau
berusaha giat dan tekun, maka rejeki pasti bisa berlimpah ruah.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Maka jelaslah bahwa ramalan
hanya mengungkapkan sebagian kecil proses Hukum Kamma dan <span style="color: blue;"><i>Punnabbhava</i></span> tidak bertentangan. Bila umat Buddha
sudah memiliki keyakinan terhadap Hukum Kesunyataan ini yang disebut <span style="color: blue;"><i>Kamma-niyama</i></span> tidak perlu lagi ragu akan
keabsahannya. Apalagi masih mau cari ramalan yang sebenarnya telah tercakup
dalam uraian <span style="color: red;">Y.A. Buddhagosa</span>.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Dilihat dari <b>kekuatannya</b>,
<span style="color: blue;"><i>Kamma</i></span> (perbuatan) dibagi:</span></div>
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0">
<tbody>
<tr>
<td nowrap="nowrap" valign="top" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">1.</span></td>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i><span style="color: blue;">Garuka-kamma</span></i>, yang memiliki kekuatan yang dasyat dan
tahan lama.</span></td></tr>
<tr>
<td nowrap="nowrap" valign="top" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">2.</span></td>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><span style="color: blue;"><i>Acinna-kamma</i></span> atau <i><span style="color: blue;">Bahula-kamma</span></i>, yang dilakukan berdasarkan kebiasaan yang
rutin.</span></td></tr>
<tr>
<td nowrap="nowrap" valign="top" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">3.</span></td>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i><span style="color: blue;">Asanna-kamma</span></i>, yang dibuat menjelang sebelum kematian
seseorang.</span></td></tr>
<tr>
<td nowrap="nowrap" valign="top" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">4.</span></td>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i><span style="color: blue;">Katatta-kamma</span></i>, yang bersifat mekanik dan memiliki
dorongan kehendak yang lemah.</span></td></tr>
</tbody></table>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Dipandang dari <b>fungsinya</b>,
<i><span style="color: blue;">kamma</span></i> (perbuatan) dibagi:</span></div>
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0">
<tbody>
<tr>
<td nowrap="nowrap" valign="top" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">1.</span></td>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i><span style="color: blue;">Janaka-kamma</span></i>, berfungsi menentukan
kelahiran.</span></td></tr>
<tr>
<td nowrap="nowrap" valign="top" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">2.</span></td>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i><span style="color: blue;">Upathambhaka-kamma</span></i>, berfungsi menambah atau mendorong
hasil yang seharusnya diterima.</span></td></tr>
<tr>
<td nowrap="nowrap" valign="top" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">3.</span></td>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i><span style="color: blue;">Upapilaka-kamma</span></i>, berfungsi mcngurangi atau merendam
hasil yang seharusnya diterima.</span></td></tr>
<tr>
<td nowrap="nowrap" valign="top" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">4.</span></td>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i><span style="color: blue;">Upaghataka-kamma</span></i>, berfungsi memotong atau melenyapkan
hasil yang seharusnya diterima.</span></td></tr>
</tbody></table>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Berdasarkan <b>waktu
masaknya</b>, <span style="color: blue;"><i>kamma</i></span> (perbuatan)
dibagi:</span></div>
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0">
<tbody>
<tr>
<td nowrap="nowrap" valign="top" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">1.</span></td>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i><span style="color: blue;">Ditthadhammavedaniya-kamma</span></i>, yang dapat masak dalam
kehidupan sekarang ini juga.</span></td></tr>
<tr>
<td nowrap="nowrap" valign="top" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">2.</span></td>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i><span style="color: blue;">Uppajjavedaniya-kamma</span></i>, yang masaknya dalam satu
kehidupan yang akan datang.</span></td></tr>
<tr>
<td nowrap="nowrap" valign="top" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">3.</span></td>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i><span style="color: blue;">Aparaparavedaniya-kamma</span></i>, yang masaknya dua atau
beberapa kehidupan yang akan datang.</span></td></tr>
<tr>
<td nowrap="nowrap" valign="top" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">4.</span></td>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i><span style="color: blue;">Ahosi-kamma</span></i>, telah habis masa kekuatannya sehingga
tidak menghasilkan apa-apa lagi atau karena telah habis masa
buahnya.</span></td></tr>
</tbody></table>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Dengan demikian Buddha-Dhamma
telah membabarkan prinsip dan Hukum Kamma sebagai suatu <span style="color: blue;"><i>paramatha</i></span> (kesunyataan mutlak) yang mengatur alam
semerta ini termasuk isinya.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Apakah manusia menerima atau
tidak bukan masalah bagi Hukum kesunyataan itu. Seperti juga pada hukum fisika
lainnya, kita melihat apakah manusia menerima atau tidak, hukum itu jalan terus
tanpa menghentikan prosesnya.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Semoga dalam saat kita kembali
mengagungkanTri Suci Wesak 2534, kita semua akan tambah dalam menghayati
Dhamma-Vinaya sehingga keyakinan makin kuat.</span></div>
<div align="left">
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> <span style="color: blue;"><i>Sabbe
satta bhavantu sukhitatta</i></span>, semoga semua hidup
sejahtera.***</span></div>
<hr />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0">
<tbody>
<tr>
<td>
<div align="right">
<span style="font-family: Verdana; font-size: xx-small;"><strong><em>Sumber:</em></strong></span></div>
</td></tr>
<tr>
<td>
<div align="right">
<span style="font-family: Verdana; font-size: xx-small;"><em>BUDDHA CAKKHU No.17/XI/90; Yayasan
Dhammadipa Arama.</em></span></div>
</td></tr>
</tbody></table>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/18425101922327995183noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-16772229277508350272012-02-23T23:01:00.000+07:002012-02-23T23:01:17.460+07:00Memberi Dalam Dhamma Berarti Menambah<br />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0">
<tbody>
<tr>
<td align="right" valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana;"><strong>
</strong></span><div align="right">
<span style="font-family: Verdana;"><strong></strong><em><small>oleh: Bhikkhu
Subalaratano</small></em></span></div>
</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Banyak orang terutama yang berwatak kikir
akan tertawa mendengar kata-kata di atas. Karena baginya, orang yang telah
memberikan sesuatu pasti akan mengurangi apa yang dimilikinya. Mana mungkin
miliknya akan bertambah. Hal itu karena ia hanya melihat dengan menggunakan kaca
mata duniawi, batinnya masih sangat terikat atau melekat kepada apa yang
dimilikinya sekarang. Ia belum sadar bahwa apa yang dimiliki itu adalah
merupakan buah dari kedermawanannya dahulu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Di jaman Sang Buddha, seorang yang sangat
kikir bernama <span style="color: red;">Toddeya</span>, karena kedunguannya ia terikat
kepada hartanya demikian hebat, setelah mati ia tumumbal lahir menjadi seekor
anjing yang menjaga tempat dimana ia menyembunyikan hartanya itu. Barulah
setelah Sang Buddha membuka tabir yang tak terlihat oleh mata manusia biasa
kepada anak <span style="color: red;">Toddeya</span>, persoalan itu menjadi jelas.
Anak tersebut kemudian sadar bahwa harta yang dimiliki oleh si dungu bukan
memberikan kebahagiaan, tapi sebaliknya akan membawa orang itu ke alam
penderitaan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Oleh karena itu bila kita menginginkan
kebahagiaan yang benar, berbuatlah kebaikan dengan mengembangkan kedermawanan
terhadap sesamanya. Sesuai dengan ajaran Sang Buddha, para umat dianjurkan untuk
mengembangkan kedermawanannya. Memberikan dana kepada para bhikkhu, Samanera,
fakir miskin dan usaha sosial bagi kesejahteraan masyarakat.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Adalah menjadi kewajiban atas dasar cinta
kasih bagi para bhikkhu menerima dana makanan yang dipersembahkan oleh umat
<span style="color: blue;"><i>(pindapata)</i></span>. Karena hal itu memberikan
kesempatan kepada para umat mendapatkan ladang subur untuk menanam bibit
kebajikan sesuai dengan kemampuannya. Kebajikan yang ditanam di tempat yang
subur pasti akan menghasilkan buah kebahagiaan dikemudian hari.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Sang Buddha sangat memuji sikap <span style="color: red;">Y.A. Maha Kassapa</span> yang dalam melakukan pindapata, selalu
berjalan di tempat mereka yang kurang mampu. Maksudnya agar mereka mendapat
kesempatan lebih dahulu untuk menanam kebajikan, sehingga keadaan mereka bisa
segera berubah menjadi lebih baik. Bagi mereka yang dapat memberikan dana kepada
orang suci memang sangat beruntung, karena kebajikan tersebut mempunyai kekuatan
yang luar biasa. Dalam salah satu <b>sutta</b> yang diceritakan bahwa dana yang
diberikan kepada seorang Arahat biasanya dalam 7 hari dapat memberikan
buahnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Maka demi kebaikan para Umat, Sang Buddha
meletakkan peraturan bagi para bhikkhu <span style="color: blue;"><i>(Patimokhasila)</i></span>. Jika para Bhikkhu-Sangha selalu
kokoh dalam Dhamma-Vinaya, maka mereka adalah merupakan ladang subur bagi para
umat. Oleh karena itu para umat juga berkewajiban menyokong agar para
Bhikkhu-Sangha kokoh dalam sila-silanya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Dengan demikian para umat tidak kehilangan
ladang subur untuk menanam bibit kebajikannya. Menurut hukum Kamma dan <span style="color: blue;"><i>Punnabbhava</i></span>, keadaan kita sekarang adalah merupakan
buah dari perbuatan yang mendahuluinya. Jadi kalau sekarang kita miskin, adalah
disebabkan perbuatan kita yang lampau, yaitu tidak dermawan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Cara yang tepat untuk mereka yang
menginginkan cita-citanya tercapai, usahanya maju atau memperbaiki hidupnya
ialah dengan jalan membuat kebajikan sebanyak-banyaknya. Tidaklah benar bahwa
kekayaan dapat diminta di tempat keramat. Karena kekayaan seperti itu tidak akan
memberikan kebahagiaan sejati. Hal ini hanya dikerjakan oleh mereka yang ingin
cepat dan mudah memperoleh kekayaan semu tanpa memikirkan akibat yang pahit
dikemudian hari.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Kita memang tidak dapat menentukan kapan
kebajikan itu akan diterima. Tetapi pemberian seorang bijaksana memiliki 8 sifat
mulia yang dapat mempercepat masaknya buah kebajikan itu:</span><br />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0">
<tbody>
<tr>
<td nowrap="nowrap" rowspan="2" valign="top" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">1.</span></td>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><span style="color: blue;"><i><b>Sucim-deti</b>:</i></span> dana barang yang bersih
(suci).</span></td></tr>
<tr>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Barang yang diberikan
benar-benar diperoleh dengan cara yang benar sesuai dengan Dhamma. Jadi bukan
barang yang diperoleh dengan cara salah.</span></td></tr>
<tr>
<td nowrap="nowrap" rowspan="2" valign="top" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">2.</span></td>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><span style="color: blue;"><i><b>Panitam-deti</b>:</i></span> dana barang yang
terbaik.</span></td></tr>
<tr>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Barang yang diberikan
adalah merupakan yang terbaik atau terpilih dari yang dimiliki. Jadi mungkin
saja bagi seorang miskin, sekepal nasi merupakan yang terbaik dari yang
dimilikinya.</span></td></tr>
<tr>
<td nowrap="nowrap" rowspan="2" valign="top" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">3.</span></td>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i><span style="color: blue;"><b>Kalena-deti</b>:</span></i> dana diberikan tepat pada
waktunya.</span></td></tr>
<tr>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Seperti menanam bibit,
subur tidaknya juga tergantung pada musim yang tepat. Demikian juga pemberian
barang atau dana makanan harus tepat pada waktu dimana barang itu dibutuhkan.
Pemberian makanan kepada bhikkhu atau samanera tepat diberikan pada waktu
pindapata, atau sebelum lewat tengah hari.</span></td></tr>
<tr>
<td nowrap="nowrap" rowspan="2" valign="top" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">4.</span></td>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i><span style="color: blue;"><b>Kappiyam-deti</b>:</span></i> dana barang yang layak
diberikan.</span></td></tr>
<tr>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Barang yang diberikan
hendaknya dapat bermanfaat bagi yang menerima dan bukan yang membahayakan. Jadi
pemberian yang mencelakakan penerimanya tidak disebut sebagai dana. Misalnya
pemberian candu, alkohol dan sebagainya yang menyebabkan penerimanya menjadi
mabuk.</span></td></tr>
<tr>
<td nowrap="nowrap" rowspan="2" valign="top" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">5.</span></td>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i><span style="color: blue;"><b>Viccheya-deti</b>:</span></i> berdana secara
bijaksana.</span></td></tr>
<tr>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Dalam memberikan dana
hendaknya dipilih orang yang tepat menerima atau penyalurnya. Seperti menanam
bibit kita membutuhkan ladang yang subur. Pemberian dana kepada orang yang
silanya kokoh pasti akan berbuah lebih baik daripada orang yang silanya kurang
kokoh atau tidak memiliki sila (kemoralan).</span></td></tr>
<tr>
<td nowrap="nowrap" rowspan="2" valign="top" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">6.</span></td>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i><span style="color: blue;"><b>Abhinam-deti</b>:</span></i> melaksanakan dana harus tetap
(kontinyu).</span></td></tr>
<tr>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Orang tidak semua dapat
berdana dengan jumlah yang besar sekali saja. Maka hendaknya tanpa jemu
laksanakanlah dana terus menerus dimana ada kesempatan sesuai dengan kemampuan.
Sang Buddha bersabda: "Kebajikan yang dilakukan terus-menerus laksana menitiknya
air, lama-lama dapat memenuhi sebuah tempayan".</span></td></tr>
<tr>
<td nowrap="nowrap" rowspan="2" valign="top" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">7.</span></td>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i><span style="color: blue;"><b>Dadam cittam pasadeti</b>:</span></i> berdana harus
dilaksanakan dengan pikiran tenang dan rela.</span></td></tr>
<tr>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Ketenangan dan kerelaan
merupakan sifat mulia yang menambah harumnya kebajikan.</span></td></tr>
<tr>
<td nowrap="nowrap" rowspan="2" valign="top" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">8.</span></td>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i><span style="color: blue;"><b>Datva attamano hoti</b>:</span></i> setelah berdana batin
merasa senang.</span></td></tr>
<tr>
<td valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">Kesenangan dan kebahagiaan
ini dapat kita limpahkan dengan merenungkan kepada para leluhur kita. Hal ini
bisa dicapai bilamana dalam berdana batin tidak melekat. Kebahagiaan ini masih
terasa bila ingatan itu timbul kembali dalam
pikiran.</span></td></tr>
</tbody></table>
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Dengan memiliki 8 sifat mulia ini, orang
bijaksana tidak akan ragu bahwa kebajikan yang dilaksanakan pasti akan cepat
berbuah, menghasilkan keberuntungan dan kebahagiaan di dalam hidupnya. Jadi
benarlah kata-kata: "memberi dalam dhamma berarti menambah".***</span><br />
<hr />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0">
<tbody>
<tr>
<td>
<div align="right">
<span style="font-family: Verdana; font-size: xx-small;"><strong><em>Sumber:</em></strong></span></div>
</td></tr>
<tr>
<td>
<div align="right">
<span style="font-family: Verdana; font-size: xx-small;"><em>Bunga Rampai Dhammadesana, Bhikkhu
Subalaratano (penyusun)</em></span></div>
</td></tr>
</tbody></table>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/18425101922327995183noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-2748061568206606272012-02-23T22:49:00.000+07:002012-02-23T22:49:42.668+07:00Kekuatan Paritta Untuk Mengatasi Rintangan-Rintangan Dalam Kehidupan<br />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0">
<tbody>
<tr>
<td align="right" valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana;"><strong>
</strong></span><div align="right">
<span style="font-family: Verdana;"><strong></strong><em><small>oleh: Bhikkhu
Subalaratano</small></em></span>
</div>
<hr />
</td></tr>
</tbody></table>
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0">
<tbody>
<tr>
<td>
<div align="center">
<span style="color: red; font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i>Namo tassa bhagavato
Arahato Sammasambuddhassa</i></span></div>
</td></tr>
<tr>
<td>
<div align="center">
<span style="color: red; font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i>Namo tassa bhagavato
Arahato Sammasambuddhassa</i></span></div>
</td></tr>
<tr>
<td>
<div align="center">
<span style="color: red; font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i>Namo tassa bhagavato
Arahato Sammasambuddhassa</i></span></div>
</td></tr>
</tbody></table>
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0">
<tbody>
<tr>
<td>
<div align="center">
<span style="color: blue; font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i>"Katâ me rakkhâ, katâ
me parittâ"</i></span></div>
</td></tr>
<tr>
<td>
<div align="center">
<span style="color: blue; font-family: Verdana; font-size: x-small;"><i>Penangkal yang dibuat
ini, semoga menjadi pelindung.</i></span></div>
</td></tr>
</tbody></table>
<hr />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Paritta (Pali) atau Paritrana (Sanskrit)
dan Pirit (diucapkan sebagai: pirith dalam bahasa Sinhala) pada pokoknya berarti
<i>perlindungan</i>. Paritta-sutta atau khotbah Sang Buddha merupakan
perlindungan yang kuat. Perlindungan ini diperoleh dari mendengar atau membaca
<i><span style="color: blue;">Paritta-sutta</span></i>. Pelaksanaan membaca dan
mendengar paritta-sutta ini telah dilakukan sejak awal sejarah Buddha-Dhamma.
Kata paritta digunakan oleh Sang Buddha pertama kali dalam suatu khotbah yang
dikenal sebagai <i><span style="color: blue;">"Khanda-paritta"</span></i> dalam
<i><span style="color: blue;">Culla-vagga</span></i> (Vinaya Pitaka III, hal.109). Kita
dapat pula menjumpai kata ini pada <i><span style="color: blue;">Anguttara-nikaya</span></i> dalam judul <i><span style="color: blue;">"Ahi (metta) sutta"</span></i> jilid III, hal.72. Khotbah ini
dianjurkan oleh Buddha untuk dipergunakan para anggota Sangha sebagai suatu
perlindungan atau penjaga. Sang Buddha dalam khotbah ini menekankan agar para
Bhikkhu memancarkan metta atau cinta kasih kepada semua makhluk hidup.
Sesungguhnya pembacaan paritta menimbulkan ketenangan batin bagi mereka yang
mendengarkan asalkan menggunakan pikiran dan akal budinya. Begitu pula bagi
mereka yang telah memiliki keyakinan akan kebenaran kata-kata Sang Buddha.
Ketenangan batin seperti itulah yang membuat orang sakit menjadi sembuh. Selain
membuat batin bahagia, ketenangan batin mampu pula mengatasi keresahan. Mereka
yang mendengarkan paritta yang diucapkan oleh Sang Buddha dahulu merasakan
pengaruhnya yang kuat. Hal ini terjadi karena mereka mengerti ucapan Sang
Buddha. Sang Buddha sendiri pernah minta dibacakan paritta dan Beliau juga minta
agar orang lain membacakan paritta untuk muridnya yang sedang sakit. Kegiatan
semacam ini masih tetap berlangsung sekarang ini di negara yang ada Umat
Buddha.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Sang Buddha dan para Arahat dapat
berkonsentrasi langsung kepada paritta-sutta tanpa bantuan orang lain. Meskipun
demikian ketika mereka sedang sakit, mereka lebih suka mendengarkan orang lain
membaca paritta. Kemudian mereka memusatkan pikiran kepada Dhamma yang diuraikan
dalam sutta itu. Kadang-kadang dalam keadaan sakit yang melemahkan pikiran,
sugesti dari luar dapat lebih berguna daripada sugesti dari dalam
(auto-sugesti). Menurut ajaran Sang Buddha, pikiran sangat dekat dengan badan
jasmani. Sehingga keadaan batin mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan
jasmani. Sebagian dokter menyatakan bahwa tidak ada penyakit yang betul murni
disebabkan oleh jasmani saja. Bahkan keluhan jasmani yang paling ringan
sekalipun, misalnya sakit gigi, dapat disebabkan oleh keadaan batin. Masalah ini
pernah ditulis dalam makalah yang dibacakan di depan Kongres Gigi Amerika tahun
1937. Penulis makalah tersebut mengemukakan bahwa anak-anak yang hidup dengan
diet yang cukup masih saja dapat menderita kerusakan gigi. Pada umumnya setelah
diselidiki, diketahui bahwa kehidupan anak-anak tersebut di rumah atau di
sekolah tidak memberinya <i>ketenangan</i>. Kerusakan gigi dapat terjadi karena
penderita mengalami <i>ketegangan</i> batin. Sejauh gangguan ini bukan
disebabkan oleh akibat perbuatannya sendiri <i><span style="color: blue;">(akusala
kamma-vipaka)</span></i> yang tidak dapat diubah, maka ada kemungkinan untuk
merubah keadaan batin ini agar mampu menciptakan kesehatan lahir dan
batin.</span><br />
<br />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0">
<tbody>
<tr>
<td nowrap="nowrap" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><b>a.</b></span></td>
<td width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><b>Kekuatan
Kebenaran</b></span></td></tr>
</tbody></table>
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> "Kemanjuran" paritta disebabkan oleh
gabungan beberapa faktor. Pembacaan paritta merupakan ungkapan <i><span style="color: blue;">saccakiriya</span></i> yaitu suatu ungkapan pernyataan tentang
<i>Kebenaran</i>. Kekuatan pernyataan itu merupakan suatu perlindungan. Hal ini
berarti mengembangkan kekuatan kebenaran untuk mencapai hal yang diinginkan.
Pada akhir setiap sutta, pembaca memberkati pendengarnya dengan kata-kata:
<i><span style="color: blue;">"etena sacca vajjena sotthi te hotu sabbada"</span></i>
artinya dengan kekuatan kebenaran kata-kata ini, semoga engkau selamat dan
sejahtera. Terdapat suatu ungkapan bahwa, "kekuatan Dhamma atau Kebenaran akan
melindungi pengikut Dhamma" <span style="color: blue;"><i>(Dhammo have rakkhati
Dhammacarim)</i></span>, yang jelas menunjukkan dasar pemikiran diadakannya
pembacaan paritta. Keyakinan akan kekuatan <span style="color: blue;"><i>saccakiriya</i></span> atau pernyataan Kebenaran untuk dapat
menyembuhkan penyakit ataupun melindungi sebenarnya hanyalah salah satu segi
manfaat dari paritta.</span><br />
<br />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0">
<tbody>
<tr>
<td nowrap="nowrap" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><b>b.</b></span></td>
<td width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><b>Kekuatan
Moral</b></span></td></tr>
</tbody></table>
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Beberapa paritta mengungkapkan tentang
hidup yang bermoral. Titik awal dari Buddha-Dhamma adalah <i><span style="color: blue;">sila</span></i> <i>(moral)</i>. Melalui dasar sila yang kuat
seseorang akan mampu mencapai tingkat konsentrasi pikiran. Apabila moral
melindungi orang yang melaksanakan, maka jika seseorang mendengarkan pembacaan
paritta dengan diiringi suatu perenungan akan Kebenaran kata-kata Sang Buddha
dan penuh keyakinan bahwa kata-kata itu pernah diucapkan oleh orang yang telah
mencapai Penerangan Sempurna, maka ia akan memiliki pikiran yang dipenuhi oleh
moral tinggi sehingga ia mampu mengalahkan segala pengaruh jahat dan ia juga
akan terbebas dari kesulitan.</span><br />
<br />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0">
<tbody>
<tr>
<td nowrap="nowrap" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><b>c.</b></span></td>
<td width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><b>Kekuatan Cinta
Kasih</b></span></td></tr>
</tbody></table>
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Sabda-sabda Sang Buddha selalu berisikan
cinta kasih. Beliau berkelana di India melalui jalan-jalan raya, melewati
kampung-kampung dan menyinari serta menghangatkan semua makhluk dengan pancaran
sinar cinta kasihnya. Beliau memberi petunjuk, menerangkan ajaranNya kepada
banyak orang. Beliau membimbing mereka yang mendengarkan ajaranNya mencapai
kesempurnaan. Oleh karena itu pembaca paritta juga diharapkan bertindak seperti
itu pula. Membaca paritta dengan hati penuh cinta kasih dan kasih sayang,
mengharapkan pendengarnya memperoleh kebahagiaan serta perlindungan dari segala
gangguan. Cinta kasih merupakan tenaga yang aktif. Setiap tindakan yang didasari
dengan cinta kasih yang murni akan dilaksanakan dengan pikiran yang bersih.
Tindakan yang bertujuan untuk membantu, memberi semangat, melancarkan jalan
serta mempermudah mengatasi penderitaan, mendapat Berkah Tertinggi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> <span style="color: red;">C.A.F. Rhys
Davids</span> menulis keterangannya tentang <i><span style="color: blue;">metta</span></i>: Sesuai dengan ajaran Sang Buddha, pernyataan
metta bukanlah hanya merupakan kata-kata manis saja. Pernyataan ini hendaknya
harus diikuti dan diungkapkan dengan jiwa raga yang diliputi oleh Metta, bukan
oleh rasa permusuhan. Hal ini telah diungkapkan mulai dari Sutta dan Vinaya
sampai dengan <i>Visuddhi-Magga</i> karya <span style="color: red;">Buddhaghosa</span>, bahwa <i>pikiran</i> adalah benda. Tindakan
pikiran, akal budi atau emosi mampu bekerja seperti tenaga di antara
tenaga-tenaga lain. Mengenai hal ini orang Eropa masih jauh ketinggalan
dibandingan dengan sikap orang India.</span><br />
<br />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0">
<tbody>
<tr>
<td nowrap="nowrap" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><b>d.</b></span></td>
<td width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"><b>Kekuatan
Suara</b></span></td></tr>
</tbody></table>
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Terdapat keyakinan bahwa getaran suara yang
dihasilkan dari pembacaan paritta-sutta berbahasa Pali dengan suara yang nyaring
dan merdu (harmonis dalam nada) akan menentramkan syaraf serta menghasilkan
ketenangan pikiran. Suara pembacaan paritta yang nyaring dan merdu ini juga
memberikan keselarasan pada sistem jasmani.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Apakah pengaruh buruk yang timbul dari
makhluk jahat dapat ditanggulangi dengan pembacaan paritta-sutta? Pengaruh buruk
adalah akibat dari pikiran jahat. Oleh karena itu pengaruh buruk ini dapat
diatasi dengan pikiran yang sehat. Satu cara yang pasti untuk menimbulkan
keadaan pikiran yang sehat adalah mendengarkan serta merenungi pembacaan paritta
dengan seluruh akal budi dan keyakinan. Demikian besar serta dahsyatnya kekuatan
konsentrasi sehingga dengan memperhatikan sungguh-sungguh akan Kebenaran yang
terdapat dalam paritta, orang akan mampu mengembangkan keadaan pikiran yang
sehat.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Pembacaan paritta-sutta juga mampu
mendatangkan berkah material, dengan dicapainya keadaan pikiran yang sehat
melalui konsentrasi dan keyakinan sewaktu mendengarkan pembacaan paritta. Karena
menurut Sang Buddha usaha yang benar adalah faktor yang diperlukan untuk
mengatasi penderitaan. Mendengarkan pembacaan paritta dengan cara yang benar
akan membangkitkan tenaga untuk melindungi kemajuan duniawi serta kemajuan
batin.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Penyakit jasmani dan batin yang menjadi
penyebab segala penderitaan dan kemalangan hanya membutuhkan satu jenis obat
saja. Obat itu adalah <i>Kebenaran Kesunyataan <span style="color: blue;">(Dhamma)</span></i>. Karena itulah mendengarkan Dhamma melalui
pembacaan paritta dengan sikap yang benar akan memberikan manfaat. Manfaat yang
diperoleh adalah keadaan pikiran yang sehat, sehingga menimbulkan kesehatan
jasmani serta batin dan juga kemajuan material serta spritual. Pengaruh
pembacaan paritta juga tidak terbatas oleh jarak, mampu mengatasi jarak yang
bagaimanapun jauhnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Umat Buddha menyadari bahwa paritta
merupakan kekuatan yang dahsyat, selalu berhasil dimanfaatkan, merupakan suatu
pelarut yang luar biasa. Meskipun demikian apakah paritta selalu mampu
menghasilkan perlindungan serta berkah sesuai dengan yang diharapkan?</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Dalam hal ini perlu kita ingat kembali
kata-kata dari <span style="color: red;">Y.A. Nagasena</span> dalam menjawab
pertanyaan <span style="color: red;">Raja Milinda</span>.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Pertanyaan <span style="color: red;">Raja
Milinda</span> adalah mengapa pembacaan paritta tidak mampu melindungi seseorang
dari kematian. Jawaban <span style="color: red;">Y.A. Nagasena</span>, yaitu pembacaan
paritta tidak berhasil oleh tiga hal:</span><br />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0">
<tbody>
<tr>
<td nowrap="nowrap" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">1.</span></td>
<td width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">halangan kamma <i><span style="color: blue;">(kammavarana)</span></i>.</span></td></tr>
<tr>
<td nowrap="nowrap" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">2.</span></td>
<td width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">halangan berasal dari kekotoran batin
<span style="color: blue;"><i>(kilesavarana)</i></span>.</span></td></tr>
<tr>
<td nowrap="nowrap" width="40"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">3.</span></td>
<td width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;">halangan karena kurang keyakinan
<i><span style="color: blue;">(asadhanataya)</span></i>.</span></td></tr>
</tbody></table>
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> <span style="color: blue;"><i>Kamma</i></span>
berarti tindakan, bukan hasil tindakan. Oleh karena itu tindakan dapat
dinetralisir dengan tindakan yang lain. Kamma bukanlah sesuatu yang bersifat
statis melainkan selalu berubah. Di sini berarti bahwa tindakan harus selalu
ditingkatkan ke arah yang baik (berguna), sehingga tindakan yang telah terjadi
dapat dinetralisir oleh tindakan yang lain.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Oleh karena itu tindakan yang tidak baik
dari pendengar pembacaan paritta akan mengakibatkan pengaruh yang buruk bagi
dirinya sendiri.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Apabila pikiran pendengar dikotori dengan
pikiran jahat, maka hasil positif yang diharapkan dari pembacaan paritta tidak
akan pernah dapat terwujudkan. Namun, meskipun demikian pendengar yang memiliki
pikiran tidak bersih itu, jika ia memiliki keyakinan yang kuat akan "kemanjuran"
paritta itu maka unsur penting ini dapat membantu tercapainya hal yang
diinginkan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: x-small;"> Agar kekuatan-kekuatan dari pembacaan
paritta ini dapat mewujudkan tujuan yang akan dicapai, Umat Buddha selalu
melaksanakan Sila, Samadhi dan Pañña di dalam hidupnya. Dengan sikap hidup yang
demikian, maka pikiran selalu bersih, bebas dari kekotoran batin. Dengan pikiran
yang bersih maka penangkal yang dibuat akan menjadi perlindungan yang
aman.***</span><br />
<hr />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0">
<tbody>
<tr>
<td>
<div align="right">
<span style="font-family: Verdana; font-size: xx-small;"><strong><em>Sumber:</em></strong></span></div>
</td></tr>
<tr>
<td>
<div align="right">
<span style="font-family: Verdana; font-size: xx-small;"><em>Bunga Rampai Dhammadesana II,
Bhikkhu Subalaratano (penyusun), Yayasan Dhammadipa Arama, Jakarta,
1985.</em></span></div>
</td></tr>
</tbody></table>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/18425101922327995183noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-32021857821252568152012-02-17T01:20:00.001+07:002012-02-17T01:20:51.396+07:00Mengatasi Rasa Iri Dan Egois<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%" height="35"><tbody><tr><td valign="top" width="100%" height="3"><p align="right"><em><span style="font-family:Verdana;"><span style="font-size:78%;">oleh: Ven. K. Sri Dhammananda</span></span></em></p></td></tr> <tr> <td valign="top" width="100%" height="2"> <p align="right"><span style="font-family:Verdana;font-size:78%;color:#ff0000;">Sumber Asli: HOW TO LIVE WITHOUT FEAR & WORRY; Tim BC (penterjemah)</span></p></td></tr></tbody></table> <p align="center"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;color:#0000ff;"><b>Egois adalah penyebab iri, sementara iri memelihara egois</b> </span></p> <p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Suatu ketika ekor dan kepala seekor ular bertengkar tentang 'siapa' yang harus menjadi pemimpin. Ekor berkata kepada kepala, "Kamu selalu yang memimpin, ini tidak adil. Kamu harus membiarkan saya yang memimpin kapan-kapan". Kepala menjawab: "Itu tidak mungkin, karena sudah merupakan hukum alam bahwa saya yang harus menjadi kepala. Saya tak dapat bertukar tempat denganmu". </span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Pertengkaran berlangsung selama beberapa hari sampai suatu hari, karena marah, ekor mengikatkan diri pada sebuah pohon. Kepala tak dapat maju dan memutuskan untuk menuruti keinginan ekor. Sayang sekali, ekor tak dapat melihat arah perjalanan, dan jatuh ke dalam kobaran api, tewas.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Ada orang-orang yang tidak pernah puas dengan milik mereka dan iri kepada orang-orang lain yang memiliki lebih daripada mereka. Rasa iri yang dipendam dalam pikiran mereka menghalangi mereka dalam menikmati milik mereka. Bahkan walaupun mereka sudah sangat berhasil dalam pandangan orang lain, mereka tetap tidak puas dan tersiksa oleh kenyataan bahwa orang lain lebih berhasil daripada mereka. Mereka seharusnya mengubah pikiran mereka dan menghitung berkah mereka daripada menanam rasa iri.</span></p> <p align="left"> </p> <p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><b>Penyebab Rasa Iri</b></span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Penyebab dasar rasa iri adalah ego seseorang. Jika seseorang berwatak aneh dan berego besar, ia hidup hanya untuk dirinya dan menganggap orang lain sebagai rival kuatnya. Ia iri kepada keberhasilan mereka. Ia menginginkan milik mereka. Ia tak tahan terhadap kebahagiaan mereka dan iri pada prestasi mereka. Pada analisa akhir para ahli, yang menimbulkan masalah adalah bahwa ia menjadi ketus dan berbahaya. Masalah ini dapat timbul karena berbagai sebab.</span></p> <p align="left"> </p> <p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><b>Masalah lebih banyak timbul dari sesama kita</b></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Seekor anjing melakukan perjalanan keliling. Beberapa hari kemudian ia kembali, dan temannya bertanya apakah ia menemui kesulitan dalam perjalanan. Ia menjawab bahwa ia bertemu dengan banyak orang dan hewan sepanjang jalan. Mereka tidak mengganggunya sama sekali.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> "Satu-satunya persoalan yang saya temui adalah dari sesama kita", katanya. "Mereka mengganggu saya dengan menggonggong, mengejar, dan menggigit saya".</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Hal yang sering terjadi ketika seseorang berhasil, orang-orang yang tidak mengenalnya tidak memperdulikannya. Sebaliknya, ia harus tahan terhadap teman-teman dan familinya yang mungkin merasa iri terhadap keberhasilannya. Mereka menyebarkan isue, dan bahkan merintanginya. Dalam keadaan demikian ia harus melatih kesabarannya. Mungkin lebih mudah baginya untuk mengingat bahwa sejumlah orang lebih mudah berkomunikasi dengan orang-orang asing daripada dengan masyarakat mereka sendiri.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Keegoisan timbul karena pandangan yang salah dan sikap yang tidak dapat menerima kenyataan hidup. Keegoisan adalah suatu perasaan sangat merusak yang berdasarkan impian dan menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan yang tak terlukiskan. Kewaspadaan diri dan penyembuhan harus dilakukan untuk mengendalikan emosi negatif tersebut.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Pikiran adalah kekuatan dimana kebaikan menghasilkan kebaikan. Buah yang kita petik berasal dari bibit yang telah kita tanam. Penderitaan dan kebahagiaan kita adalah akibat dari pikiran buruk dan baik kita yang berdasarkan hukum sebab/akibat, yang berlaku di dunia pada setiap rencana/perbuatan. Jika seseorang bernasib sial seperti mempunyai musuh, hal terburuk yang dapat dilakukan terhadap dirinya sendiri, dan bukan terhadap musuhnya adalah membiarkan dendam tersebut menetap dan membiarkan kebencian berkembang.</span></p> <p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Kita semua adalah teman di dalam penderitaan dan tunduk kepada kenyataan umum. Pilihan untuk mengembangkan kebajikan atau melakukan kejahatan, tergantung pada kita. Karena itu, jika kita tak dapat menahan diri ketika melihat atau mendengar prestasi/keberhasilan orang lain, kita perlu mengevaluasi kembali pandangan kita.</span></p> <p align="left"> </p> <p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><b>Kewaspadaan Pikiran</b></span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Dengan meninjau dan memeriksa pikiran buruknya, seseorang harus menyadari bahwa tidak ada yang memiliki kekuatan ataupun cara untuk merusak kedamaian batin dan keseimbangan pikirannya selain dia sendiri. Saat ia membandingkan dirinya dengan orang lain, ia menderita sendiri dengan berpikir bahwa ia memiliki lebih sedikit atau bahwa orang lain lebih berhasil daripadanya. Tak ada manfaatnya untuk memendam rasa iri, yang sering menyebabkan perpecahan di dunia.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Kita harus menyadari bahwa emosi negatif seperti iri, kemarahan, dan sakit hati melumpuhkan perkembangan pikiran. Kita harus berusaha untuk membebaskan diri kita dari pengaruh-pengaruh buruk tersebut sekuat tenaga. Iri tidak akan memenuhi keinginan kita, malahan menjerumuskan kita pada jalan buntu dari penderitaan fisik dan mental yang mengandung kebencian, tidak tenteram, dan tidak pantas.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Kita harus selalu waspada terhadap pikiran yang tak sehat. Bilamana suatu pikiran buruk muncul dalam pikiran, kita harus mencoba untuk menghilangkannya atau menggantikannya dengan pikiran yang positif. Semua ini mengharuskan kita untuk waspada terhadap sesuatu yang masuk dan keluar dari pikiran kita. Melalui proses bertahap dari kewaspadaan diri, kita akan mampu memeriksa dan membuang pikiran negatif sebelum kita diperbudaknya.</span></p> <p align="left"> </p> <p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><b>Menghadapi Rasa Iri</b></span></p> <p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Setelah kita mengetahui bahaya memendam rasa iri, kita kemudian dapat mencurahkan waktu dan tenaga kita untuk perkembangan yang menguntungkan dari pikiran kita yang bermanfaat tentang keramahan dan simpati. Kita harus memikirkan bahwa tidak ada yang bilang jika orang lain dapat maju dan sukses. Kita harus mengembangkan kesederhanaan, menghapuskan impian bagi diri sendiri, dan mengembangkan rasa simpati jika orang lain bahagia. Adalah suatu berkah bagi seseorang yang dikaruniai dengan pikiran baik tersebut, dan bagi dunia secara keseluruhan. Pelaksanaan rasa simpati terhadap penderitaan orang lain harus ditingkatkan sementara pada saat yang bersamaan menghapuskan pikiran egois. Suatu kehidupan yang bahagia dan memuaskan hanya dapat dicapai jika seseorang dapat mengatasi keegoisan dan mengembangkan jasa baik, pengertian, dan kebajikan.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> <span style="color:#ff0000;">Sang Buddha</span> mendorong para pengikutnya untuk mengembangkan rasa simpati atau menghargai jika orang lain bahagia, yang merupakan obat efektif bagi rasa iri. Mereka mengambil suatu sikap yang berdasarkan ucapan selamat yang penuh kegembiraan ketika orang lain makmur dan sukses. Ini mungkin mudah dilaksanakan jika pihak yang makmur dan sukses tersebut adalah yang kita cintai, tetapi agak sulit menghargai musuh kita. Cobalah pikirkan: "Apakah kita tidak menginginkan kemakmuran dan kesuksesan? Apakah kita tidak ingin diberkahi dengan kebahagiaan? Seperti juga apa yang kita inginkan untuk diri kita, bukankah yang lain juga ingin diberkahi dengan kemakmuran, keberhasilan, dan kebahagiaan?" Menjaga sikap mental tersebut dapat membebaskan seseorang dari penderitaan seperti terjerumus kepada kegagalan, terutama jika dendam dan perbuatan jahat berkembang dari pikiran iri. Hal ini juga mencegah seseorang dari menghalangi orang lain maju.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Sebaliknya kita harus sabar kepada orang lain yang merasa iri terhadap keberhasilan kita. Reaksi mereka kadang-kadang dapat timbul karena kita tidak bersikap rendah hati. Kita harus memperhatikan prestasi kita di hadapan orang lain yang kurang berhasil. Selama kita sukses, kita harus mengingat kegagalan masa lalu kita sehingga kita dapat lebih mengerti perasaan orang lain yang kurang berhasil.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Sementara yang lain menentang kita karena iri, kita harus melindungi diri kita terhadap kebencian. Kita harus mengingatkan diri kita bahwa kita, seperti yang lainnya, adalah pemilik kamma kita. Kita harus beipikir: "Untuk apa saya marah kepadanya? Kemarahan tidak akan menyelesaikan persoalan, tetapi hanya memperburuk keadaan. Kemarahan hanya membuat kamma yang menyebabkan penderitaan dan kehancuran bagi diri kita sendiri. Membalasnya dengan kebencian, hanya akan melukai diri sendiri, seperti seseorang yang mengambil bara dengan tangannya untuk memukul orang lain". Ada cerita yang menggambarkan dengan jelas bagaimana seorang pandita menundukkan seorang lawan yang iri tanpa mengambil jalan kemarahan.</span></p> <p align="left"> </p> <p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><b>Dapatkah Kau Menundukkan Aku?</b></span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Suatu ketika ada seorang pandita yang ceramahnya dihadiri oleh orang-orang dari seluruh kalangan. Ia tidak pernah menggunakan penjelasan yang bersifat mengajari, melainkan berbicara secara langsung dari hati kepada pendengar-pendengarnya.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Suatu sore, seorang guru dari sekte agama lain menghadiri ceramahnya. Guru itu marah karena pandita tersebut mampu menarik pendengar dalam jumlah banyak, termasuk para pengikutnya. Guru dengan ego yang besar tersebut memutuskan untuk berdebat dengan pandita tersebut.</span></p> <p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> "Hai, pandita!", serunya. "Tunggu sebentar. Orang lain mungkin mendengarkan dan menuruti kata-kata kau, tetapi aku tidak akan menghormati kau. Apakah kau dapat menundukkan aku?"</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> "Mari ke sampingku dan akan aku tunjukkan", kata sang pandita.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Guru itu menerobos kerumunan orang dan berdiri dengan pongah di samping sang pandita.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Sang pandita tersenyum, "Mari ke samping kiriku." Sang guru menurut.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> "Tidak, aku pikir lebih baik di samping kananku", kata sang pandita. Dengan demikian kita dapat berbicara lebih enak". Sang guru dengan sombong berjalan ke samping kanan.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> "Kau lihat", kata sang pandita. "Anda telah menuruti aku. Aku rasa kau adalah seorang yang sangat ramah. Silahkan duduk dan ikut mendengarkan ceramahku".***</span></p> <hr /> <table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"><tbody><tr> <td> <p align="right"><span style="font-family:Verdana;font-size:78%;"><strong><em>Sumber:</em></strong></span></p></td></tr> <tr> <td> <p align="right"><span style="font-family:Verdana;font-size:78%;"><em>BUDDHA CAKKHU No.20/XII/1991; Yayasan Dhammadipa Arama.</em></span></p></td></tr></tbody></table>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/18425101922327995183noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-76842426184823046142012-02-16T23:15:00.000+07:002012-02-16T23:16:09.503+07:00Kewajiban Kita<div style="text-align: right;"><span style="font-family:Verdana;"><em><small>oleh: Ven. K. Sri Dhammananda</small></em></span></div> <p> </p> <table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"> <tbody> <tr> <td width="40" nowrap="nowrap"><br /></td> <td width="100%"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><strong>Pendahuluan</strong></span></td></tr></tbody></table> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Agama Buddha bukanlah agama yang berdasarkan kepercayaan. Agama Buddha adalah agama yang berdasarkan atas moral, konsentrasi, dan kebijaksanaan. Agama Buddha dihormati oleh dunia karena agama Buddha tidak hanya memberikan pengetahuan yang lebih luas bagi dunia, tapi juga menolak kepercayaan yang membuta.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Banyak di antara umat Buddha yang berpikir bahwa dengan pergi ke vihara dan mempersembahkan bunga di kaki patung Buddha, menyalakan lilin, serta memasang hio atau membakar dupa berarti selesailah kewajibannya sebagai umat Buddha. Mereka merasa puas karena tugas keagamaannya telah terpenuhi. Tetapi menurut ajaran Buddha, seseorang tidak seharusnya merasa puas dengan hanya berbuat demikian atau mengira dengan melakukan hal-hal seperti itu mereka sudah dapat dikatakan sebagai seorang umat Buddha.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Dengan ajaran sucinya, Buddha tidak menginginkan banyak pengikut yang hanya memuliakan bayangan dirinya saja. Apa yang diinginkannya hanyalah melihat sekelompok masyarakat yang beradab, berbudaya, dan penuh kedamaian serta penuh usaha untuk mencapai Nibbana —Berhentinya roda penderitaan.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Sayangnya, kita sering melupakan ajaran Sang Buddha yang sangat fundamental ini. Sangat menyedihkan bila kita masuk dalam kelompok orang yang hanya mengikuti upacara-upacara keagamaan saja. Hendaklah kita mengerti dengan jelas bahwa kita menyembah Buddha hanya sebagai tanda penghormatan dan rasa terima kasih, karena Beliaulah yang menemukan Jalan pembebasan tersebut dan sekaligus merupakan Guru kita, yang kita anggap sebagai "Contoh Kesempurnaan". Beliau mengajarkan kepada kita cara menempuh hidup suci dan bahagia pada kehidupan kita yang sekarang maupun yang akan datang. Beliau pulalah yang menemukan jalan suci menuju Nibbana, yang merupakan akhir dari segala penderitaan, dan merupakan satu-satunya jalan abadi menuju pembebasan.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Berapa kalipun kita menyembah di kaki Buddha, itu bukan satu-satunya cara bagi kita untuk mengikuti jalan hidup seorang Buddha. Tidaklah semudah itu. Untuk menjadi seorang pengikut Buddha yang sejati, orang harus mengikuti ajaran-ajaran dasar Buddha dengan sungguh-sungguh. Mereka yang telah mempelajari dan melaksanakan ajaran Buddha dengan sungguh, akan menyadari bahwa Buddha memiliki banyak sekali ajaran yang agung. <strong>Karena itulah, banyak orang yang bukan umat Buddha menganggap bahwa agama Buddha merupakan jalan hidup yang benar.</strong></span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Agama Buddha memimpin manusia ke arah perdamaian, pengembangan moral, cara berpikir yang beralasan dan logis. Lebih dari itu doktrin Buddha merupakan satu-satunya sumber yang paling berwenang yang dapat memberikan jawaban yang tepat bagi setiap pertanyaan yang ada di benak manusia. Dan merupakan satu-satunya doktrin yang menjelaskan kenyataan hidup ini dengan gamblang, tanpa terselubung, dan tanpa dilebih-lebihkan, sehingga tidak dapat dibantah kebenarannya.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Buddha mengajarkan bagaimana manusia menempuh hidup suci, yang dapat kita lihat dalam sutra-sutra seperti Sigalovada, Mangala, Parabhava, Vasala, Vyagghapajja dan lain-lain.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Buku ini merupakan suatu usaha bagi para umat Buddha agar mereka lebih mengerti akan sikap-sikap hidup mereka sebagai umat Buddha.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Semoga saja dengan buku ini kita lebih dapat menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran dari Guru Agung kita.</span></p> <p> </p> <table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"> <tbody> <tr> <td width="40" nowrap="nowrap"><br /></td> <td width="100%"><strong><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">Agama Buddha Dan Ajarannya</span></strong></td></tr></tbody></table> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Agama Buddha adalah agama yang dipeluk oleh sebagian besar penduduk Asia. Terdapat lebih dari lima ratus juta penganut agama Buddha di dunia ini yang jumlahnya mencakup seperempat penduduk dunia.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Banyak penganut agama Buddha yang tidak menyadari ajaran-ajaran agung guru mereka. Bila seseorang ingin mengikuti ajaran Buddha dengan benar dan ingin disebut sebagai umat Buddha yang baik, maka ia harus mempelajari kehidupan dan ajaran-ajaran Sang Buddha.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Semua kesulitan dalam hidup ini akan mudah dipecahkan bila kita mempelajari agama Buddha. Pendekatan Buddha mengenai masalah-masalah hidup ini begitu nyata dan ilmiah, sehingga mudah dimengerti.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Buddha tidak menyimpan pengetahuannya untuk dirinya sendiri dan juga tidak menyuruh para pengikutnya untuk mendengarkan ajarannya saja. Beliau juga tidak menjanjikan akan membawa siapa pun ke surga dengan mudah. Jika sekiranya Beliau berjanji demikian, berarti janjinya palsu. Sebab, seseorang hanya dapat menjadi penghuni surga atau menghindari neraka hanya melalui perbuatannya sendiri. Orang lain hanya dapat menolong dengan menunjukkan jalan untuk diikuti.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Oleh sebab itu Beliau menasehati para pengikutnya untuk mengikuti ajaran-ajaran dan teladan-teladan hidupnya secara murni. Beliau membuktikan pada mereka bahwa apa yang Beliau khotbahkan adalah benar, karena pada akhirnya mereka sendirilah yang akan dapat menikmati hasil dari perbuatan baik mereka. Kenyataan ini yang kemudian dibuktikan ternyata membawa dampak yang baik untuk waktu sekarang dan yang akan datang.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Buddha mengajarkan cinta kasih dan kebaikan pada semua makhluk dewa, manusia, binatang, dan makhluk-makhluk lainnya —yang disebut sebagai cinta kasih universal. Andai saja Beliau ingin memperoleh kebahagiaan untuk dirinya sendiri, Beliau dapat memperolehnya jauh sebelum Beliau mendapatkan kebahagiaan abadi, yaitu Nibbana. Beliau dapat memperoleh kebahagiaan itu tanpa banyak kesukaran. Tapi Beliau pikir, bila Beliau masuk ke dalam kebahagiaan abadi sendiri, sedangkan masih banyak orang yang menderita, maka Beliau bagaikan seorang ibu menikmati makanan yang lezat, sedangkan anak-anaknya yang kelaparan mencari-cari makanan. Karena rasa kasih sayangnya yang besar pada semua makhluk, akhirnya Beliau menggantungkan dirinya pada penderitaan samsara (lingkaran kematian dan kelahiran) dan mengambil jalan yang lebih panjang dan membahayakan untuk tiba di pantai seberang. Beliau harus menjalani berbagai macam kehidupan dan ujian yang dihadapinya tidak terhitung jumlahnya.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Rasa kasih sayang Buddha pada semua makhluk begitu besarnya, sehingga ia rela mengalami samsara tanpa ragu-ragu sedikit pun. Bila kita membaca kitab-kitab Buddha, kita bisa mempelajari kenyataan-kenyataan ini. Hanya dengan keteguhan hati, kekuatan dan kebijaksanaan sajalah seseorang dapat berkata, berbuat dan berpikir benar. Dengan latihan yang tekun orang dapat menjadi Buddha bukanlah monopoli orang-orang tertentu saja.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Anda bisa menjadi Buddha, begitu juga saya. Buddha membangkitkan semangat ini dalam diri mereka yang bercita-cita untuk menjadi Buddha. Walaupun muncul Buddha-Buddha yang tak terhingga jumlahnya, tapi masih akan ada juga manusia yang tidak beruntung yang tidak menempuh jalan untuk mencapai Nibbana yang kekal, karena ketidak-tahuan (kebodohan) mereka terlalu sulit untuk mereka tembus.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Kita masing-masing mempunyai benih semangat Buddha di dalam diri kita. Benih itu tidak akan tumbuh mekar sepenuhnya apabila kita mengabaikannya. Kita harus mengambil langkah-langkah untuk menanam semangat ini sampai mencapai kesempurnaan dan dimahkotai dengan KeBuddhaan.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Sekarang bagaimana caranya agar benih semangat Buddha itu tumbuh menjadi pohon yang kuat yang akan menghasilkan buah KeBuddhaan? Sama seperti tanaman lain yang butuh perawatan, begitu pula hendaknya benih tersebut disiram dan diberi pupuk perbuatan-perbuatan baik dalam kehidupan sekarang maupun yang akan datang. Jika ini kita lakukan terus-menerus, maka akan tibalah saatnya kita memperoleh keberhasilan yang gemilang dari semua jerih payah kita.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Meskipun demikian bukanlah hal yang mudah untuk menjadi Buddha. Buddha ialah ia yang memiliki kebijaksanaan sempurna, cinta kasih yang universal, serta kebajikan yang tanpa batas. Buddha ialah orang yang dapat mengerti sepenuhnya semua aspek dari berbagai macam masalah-masalah hidup dan juga peristiwa-peristiwa yang berhubungan antara kehidupan sebelum sekarang maupun sesudah kehidupan ini. Beliau mampu berkhotbah dan meyakinkan orang-orang lain akan cara mencari pemecahan atas persoalan-persoalan mereka.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Karena begitu sukarnya memperoleh sifat KeBudhaan ini, maka ada hanya satu Buddha saja di dunia ini dalam waktu yang lama. Karena itu ajaran seorang BUddha akan dilupakan dan berubah-ubah di dunia ini pada waktu Buddha berikutnya muncul. Karenanya merupakan suatu tugas yang sangat berat bagi seorang Buddha untuk mencapai penerangan sempurna dengan usahanya sendiri. Tak ada seorang pun yang dapat memberikan petunjuk kepadanya bagaimana cara berpikir yang benar yang dapat membawanya menuju pengetahuan sempurna. Hanya melalui perjuangan yang berat untuk mendapatkan penerangan atau pengetahuan sempurna inilah seseorang dapat menjadi Buddha dan dapat tampil ke dunia untuk mengungkapkan kebenaran.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Manusia hidup dalam kegelapan, tanpa mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Mereka bergulat dalam kehidupan yang penuh kelaliman. Mereka mengira bahwa kenikmatan yang mereka peroleh di dunia ini abadi, walaupun kenyataannya tidak. Karena tidak mengerti akan kenyataan inilah, maka manusia makin lama makin terjerumus ke dalam kesenangan singkat, diperbudak olehnya, dan akhirnya menjadi buta terhadap kenyataan.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Dan jika hal ini dijelaskan pada mereka, mereka hanya akan menutup telinga. Akhirnya dalam waktu yang singkat batin mereka tak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Sampai-sampai mereka dengan berani berkata, "Aku melakukan apa yang kuanggap benar".</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Jika semua orang mengikuti cara seperti itu, apa jadinya dunia ini kelak? Dalam sekejap saja, kebajikan akan hilang dari dunia ini dan akhirnya kejahatan yang berkuasa sehingga terjadi kekacauan dan kesedihan yang luar biasa.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Pada permulaan keadaan seperti itulah seorang Buddha dilahirkan ke dunia dan ia memperbaiki dunia untuk sementara waktu. Sesudah beberapa waktu lagi-lagi kejahatan dan hal itu terus berlangsung tanpa ada yang memperbaiki keadaan, bahkan seorang Buddha tidak akan muncul karena dunia yang jahat tidak siap untuk menerima ajaran-ajaran yang baik. Dunia yang sudah dikendalikan oleh kejahatan ini harus menghadapi kehancuran dahulu sebelum dunia yang lebih baik muncul.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Bijaksana di antara mereka yang bodoh, teguh di antara mereka yang berpendirian lemah, sabar di antara mereka yang tidak sabar, tenang di antara mereka yang dikuasai hawa nafsu, baik di antara mereka yang jahat adalah beberapa hal yang hampir-hampir tidak bisa dicapai di dunia ini. Tapi nyatanya, kepribadian-kepribadian yang unik ini ada dalam diri para Buddha dan banyak pula sifat-sifat baiknya yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Dan bila keadaan memungkinkan, maka akan datang lagi Buddha-Buddha lain dengan kebenaran mereka.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Kita harus menanam sifat-sifat baik di dalam diri kita mulai sekarang, agar kita dapat lahir kembali di dunia ini pada waktu Sang Buddha muncul. Memang untuk dilahirkan kembali dalam keadaan demikian tidaklah mudah, oleh karenanya sejak saat ini kita harus berusaha dengan kemauan keras dan tenang yang ada untuk menanamkan sifat-sifat baik tersebut.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Sebagai pembimbing perjalanan hidup kita yang makin maju ini, kita harus memanfaatkan pengetahuan yang telah diberikan kepada kita oleh Buddha Gautama yang hidup 25 abad yang lalu. Pengetahuan tersebut sampai kepada kita melalui pengikut-pengikutnya yang setia generasi demi generasi. Jalan yang ditunjukkan oleh Buddha ini agak bebas dari bahaya dan bermanfaat bagi mereka yang melangkah di atasnya ataupun berdiri di sisinya.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Jalan kehidupan spritual ini oleh para pemula memang terasa sulit, tetapi bila kita sudah melangkah setapak saja, dengan menggunakan tenaga yang ada dan sedikit pengetahuan yang kita miliki, maka separuh kesulitan sudah teratasi. Kita harus ingat bahwa puncak Himalaya ditaklukkan tidak hanya dengan satu langkah, tetapi dengan langkah-langkah yang berkesinambungan dan dengan mengatasi berbagai macam kesulitan yang tidak kecil. Begitu pula, untuk mencapai Nibbana, seseorang harus bekerja keras selangkah demi selangkah sampai tujuannya tercapai.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Tak seorang pun dapat mencapai tujuan tersebut dalam satu kehidupan betapa lamanya pun ia hidup. Bagaimanapun tujuan itu barulah dapat dicapai setelah melalui banyak kehidupan, sehingga perlu bagi seseorang untuk mengumpulkan kebajikan-kebajikan dalam hidupnya agar dapat mencapai tujuan akhir. Samudera-samudera luas merupakan tetesan-tetesan air yang berkumpul menjadi satu. Begitu pula KeBuddhaan merupakan kumpulan-kumpulan besar dari segala sesuatu yang baik, dengan kata lain lepas dari setiap kejahatan.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Dalam perjalanan menuju tujuan tertingginya ini, sesudah hidup berkali-kali dalam jangka waktu yang lama, mungkin saja seseorang dapat bertemu muka dengan Buddha. Bila saat ini tiba, maka ini berarti bahwa orang tersebut telah penuh dengan kebajikan-kebajikan yang dikumpulkannya. Dan andaikan ia memilih untuk menjadi pengikut Buddha, maka ia akan dapat memperoleh penerangan sebagai pengikut Buddha.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Hal ini sudah pasti dengan mengabaikan segala penderitaan duniawi, tetapi bila seseorang mendambakan kebebasan dari samsara (lingkaran kelahiran dan kematian) akan dapat memperoleh tujuan yang didambakannya, yaitu Nibbana —Kebahagiaan abadi.</span></p> <p> </p> <table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"> <tbody> <tr> <td width="40" nowrap="nowrap"><br /></td> <td width="100%"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><strong>Kewajiban-kewajiban Seorang Umat Buddha</strong></span></td></tr></tbody></table> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Menurut ajaran Buddha terlahirnya kita sebagai manusia merupakan hal yang sangat membahagiakan. Itu berarti kita diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan benar agar dapat memutuskan roda samsara. Kita menyadari bahwa keberadaan kita sebagai manusia merupakan hasil dari perbuatan-perbuatan baik kita. Kita juga tahu bahwa setiap perbuatan (karma) mempunyai efek-efek yang saling bertalian.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> "Dengan karma dunia ini berputar, dengan karma manusia hidup, dan karma pulalah yang mengikat manusia".</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Kita berlindung pada Buddha, Dhamma, dan Sangha karena kita merasa yakin bahwa di bawah tiga perlindungan ini, kita merasa aman, bebas dari bahaya, ketakutan dan kekotoran yang dapat membawa kita pada tujuan-tujuan jahat. Dengan Sang Buddha sebagai pembimbing yang ideal, Dhamma sebagai rakit yang dapat menyeberangi samudera samsara, dan Sangha sebagai sawah yang bisa ditanami dan diambil hasilnya pada saat panen, kita menuju jalan hidup yang benar dan melaksanakan kewajiban kita sebagai seorang umat Buddha dengan penuh perhatian dan dengan menghormati hukum kosmos kehidupan, yaitu karma.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Hendaknya kita menghindari sepuluh perbuatan jahat yang dapat dilakukan oleh tubuh, ucapan, maupun pikiran. Kita berusaha melatih diri untuk menghindari pembunuhan, pencurian, dan perbuatan asusila. Melatih diri dalam ucapan untuk tidak berdusta, memfitnah, bicara kotor dan bicara yang sia-sia. Kita juga hendaknya menyadari bahwa perbuatan jahat akan mengakibatkan penderitaan bagi pelakunya.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Kita tahu bahwa kita membunuh, maka kita akan mengalami hidup yang singkat, penyakit, kesedihan karena terpisah dari orang-orang yang kita cintai, dan juga akan terus hidup dalam ketakutan. Kita pun tahu bahwa bila kita mencuri, maka kita akan mengalami kemiskinan, penderitaan dan segala keinginan kita tidak akan tercapai. Kita menghindari perzinahan, karena itu akan membuat kita mendapat musuh-musuh dan kehidupan yang sengsara. Kita berhenti berdusta, karena dengan berdusta nama baik kita akan tercemar.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Kita juga tidak menginginkan kekayaan orang lain dan tidak akan berpikir, "Kalau saja itu menjadi milikku". Kita tidak membenci siapapun, karena kebencian akan membuat kita berwajah jelek, berpenyakit, dan akan hidup selamanya dalam penderitaan.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Kita juga menghindari pandangan salah dan berusaha melakukan banyak kebajikan dengan berdana, hidup bermoral, bermeditasi, menghormati sesama, bersikap ramah tamah, membagi kebahagiaan pada orang lain, dan bersukacita dengan kebahagiaan orang lain. Kita pun hendaknya senang mendengarkan Dhamma yang akan memperkuat usaha kita dalam melaksanakan pandangan hidup yang benar.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Bagi umat awam, Sang Buddha juga menganjurkan agar melakukan hal-hal tersebut di atas, karena akan membawa berkah. Ia yang rajin berdana, akan memperoleh kekayaan, sedangkan hidup bermoral akan membuatnya lahir di keluarga terpandang dan dalam keadaan yang penuh bahagia. Dengan meditasi ia akan memperoleh pengetahuan yang tinggi. Dengan menolong orang-orang lain, ia sendiri akan banyak ditolong. Bersukacita karena melihat perbuatan orang lain yang suka menolong, akan memberinya sifat gembira pada kelahirannya kelak. Dengan mendengarkan Dhamma ia akan menjadi bijaksana, sedang sikap mau memenuhi kebutuhan orang lain akan memberikannya kemakmuran. Meneguhkan keyakinan akan pandangan hidup yang benar akan memberinya kebahagiaan dan pembebasan terakhir.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Dia memandang semua kehidupan ini sebagai tempat persinggahan, tidak memuaskan, dan tanpa jiwa yang kekal. Dalam kehidupan sehari-harinya dia mencoba untuk mengerti bagaimana kebenaran ini dapat berperan, bagaimana segala sesuatu di dunia ini terus berubah, betapa sedikit kita dapat mengkontrolnya, betapa semua kenikmatan yang kita rasakan akan berakhir dengan kepedihan, dan kondisi muda akan berubah menjadi tua, dan akhirnya betapa hampanya hidup ini. Dengan menyadari akan tiga corak umum dalam hidup ini yaitu Anicca, Dukkha, dan Anatta, dia memandang hidup ini sebagai sesuatu yang tidak kekal. Dia juga melihat alam semesta dengan segala isinya sebagai satu obyek tunggal dimana semua makhluk pada hakikatnya adalah sama.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Oleh sebab itu, dalam menjalani kehidupan ini, hatinya penuh dengan cinta kasih dan welas asih <span style="color:#0000ff;">(Karuna)</span> terhadap segala sesuatu yang menderita. Seperti seorang ibu yang rela mengorbankan jiwanya untuk melindungi putranya yang tunggal, begitu jugalah ia memancarkan cinta kasih dan welas asihnya pada semua makhluk tanpa mengenal batas dan perbedaan. Dengan didorong oleh semangat cinta kasih inilah, hidupnya yang singkat ini akan bermanfaat dan berguna bagi semuanya, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Bagi orang-orang yang berumah tangga, Sang Buddha juga menganjurkan agar melatih diri dalam menghindari sepuluh perbuatan jahat. Mereka juga hendaknya tidak berat sebelah, tidak bermusuhan dan berusaha mengembangkan cinta kasih, kesabaran, dan kebijaksanaan dalam setiap tindakannya.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Keberhasilan seorang umat, sangat tergantung pada kekayaan dan keuangannya. Sang Buddha juga mengatakan bahwa penting bagi seorang kepala keluarga untuk memiliki kekayaan di samping anak dan istri, pelayan dan pekerja. Semua ini harus diperoleh dengan jalan yang benar dan untuk semuanya ini dia harus menjalani kehidupan yang benar, menghindari penipuan, penghianatan, berkata benar, dan dia juga harus menghindari kelima komoditi perdagangan seperti: senjata, manusia, hewan, minuman keras dan racun. Jadi perdagangan yang boleh dilakukan ialah yang tidak mencederai orang atau makhluk lain. Dia mencari nafkah seperti seekor lebah yang mengumpulkan madu. Sang Buddha juga menganjurkan agar dalam berusaha hendaknya dia membagi pendapatannya menjadi empat bagian sebagai berikut:</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> "Biarkan dia membelanjakan yang satu bagian dan menikmati buahnya. Yang dua bagian untuk usaha yang sedang dijalankannya, sedangkan bagian yang keempat digunakan untuk masa depannya, agar bisa digunakan bila diperlukan kelak".</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Jadi seorang kepala keluarga yang baik akan menyisihkan seperempat bagian pendapatannya untuk keperluannya sendiri, dua perempat untuk usahanya, dan seperempatnya lagi untuk keadaan darurat bila diperlukan. Dia akan menghindari dirinya dari kegiatan yang dapat menghabiskan kekayaan yang dicarinya dengan menghabiskan kekayaan yang dicarinya dengan susah payah. Oleh sebab itu dia harus menghindari kegiatan seperti: terlibat dengan minuman keras, berada di jalan pada waktu yang tidak pantas, menonton pertunjukan-pertunjukan yang tidak pantas, berjudi dan bergabung dengan orang-orang jahat lagi malas.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Sang Buddha juga menganjurkan supaya umat meringankan beban orang tuanya, guru, istri, anak-anaknya, sahabat, pelayan, pekerja serta guru agamanya. Putra-putrinya harus menyadari bahwa karena orang tuanya mereka bisa berada dalam keadaan seperti sekarang. Oleh sebab itu adalah tugas mereka untuk memberi kepada orang tua mereka makanan, pakaian, obat-obatan dan segala sesuatu yang dapat membuat hidup ini lebih mudah dan lebih menyenangkan selama mereka hidup.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Sang anak harus melaksanakan tugasnya, yaitu merawat orang tua mereka dalam usia lanjut dengan penuh perhatian. Mereka juga harus mempertahankan keturunan, tradisi dan bahkan menjaga nama baik keluarganya. Begitu pula orang tua yang dilayani anak-anaknya harus berbuat kebajikan dan bersikap lemah lembut dengan mengusahakan agar anak-anaknya juga berbuat kebajikan, melatih mereka dalam berdagang dan segala keahlian, menentukan agar perkawinan mereka dilaksanakan dalam usia yang pantas, dan menyerahkan semua perusahannya serta warisannya apabila saatnya tiba.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Murid harus menghormati guru mereka dan bangkit dari tempat duduknya untuk menunjukkan rasa hormat. Mereka harus menunjukkan kemauan untuk belajar dan memberikan pelayanan. Mereka harus menerima dan mengikuti segala instruksi yang diberikan. Sebaiknya guru juga melatih muridnya dengan benar mengenai apa yang mereka ketahui dan membuat mereka mahir dalam berbagai macam ilmu. Mereka tidak boleh memburuk-burukkan muridnya di antara sesama temannya dan mereka harus melindungi muridnya dari bahaya.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Sang suami harus menghormati istrinya, memberikan hak untuk melakukan keinginannya di rumah. Setia pada istrinya dan memperlakukan istrinya dengan cinta kasih. Istrinya harus diberi kebebasan untuk mengatur rumah tangga dan dilengkapi dengan perhiasan. Sebaiknya sang istri juga harus mengasihi suaminya dan melaksanakan tugasnya. Dia harus bersikap ramah terhadap suaminya, selalu berterima kasih atas pemberian-pemberian suaminya dan melindungi kekayaannya. Di samping itu dia juga harus mempelajari seluk-beluk usaha suaminya dan membantunya.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Lebih jauh lagi, seorang kepala keluarga juga harus melayani keluarganya dan juga sahabatnya dengan murah hati, ramah tamah dan penuh kebajikan. Dia harus memperlakukan mereka sama seperti dia memperlakukan dirinya sendiri dan dia harus menepati janjinya. Sebaliknya, keluarganya dan temannya juga harus menunjukkan cinta kasih terhadapnya. Melindungi kekayaannya dan dalam bahaya mereka harus melindunginya dan bukan meninggalkannya.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Seorang kepala keluarga juga harus memberikan pekerjaan pada pembantunya yang sesuai dengan kemampuannya. Memberikan mereka makanan, gaji dan merawat mereka bila mereka sakit. Dia juga harus memberikan waktu istirahat dan mengizinkan mereka untuk mendapatkan liburan pada hari-hari besar dengan tetap mendapat gaji. Seorang majikan yang baik juga membagi kebahagiaan pada para pembantunya. Sebaliknya si pembantu juga harus membiasakan dirinya untuk bangun lebih dulu dari majikannya, melakukan tugas yang diberikan padanya dan beristirahat sesudah majikannya beristirahat. Mereka harus selalu merasa puas dan memuji majikannya.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Seorang kepala keluarga juga wajib melayani para bhikkhu, membuka pintu rumah untuk mereka dan memenuhi kebutuhan insidentil mereka. Sebaliknya para bhikkhu harus menjauhkan dia dari kelaliman dan mendorong dia untuk melakukan perbuatan baik, memberikan khotbah mengenai Dhamma, dan membawa dia untuk mengikuti jalan pembebasan serta menyampaikan ajaran mengenai cinta kasih dan kebijaksanaan.***</span></p> <hr /> <table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"> <tbody> <tr> <td> <p align="right"><span style="font-family:Verdana;font-size:78%;"><strong><em>Sumber:</em></strong></span></p></td></tr> <tr> <td> <p align="right"><em><span style="font-family:Verdana;font-size:78%;">Buddhism And Duties Of A Lay Buddhist, Wina Komari (alih bahasa), Buddhist Missionary Society, Kuala Lumpur, Malaysia</span></em></p></td></tr></tbody></table>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/18425101922327995183noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-16460989743311104732012-02-16T23:10:00.000+07:002012-02-16T23:14:42.678+07:00Kebingungan Di Zaman Modern<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"><tbody><tr><td align="right" valign="top" width="100%"><p align="right"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><em>oleh: Ven. Dr. K. Sri Dhammananda</em></span></p></td></tr> <tr> <td align="right" valign="top" width="100%"><span style="font-family:Verdana;font-size:78%;color:#ff0000;">Judul Asli: Confusion in the Modern Age; Voice of Buddhism, Malaysia Vol. 29, No. 2, Desember 1991; Alih Bahasa: Joe Hoey Beng, SE; Editor: Nani Linda, SH.</span></td></tr></tbody></table> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Zaman modern sekarang ini ditandai dengan perubahan cepat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Perubahan terjadi begitu cepatnya, sehingga dunia yang berputar dan terpencar-pencar tidak sempat kita lihat dengan mata kepala sendiri. Dunia tidak lagi berada dalam ketenangan seperti pada masa lalu. Hal ini adalah wujud zaman di mana masyarakat tradisional terancam hancur berhadapan dengan misteri dari modernisasi.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Perubahan terjadi sangat cepat mengikuti perkembangan zaman. Perubahan pada masa lalu akan memakan waku ratusan atau bahkan ribuan tahun, namun kini telah berubah sedemikian cepatnya hampir seperti kasus Ricky Galant yang menderita progenia. Ia meninggal dunia pada bulan Maret 1967 di Kanada, pada usia 11 tahun. Ricky menderita gejala usia tua, pengerasan urat nadi, kebotakan, kulit yang kendur, dan keriput. Ciri khas orang yang telah berusia 90 tahun terjadi pada dirinya yang masih berusia 11 tahun.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Seratus tahun kehidupan umat manusia belakangan ini, berubah sangat besar, yang dimulai dari negara-negara berkembang meluas ke seluruh dunia.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Kita menyaksikan ledakan penduduk dunia; cepatnya pertumbuhan industri ekonomi dan urbanisasi; perkembangan pengetahuan yang belum pernah terjadi sebelumnya; perkembangan teknologi yang begitu cepat; pengikisan nilai tradisional serta perkembangan maupun hilangnya norma baru beserta sub kebudayaan.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Perubahan dalam lingkungan ini mempunyai dampak yang sangat besar terhadap dimensi sosial kebudayaan. Perubahan cepat yang tak terelakan membuat perubahan bentuk masyarakat yang besar-besaran, membawa ketidak-teraturan dan kekacauan pada semua tingkat pengalaman maupun kebiasaan manusia; perseorangan, keluarga, masyarakat serta semuanya.</span></p> <p> </p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><b>Kebingungan Tingkat Perorangan</b></span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Sekarang ini, hampir tidak mengherankan bahwa apa yang disebut masyarakat yang sangat maju diliputi oleh keserakahan, ketakutan, kebencian. Bertambahnya jumlah orang yang mengalami kegelisahan, frustasi, iri hati, dan kemarahan. Banyak, terutama kaum muda yang dibesarkan dalam lingkungan kekayaan dan kemewahan, hidupnya menjadi tidak berarti.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Karena kemarahan dan frustasi, mereka bergabung dengan gerakan protes terhadap segala sesuatu. Mereka menentang cara konvensional yang dilakukan oleh "penguasa" dan membantu terjadinya proses kemerosotan, standar moral, kehancuran kehidupan keluarga, dan pemujaan yang berlebih-lebihan terhadap seni, dansa, dan mode dalam masyarakat mereka.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Tak dapat disangkal lagi, dengan perubahan dan kemakmuran yang demikian, orang menjadi kesepian dan bosan. Ini bukan merupakan suatu hal yang janggal bahwa di dunia yang berpenduduk lebih dari 4,5 milyar, orang masih dapat merasa kesepian. Sampai taraf tertentu, memang demikian adanya. Tetapi sendirian bukan berarti seseorang merasa kesepian. Seorang meditator mungkin sendirian di dalam hutan, namun ia menggunakan waktunya untuk mengambangkan pikirannya. Seseorang dapat berada di tengah-tengah pesta, meskipun di tengah keramaian, namun ia sangat dikuasai perasaan kesepian yang kuat.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Seperti dikatakan orang,</span></p> <blockquote> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">"Ketika sendirian, saya tidak kesepian karena saya bebas melakukan apa yang saya suka. Seringkali bila saya bersama orang lain dalam masyarakat, saya mengalami kesepian dan merasa asing dan curiga terhadap diskriminasi, formalitas, tata cara dan tradisi di mana masyarakat kita yang penuh dengan hal-hal tersebut".</span></p></blockquote> <p> </p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><b>Kebosanan</b></span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Ikatan yang dekat dengan kesepian adalah kebosanan. Kebosanan merupakan keadaan jiwa yang mengganggu manusia dalam berbagai tingkat. Sebagian orang hampir tidak pernah merasakan kebosanan, sementara yang lainnya merasa kebosanan merupakan ciri pembawaannya. Yang terakhir mungkin mempunyai segalanya —kekayaan, kekuasaan, bahkan kesuksesan namun tetap merasakan kebosanan.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Mereka melihat hidupnya hampa, diisi dengan pekerjaan rutin dan kurang mempunyai arah hidup. Mereka berusaha mengatasi kebosanan dengan melakukan hal-hal yang kurang pantas seperti berpakaian menyolok atau tata rambut yang seronok, berjudi, terlibat pencurian dan perkelahian yang memalukan, yang sesungguhnya hanyalah untuk menciptakan kesenangan dalam hidup mereka. Tetapi karena mereka asyik dengan diri mereka sendiri dan keinginan yang serakah, untuk mengalihkan usaha mereka ke arah kebaikan, namun kebosanan itu tetap berlanjut tanpa mereda. Seperti suatu usaha yang sia-sia, mencoba menimbun jurang tanpa dasar dengan segenggam batu kerikil.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Kadang-kadang keluar dari jurang kebosanan,orang beralih pada alkohol untuk menghilangkan kebosanan maupun kesepian mereka. Sayangnya alkohol tidak dapat membersihkan kesulitan seseorang; malah hanya memperburuk persoalan, bagaikan menuang bensin ke dalam api.</span></p> <p> </p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><b>Penyalahgunaan Obat Bius</b></span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Penyebab utama lain dari kemerosotan jasmani dan batin manusia adalah penyalahgunaan obat bius seperti heroin, kokain, dan mariyuana. Penggunaan narkotik telah menciptakan momok bagi dunia karena kecanduan obat bius, menimbulkan pribadi kasar dan masalah sosial. Akibat dari penyalahgunaan obat bius lebih serius dan mematikan daripada alkohol. Kematian dapat terjadi karena penggunaan obat bius yang berlebihan, seperti anak senator Robert Kennedy yang meninggal pada usia sekitar 20 tahunan. Pencurian, perampokan, kejahatan seksual, penipuan dilakukan karena obat bius.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Ibu-ibu yang menggunakan narkotik dan alkohol mempunyai resiko yang tinggi mempunyai bayi yang cacat. Akibat dari obat bius, orang tua tidak mengindahkan anak-anaknya, saudara laki-laki melawan saudara perempuannya, istri melawan suami. Sekali seseorang ketagihan obat bius, kesempatan untuk menghentikannya dan tidak mengulangi lagi mendekati angka nol.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Pemerintah menghabiskan dana yang sangat besar untuk merehabilitasi pecandu obat bius dan menjalin kerja sama internasional untuk menghentikan lalu lintas obat bius, bisnis yang bernilai miliaran dollar. Negara kehilangan sumber tenaga kerja karena manusia menjadi tidak produktif, sehingga tidak dapat menyumbangkan tenaga untuk kesejahteraan nasional. Pengeluaran untuk penjagaan dan pencegahan kejahatan semakin ditingkatkan seiring dengan meningkatnya sindikat kejahatan obat bius.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Sebagai warga negara yang baik adalah tugas kita untuk membantu dengan cara yang dapat kita lakukan, paling tidak melalui lembaga keagamaan dan sosial pendidikan untuk mencegah anak-anak kita dan anggota masyarakat lainnya jatuh ke dalam perangkap obat bius. Kita harus melindungi mereka dari hal-hal yang berhubungan ketagihan obat bius, yang sama artinya dengan neraka dan siksaan dunia. Jauhkan dari ancaman obat bius dan bantulah yang lain melakukan hal ini; ini pasti merupakan suatu cara membantu yang sangat baik bagi umat manusia.</span></p> <p> </p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><b>Kebingungan di Dalam Keluarga</b></span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Di zaman perubahan sosial budaya yang pesat ini, mungkin tidak ada lembaga yang berubah begitu radikal seperti suatu keluarga. Dalam masyarakat pertanian, keluarga lebih besar daripada di daerah perkotaan, karena anak-anak merupakan sumber tenaga kerja yang murah dalam pertanian. Ayah adalah pencari nafkah dan pasti adalah kepala keluarga. Perceraian jarang terjadi pada keluarga yang dilengkapi dengan ekonomi yang memadai, bekal agama dan pendidikan cukup baik. Ketidakcocokan bukanlah merupakan alasan retaknya suatu perkawinan yang baik.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Karena modernisasi masyarakat, banyak fungsi-fungsi yang ada dalam keluarga bergeser pada lembaga-lembaga lainnya. Sekolah mengambil alih fungsi pendidikan dan keluarga tidak lagi merupakan suatu unit ekonomi. Sukses di dalam perkawinan lebih banyak diukur dengan hubungan emosional dan kurang diukur dari kriteria keadaan ekonomi.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Sekarang ini, orang menikah karena "cinta yang romantis", persahabatan, dan "kebahagiaan" daripada untuk kepuasan standar kehidupan. Jika anda menikah karena "cinta", apa yang akan terjadi —kira-kira— bila suatu saat cinta itu hilang.</span></p> <p> </p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><b>Perceraian</b></span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Dahulu, suatu perkawinan mungkin berakhir dengan kematian pasangan hidup. Perceraian kelihatannya tidak hanya kurang baik di mata masyarakat, tetapi juga timbulnya kesulitan yang semakin besar. Tetapi, dengan kemajuan teknologi dan meningkatnya standar hidup, orang cenderung hidup lebih panjang dan kebosanan rupanya perlahan-lahan merayap dalam kehidupan perkawinan mereka.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Banyak orang bercerai untuk menghindari kebosanan. Dalam masyarakat industri, separuh dari perceraian terjadi setelah menikah selama delapan tahun dan seperempatnya setelah menikah selama lima belas tahun. Dalam kehidupan mereka, banyak perceraian tidak hanya sekali tetapi berkali-kali.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Statistik menunjukkan perceraian lebih tinggi terjadi pada mereka yang terlibat show bisnis. Orang teater seperti Joan Fontaine, menikah berkali-kali, mengatakan bahwa perkawinan benar-benar suatu omong kosong dan orang bijaksana dapat saja hidup dan bercinta lebih baik tanpa ikatan perkawinan. Seorang bintang film terkenal dengan bangga mengumumkan kepada pemirsa TV diiringi dengan tepuk tangan hadirin yang antusias, bahwa ia mempunyai lima belas suami. Tentu saja ini adalah kemerosotan moral umat manusia, memuji gagalnya usaha seorang wanita untuk hidup dan membangun kehidupan keluarga bahagia bersama dengan lima belas mantan suami.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Sementara, orang selalu mengharapkan perkawinan yang bahagia untuk melengkapi seluruh hidup mereka. Harapan ini tidak selalu dapat terpenuhi. Dalam hiruk pikuk pengejaran cinta, pernikahan demikian kelihatannya kurang mampu menjanjikan kehidupan cinta yang panjang. Banyak orang yang memasuki ikatan perkawinan mengetahui bahwa hubungan seperti itu mungkin tidak panjang. Banyak orang memasuki apa yang dalam istilah sosiologi disebut sebagai "poligami berseri", mereka mengganti pasangan nikah seperti perusahaan mengganti mobil.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Dengan bertambahnya tingkat perceraian, timbullah masalah sosial lainnya. Anak-anak terluka secara emosional atau bahkan secara kejiwaan, menjadi trauma akan pengalaman perceraian orang tuanya. Kenakalan remaja sering dapat ditelusuri pada keluarga yang tidak bahagia pada pengalaman masa kanak-kanak. Cara yang dipakai orang untuk memuaskan kekurangpuasan mereka menciptakan masalah tidak hanya untuk mereka sendiri tetapi juga keturunan mereka dan orang lain.***</span></p> <hr /> <table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"><tbody><tr> <td> <p align="right"><span style="font-family:Verdana;font-size:78%;"><strong><em>Sumber:</em></strong></span></p></td></tr> <tr> <td> <p align="right"><span style="font-family:Verdana;font-size:78%;"><em>Jalan Tengah edisi No. 60 Tahun ke-5, 9 September 1993, Yayasan Dhammadipa Arama</em></span></p></td></tr></tbody></table>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/18425101922327995183noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-68873269969379814632012-02-16T23:09:00.000+07:002012-02-16T23:10:11.975+07:00What Buddhist Believe<p align="center"><strong><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:180%;">Nukilan Buku</span></strong></p> <p align="JUSTIFY"><i><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Judul :</span></i><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;"> What Buddhist Believe<br /><i>Penulis :</i> K. Sri Dhammananda<br /><i>Penerbit :</i> Buddhist Missionary Society<br />Jalan Berhala, Kuala Lumpur<br />Malaysia</span></p> <b> </b><p align="CENTER"><b><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Kebebasan Beragama</span></b></p> <p align="JUSTIFY"><i><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Ini adalah suatu agama bagi manusia untuk menempuh jalan kehidupan yang benar tanpa suatu prasangka keagamaan apa pun.</span></i></p> <p align="JUSTIFY"><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Agama Buddha tidak pernah menghalangi seseorang dari penyimakan serta penelaahan ajaran agama-agama lain. Dalam kenyataan, Sang Buddha menganjurkan para pengikut-Nya untuk mempelajari agama-agama lain dan memperbandingkan ajaran-Nya dengan yang lain. Beliau mengatakan bahwa apabila ada ajaran yang beralasan dan masuk akal dalam agama-agama lain, para pengikut-Nya bebas untuk menghormati ajaran tersebut. Orang-orang tertentu berusaha menyekap para penganutnya dalam kegelapan abadi untuk menaklukkan mereka. Para penganutnya bahkan tidak diperkenankan untuk menyentuh kitab-kitab agama lain. Mereka diinstruksikan supaya tidak mendengarkan ajaran agama lain. Mereka tidak boleh meragukan ajaran agamanya, betapa pun tidak meyakinkan. Semakin jauh para penganutnya diseret ke dalam kegelapan, semakin mudah mereka dihela seperti biri-biri. Jika seseorang di antara mereka membuka matanya dan melihat cahaya serta menyadari bahwa selama ini dirinya dalam kegelapan, dia akan dituturi bahwa setan telah merasuk dalam pikirannya. Orang-orang malang tidak diberi kesempatan untuk mempergunakan penalaran, pendidikan dan kecerdasannya. Mereka yang tertarik untuk mengganti pandangannya agaknya berpikir bahwa mereka tidak cukup sempurna untuk diperkenankan menggunakan kehendak bebasnya dalam menilai segala sesuatu bagi mereka sendiri. Namun, jika manusia tidak sempurna, mengapa pencipta adikodrati tidak dapat membuatnya sempurna? Tampaknya, segala kekuasaan dan kebijaksanaan yang diperlihatkan oleh pencipta adikodrati tidaklah dapat dimengerti.</span></p> <p align="JUSTIFY"><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">. . .</span></p> <p align="JUSTIFY"><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Umat Buddha tidak pernah menganjurkan penganut agama lain untuk datang dan memeluk agamanya demi keuntungan materi. Agama Buddha juga tidak pernah berusaha mengeksploitasikan kemiskinan, kesakitan, kebuta-hurufan, dan kebodohan untuk menarik anggota baru. Sang Buddha menasihatkan mereka yang datang menjumpai-Nya bahwa mereka tidak seharusnya tergesa-gesa menerima ajaran-Nya. Beliau menganjurkan mereka untuk mempertimbangkan ajaran-Nya dengan cermat, dan memutuskan bagi mereka sendiri apakah ajaran-Nya praktis atau tidak bagi penggunaan mereka secara pribadi.</span></p> <p align="JUSTIFY"><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">. . .</span></p> <hr /> <b> </b><p align="CENTER"><b><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Surga dan Neraka</span></b></p> <p align="JUSTIFY"><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Konsep Buddhis tentang Surga dan neraka berbeda secara keseluruhan dengan agama-agama lain dalam artian umat Buddha menolak anggapan bahwa tempat-tempat ini bersifat kekal. Sangatlah tidak beralasan untuk mengutuk seseorang masuk ke dalam neraka abadi atas kelemahan-kelemahannya sebagai manusia, tetapi cukup beralasan untuk memberikan setiap kesempatan kepadanya. Dengan begitu, mereka yang masuk neraka mempunyai peluang untuk berjuang meningkatkan kehidupannya dan kemudian menimbun jasa atau mempunyai kesempatan untuk menuai jasa kebajikan yang diperbuat sebelumnya. Tidak ada kunci-kunci di pintu gerbang neraka. Neraka adalah suatu tempat yang bersifat sementara, dan tidak ada alasan bagi penghuninya untuk menderita di sana selamanya.</span></p> <p align="JUSTIFY"><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">. . .</span></p> <b> </b><hr /> <p align="CENTER"><b><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Sebab Pertama</span></b></p> <p align="JUSTIFY"><i><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Memang agak sulit bagi kita untuk mengerti bagaimana dunia ini terwujud tanpa adanya suatu sebab pertama (causa prima). Namun, jauh lebih sulit untuk mengerti bagaimana sebab pertama itu muncul pada mulanya.</span></i></p> <p align="JUSTIFY"><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Menurut Sang Buddha, tidaklah mungkin untuk dapat menemukan suatu sebab pertama dari kehidupan. Karena, dalam pengalaman umum, sebab menjadi akibat dan akibat menjadi sebab. Dalam lingkaran sebab akibat, suatu sebab pertama tidaklah dapat diketahui. Berkenaan dengan asalmula yang mutlak dari kehidupan, Sang Buddha menyatakan: "Pengembaraan berulang-ulang dalam daur kelahiran dan kematian (Samsara) ini berlangsung tanpa suatu akhir yang dapat diketahui. Terkelabui oleh kedunguan dan terbelengu oleh keinginan rendah, permulaan pertama dari makhluk-makhluk ini tidaklah dapat dipahami." Arus kehidupan ini mengalir terus-menerus selama dipenuhi oleh air lumpur kedunguan dan keinginan rendah. Hanya apabila dua hal ini diputus, arus kehidupan berhenti mengalir, dan kelahiran kembali berhenti.</span></p> <p align="JUSTIFY"><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">. . .</span></p> <p align="JUSTIFY"><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Atas pertanyaan bagaimana makhluk hidup terwujud tanpa suatu sebab pertama, jawaban seorang umat Buddha ialah bahwa tidak ada jawabannya karena pertanyaan itu sendiri hanyalah hasil pengertian manusia yang terbatas. Apabila kita mengerti hakikat waktu dan relativitas, kita tentu melihat bahwa tidak ada permulaannya. Ini hanya dapat ditunjukkan bahwa semua jawaban yang biasa atas pertanyaan itu cacat secara mendasar. Jika dianggap bahwa untuk adanya sesuatu harus ada pencipta yang ada sebelumnya, secara logis ini juga berarti bahwa pencipta itu sendiri harus mempunyai pencipta, dan seterusnya tanpa batas. Pada segi lain, jika pencipta itu dapat muncul tanpa suatu sebab pertama dalam wujud pencipta lain, semua argumentasi rontok ke tanah. Teori penciptaan bukannya menyelesaikan permasalahan malahan justru menambah pelik.</span></p> <p align="JUSTIFY"><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Karena itu, Agama Buddha tidak begitu menaruh perhatian pada teori asalmula Alam Semesta. Apakah dunia ini diciptakan oleh makhluk adikodrati ataupun muncul dengan sendirinya, ini tidaklah begitu berbeda bagi umat Buddha. Demikian pula apakah dunia ini berbatas ataupun nirbatas. Alih-alih mengikuti jalur spekulasi teoretis ini, Agama Buddha menasihatkan orang-orang untuk bekerja keras demi pencapaian keselamatan bagi mereka.</span></p> <b> </b><hr /> <p align="CENTER"><b><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Sang Buddha <i>bukan</i> Atheis</span></b></p> <p align="JUSTIFY"><i><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Paham Atheisme berkaitan dengan ajaran materialistis yang tidak mengenal sesuatu melebihi apa yang terdapat di dunia ini.</span></i></p> <p align="JUSTIFY"><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Sang Buddha mencela penolakan terhadap pemujaan dan penglepasan, penolakan terhadap kewajiban moral dan sosial, dan penolakan terhadap kehidupan religius. Dengan tegas Beliau mengakui adanya nilai-nilai moral dan spiritual. Beliau menyambut keabsahan hukum moral. Hanya dalam satu pengertian Agama Buddha dapat dianggap atheistis, yaitu sejauh penolakannya terhadap eksistensi suatu Makhluk Adikuasa yang bertindak sebagai pencipta serta penakdir dunia ini. Akan tetapi, istilah `Atheisme' kerap membawa pada sejumlah nada peremehan atau pengertian yang sama sekali tidak dapat dipergunakan terhadap ajaran Sang Buddha. Mereka yang memakai istilah `Atheisme' sering menghubungkannya dengan ajaran materialistis yang tidak mengenal sesuatu melebihi dunia ini dalam hal kebahagiaan yang dilimpahkan. Agama Buddha tidaklah demikian.</span></p> <p align="JUSTIFY"><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Tidaklah benar untuk mengecap umat Buddha sebagai atheis, nihilis, pemuja berhala, orang kafir atau komunis hanya karena mereka tidak mempercayai Pencipta Adikodrati. Konsep ke-Tuhan-an dalam Agama Buddha berbeda dengan agama-agama lain. Perbedaan keyakinan tidak membenarkan penyebutan-nama atau kata-kata pemfitnahan.</span></p> <p align="JUSTIFY"><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Agama Buddha sepakat dengan agama-agama lain bahwa kebahagiaan sejati dan kebahagiaan akhir tidaklah dapat dijumpai dalam dunia material ini. Sang Buddha menambahkan bahwa kebahagiaan tersebut juga tidak dapat dijumpai dalam alam kehidupan adiduniawi yang lebih tinggi, yang disebut surga atau alam kedewaan. Sementara nilai-nilai spritual yang disokong oleh Agama Buddha mengarah pada suatu keadaan melebihi dunia ini (Nibbana), mereka tidak membuat suatu pemisahan antara `Yang di Sana' dan yang di sini dan sekarang. Mereka mempunyai akar yang kokoh dalam dunia itu sendiri, karena mereka mengarah pada penembusan tertinggi dalam kehidupan sekarang ini.</span></p> <b> </b><hr /> <p align="CENTER"><b><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Bodhisatta</span></b></p> <p align="JUSTIFY"><i><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Bodhisatta adalah mereka yang sedang dalam proses pelatihan diri dalam meraih Pencerahan Agung.</span></i></p> <p align="JUSTIFY"><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Umat Theravada tidak sepakat dengan kepercayaan bahwa setiap makhluk harus menjadi Buddha untuk mencapai Nibbana. Dalam pandangan aliran Mahayana, disebutkan beberapa nama Buddha tertentu yang sesungguhnya bukan merupakan Buddha bersejarah <i>(unhistorical Buddha)</i>. Karena tidak dilandasi dengan kenyataan bersejarah, umat Theravada tidak begitu mengacuhkannya, dan juga tidak memuja bodhisattva untuk memperoleh keselamatan bagi mereka. Mereka tidak mempercayai adanya bodhisattva yang mempunyai kekuasaan untuk menyelamatkan makhluk-makhluk lain. Para bodhisatta adalah mereka yang berusaha meraih Kebuddhaan melalui penyucian diri sendiri. Kecuali apabila sudah meraih Pencerahan, para bodhisatta tidaklah mampu menunjukkan jalan sejati bagi keselamatan makhluk-makhluk lain. Gagasan bahwa bodhisattva tertentu sedang menunggu di Sukhavati (Bumi Murni) tanpa mencapai Nibbana demi menolong semua makhluk yang berdoa kepadanya, adalah suatu praduga yang sangat asing bagi ajaran dasar Sang Buddha. Umat Buddha Theravada tidak sepakat dengan kepercayaan bahwa ada Buddha dan bodhisatta tertentu yang secara sukarela mangkal di Sukhavati tanpa mencapai Nibbana hingga semua makhluk berhasil memperoleh keselamatan. Apabila berbicara tentang makhluk hidup, orang-orang kebanyakannya hanya berpikir tentang makhluk hidup yang ada di planet ini. Mereka tidak menyadari bahwa di Alam Semesta ini ada planet dalam jumlah yang takterhitung, yang menurut Sang Buddha, terdapat makhluk-makhluk lain. Karena itu, merupakan suatu tugas yang takberakhir untuk menunggu hingga semua makhluk hidup mencapai Nibbana. Tugas ini jelaslah muskil karena, selama makhluk hidup masih diperbudak oleh kedunguan dan keinginan yang mementingkan diri sendiri, selama itu pula tidak ada akhir daur makhluk hidup.</span></p> <b> </b><hr /> <p align="CENTER"><b><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Kearahatan</span></b></p> <p align="JUSTIFY"><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;"><i>Pencapaian melalui jalan kearahatan tidaklah mementingkan diri sendiri.</i></span></p> <p align="JUSTIFY"><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Umat Buddha tertentu beranggapan bahwa mencari keselamatan dengan menjadi arahat adalah suatu motivasi yang mementingkan diri sendiri. Karena itu, mereka menyatakan bahwa setiap orang harus berusaha menjadi Buddha untuk menyelamatkan makhluk lain. Kepercayaan aneh ini sama sekali tidak mempunyai dasar dalam ajaran Sang Buddha. Sang Buddha tidak pernah menyebutkan bahwa beliau ingin menyelamatkan semua makhluk di dunia ini. Beliau memberikan bantuan hanya kepada mereka yang mau menerima jalan kehidupan yang benar. Dalam ajaran murni Sang Buddha, tidak ada sesuatu yang disebut <i>"menyelamatkan makhluk lain"</i>. Sesuai dengan cara yang diperkenalkan-Nya, setiap orang harus berusaha dan berjuang untuk melatih diri sendiri dan menyucikan diri sendiri demi memperoleh keselamatan bagi diri sendiri.</span></p> <p align="JUSTIFY"><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Kepercayaan bahwa setiap orang harus menjadi Buddha untuk memperoleh keselamatan tidaklah terdapat dalam ajaran murni Sang Buddha. Ini tidaklah ubahnya seperti menuntut setiap orang menjadi dokter guna menyembuhkan penyakit orang-orang lain dan diri sendiri. Anjuran ini sangatlah tidak praktis. Jika ingin mengobati penyakitnya, orang-orang mempunyai kesempatan untuk memperoleh petunjuk medis dari seorang dokter yang memenuhi syarat. Namun, setiap orang tidaklah harus menunggu hingga menjadi dokter sebelum dapat menyembuhkan penyakitnya. Juga tidak ada perlunya bagi setiap orang untuk menjadi dokter. Tentu, mereka yang ingin menjadi dokter dapat melakukannya. Akan tetapi, ini membutuhkan kecerdasan serta keberanian, dan mereka harus mempunyai sarana untuk belajar di bidang kedokteran. Demikian pula, bukanlah suatu keharusan bagi setiap orang untuk menjadi Buddha demi memperoleh keselamatannya. Mereka yang ingin menjadi Buddha dapat melakukannya. Akan tetapi, dibutuhkan keberanian serta pengetahuan untuk mengorbankan kesenangan pribadi dan mengalami segala jenis penderitaan demi pencapaian Kebuddhaan. Karena itu, sangatlah tidak berdasar untuk mengatakan bahwa pencapaian Nibbana dengan menjadi arahat adalah suatu tindakan yang mementingkan diri sendiri.</span></p> <p><span style="font-family:PaliGaramond;font-size:100%;">Kebuddhaan, tak pelak lagi, adalah yang terbaik dan termulia dari ketiga cita-cita (Sammasambuddha, Pacceka Buddha, dan Arahat). Namun tidak semua orang mampu meraih cita-cita tertinggi ini. Tidak semua ilmuwan dapat menjadi Einsteins dan Newtons. Pasti ada juga ilmuwan di bawahnya yang menolong makhluk hidup di dunia ini sebatas kemampuannya.</span></p>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/18425101922327995183noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-17511263507311726122012-02-16T23:03:00.000+07:002012-02-16T23:07:11.352+07:00Membangun Etos Kerja Buddhis<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%" height="35"><tbody><tr><td bg valign="top" width="100%" height="18" style="color:#ff8040;"><p align="left"><strong><span style="font-family:Verdana;"><br /></span></strong></p></td></tr> <tr> <td valign="top" width="100%" height="9"><em><span style="font-family:Verdana;"> </span></em><p align="right"><em><span style="font-family:Verdana;"><span style="font-size:78%;">oleh: Bhikkhu Jotidhammo</span></span></em></p></td></tr></tbody></table> <hr /> <p align="center"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;color:#0000ff;"><b>"Kâlâgatanca na hâpeti attham".</b></span></p> <p align="center"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;color:#0000ff;">Orang rajin tidak akan kehilangan manfaat pada setiap kesempatan. </span><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><i>(Khuddaka Nikaya, Jataka, Cakkanipata)</i></span></p> <hr /> <p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Kehidupan manusia memerlukan sandang, pangan, papan, ditambah obat-obatan yang merupakan kebutuhan hidupnya agar dapat hidup secara layak sebagaimana halnya kehidupan manusia pada umumnya. Bahkan kebutuhan hidup itu akan bertambah semakin banyak seperti pendidikan, kendaraan, hiburan dan lain-lain yang semuanya itu membuat peluang manusia lebih berbahagia hidupnya. Tetapi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut manusia harus mencari, menggunakan akal budinya untuk mendapatkannnya. </span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Dan akal budi yang dikembangkan dengan baik akan mendorong manusia untuk mencari nafkah atau pendapatan yang dapat digunakan untuk mendapatkan berbagai kebutuhan hidup tersebut. Mencari nafkah atau pendapatan hanya dapat diperoleh apabila manusia bekerja atau berkarya.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Makin maju dan berhasil manusia bekerja atau berkarya pada umumnya makin mudah mereka menikmati kebutuhan-kebutuhan hidupnya sekaligus makin mudah mereka berbuat kebaikan seperti menolong sesama yang membutuhkan.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Lalu bagaimanakah manusia dapat meraih keberhasilan dalam kerja atau karyanya? Pertama dan utama ialah bagaimanakah manusia mempersiapkan diri sendiri untuk memiliki sikap mental yang tepat dalam menghadapi dan menyelesaikan pekerjaan. Hal ini jauh lebih penting karena manusia adalah makhluk yang dapat mengolah dirinya ke arah yang akan dituju.</span></p> <p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Sikap mental bagaimanakah yang merupakan cambuk menuju keberhasilan bekerja atau berkarya itu?</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> <span style="color:#ff0000;">Sang Buddha</span> mengatakan dalam <span style="color:#0000ff;"><i>Dhammapada 160</i></span>:</span></p> <blockquote> <p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;color:#ff0000;"><i>"Diri sendiri sesungguhnya tuan bagi dirinya sendiri, karena siapa lagi yang dapat menjadi tuan bagi dirinya? Setelah seseorang dapat melatih dirinya sendiri dengan baik, maka ia akan memperoleh suatu perlindungan yang amat sukar diperoleh".</i></span></p></blockquote> <p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Jelas sekali bahwasanya kemajuan ataupun kemunduran usaha kita adalah akibat dari sampai seberapa jauh kita sendiri berusaha. Berkah bukan datang dari surga, sial bukan datang dari neraka. Berkah ataupun sial datang dari usaha diri sendiri. Oleh karena itu apabila manusia menginginkan berkah atau kemajuan maka di tangan manusia sendiri semua itu dapat terwujud nyata. Ketergantungan terhadap sesuatu yang berada di luar diri kita akan menjadikan kita tak mampu betul-betul 'berdiri di atas kaki sendiri', sifat pasrah pada nasib merupakan wujud kekalahan dari usaha kita; oleh karena itu dua hal di atas akan menghambat tumbuhnya kepercayaan diri sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan kita. Orang yang meminta, memohon dan berdoa kepada sesuatu berarti separuh usaha atau mungkin semua usaha sudah dipasrahkan kepada sesuatu itu, sedangkan orang yang selalu berpaling pada nasib akan mudah ragu-ragu dalam mengambil tindakan, sebab segala tindakan yang belum saatnya bernasib baik akanlah percuma dilakukan.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> "Segala keadaan yang terbentuk dari berbagai faktor tidaklah abadi, oleh karena itu berjuanglah dengan sungguh-sungguh", kata <span style="color:#ff0000;">Sang Buddha</span>.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Perjuangan manusia yang percaya pada kemampuan diri sendiri sangatlah diperlukan untuk mengubah keadaan yang serba tidak abadi yang berada di hadapan manusia itu sendiri. Andaikata perjuangan manusia melemah tentu saja keadaan yang diperoleh menjadi menurun, sebaliknya apabila perjuangan manusia meningkat maka keadaan akan menjadi meningkat juga. Hal ini tidak dapat diputar-balikkan, karena sudah ada hukum tersendiri (hukum karma) yang berkuasa atas hal itu.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Kepercayaan manusia bahwa segala keadaan dapat berubah kalau manusia itu sendiri mau mengubahnya, atas usaha manusia sendiri pula adalah akar dasar dari tumbuhnya sikap mental kerja.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> <span style="color:#ff0000;">Sang Buddha</span> menunjukkan adanya empat sikap mental kita yang perlu kita bangun untuk mewujudkan etos kerja Buddhis <i><span style="color:#0000ff;">(Empat Iddhipada)</span></i>:</span></p> <table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"> <tbody> <tr> <td valign="top" width="40" nowrap="nowrap"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">1.</span></td> <td valign="top" width="100%"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><b><i><span style="color:#0000ff;">Canda</span></i></b> (kepuasan dan kegembiraan di dalam mengerjakan hal-hal yang sedang dikerjakan).</span> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">Kepuasan dan kegembiraan di sini menunjukkan adanya keserasian antara keinginan, kemampuan ataupun kepribadian kita dengan pekerjaan yang sedang kita garap. Jadi justru pada saat kita menghadapai dan menyelesaikan pekerjaan itulah kepuasan dan kegembiraan kita nikmati. Hal ini sangatlah membantu sekali dalam membangun etos kerja Buddhis yang sehat sehingga sering kali manusia memilih atau bahkan diarahkan kepada pilihan pekerjaan tertentu yang dikatakan sesuai dengan bakatnya. Ada kalanya manusia mempunyai kekeliruan bahwa mereka hanya bekerja untuk memperoleh kepuasan/kegembiaraan pada hasil akhirnya saja sehingga mereka tidaklah menikmati kepuasan/kegembiraan selama mengerjakan pekerjaannya itu. Sehingga mudah sekali muncul kekecewaaan apabila mereka tidak memperoleh hasil yang diharap-harapkannya. Inilah sebenarnya merupakan dorongan hawa nafsu yang sangat besar yaitu penderitaan kekecewaan dan juga kepuasan yang tidak memuaskan. Oleh karena itu sebenarnya kepuasan itu hendaknya kita nikmati pada saat kita berkiprah dalam pekerjaan kita yang sekaligus kehidupan kita, adapun hasil pekerjaan kita adalah akibat langsung dan sepadan dari apa yang telah selesai kita kerjakan dengan penuh kepuasan itu. Akibat lain yang juga kita terima dari kepuasan selama kita bekerja adalah terpusatnya perhatian kita kepada pekerjaan yang sedang kita garap itu. Ini merupakan faktor pendukung keberhasilan pekerjaan kita.</span></p> <p> </p></td></tr> <tr> <td valign="top" width="40" nowrap="nowrap"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">2.</span></td> <td valign="top" width="100%"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><i><b><span style="color:#0000ff;">Viriya</span></b></i> (usaha yang bersemangat dalam mengerjakan sesuatu).</span> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">Kegigihan, keuletan, merupakan salah satu faktor pembentuk sikap kerja yang positif. Ia tidak mudah putus asa sehingga berhenti berusaha. Banyak orang yang berhenti berusaha setelah merasakan begitu lambat hasil yang ingin diraihnya sehingga muncullah kebosanan atau kejenuhan. Bahkan ada orang yang berhenti berusaha sebelum memulainya, tentu saja ini merupakan kesempatan yang baik bagi mereka yang tekun, teguh, gigih dalam usahanya untuk mendapatkan kemajuan atau keberhasilan. Sebenarnya kegigihan, keuletan berada setingkat lebih atas daripada bakat, ketrampilan, bahkan pendidikan, karena tidak jarang di antara mereka-mereka yang berbakat, trampil dan berpendidikan itu kandas di tengah-tengah usahanya.</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><span style="color:#ff0000;">Thomas A. Edison</span> menghasilkan banyak penemuan termasuk lampu bohlam listrik, gramafon dll. Orang boleh iri terhadap kejeniusan <span style="color:#ff0000;">Edison</span> yang kreatif, tetapi apakah pernyataan <span style="color:#ff0000;">Edison</span> yang luar biasa terhadap proyeknya?</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">"Kejeniusan ialah satu persen inspirasi dan sembilan puluh sembilan persen adalah keringat; saya tidak pernah melakukan sesuatu yang berharga secara tidak sengaja. Demikian juga penemuan saya yang tidak terjadi karena suatu kebetulan. Penemuan itu terjadi karena saya kerjakan".</span></p> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">Usaha yang bersemangat ini bukan hanya usaha untuk meraih keberhasilan dalam pekerjaan, tetapi perlu juga kita perhatikan usaha yang bersemangat untuk melakukan apa saja yang sekiranya baik dan mendukung kemajuan pekerjaan kita. Bahkan perlu juga kita menyadari apakah ada hal-hal yang tidak mendukung kemajuan pekerjaan kita, tentu saja hal ini perlu usaha yang bersemangat untuk menyingkirkannya.</span></p> <p> </p></td></tr> <tr> <td valign="top" width="40" nowrap="nowrap"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">3.</span></td> <td valign="top" width="100%"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><b><i><span style="color:#0000ff;">Citta</span></i></b> (memperhatikan dengan sepenuh hati hal-hal yang sedang dikerjakan tanpa membiarkannya begitu saja).</span> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">Orang yang memperhatikan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh akan menyebabkan ia dapat menyelesaikan pekerjaannya itu dengan baik. Perhatian, kewaspadaan terhadap pekerjaan kita merupakan sikap yang menjauhkan kita dari kelalaian dan peluang keberhasilan yang lewat berlalu. Sering kali kelalaian dalam pekerjaan kita menyebabkan banyaknya kesalahan atau kegagalan dan pemborosan waktu yang sebenarnya berguna untuk kemajuan. Sedangkan peluang keberhasilan yang lewat tanpa kita ketahui merupakan keterlambatan kemajuan. Oleh karena itu dengan perhatian pulalah kita dapat mengetahui saat munculnya peluang emas keberhasilan. Dan juga perhatian serta kewaspadaan menjaga diri kita agar tidak mudah berpaling kepada hal-hal lain yang berada di luar pekerjaan kita yang dapat mengakibatkan perhatian terhadap pekerjaan semula berkurang sehingga semangat semula pun dapat menurun dan bahkan dapat berpindah-pindah pekerjaan sebelum suatu pekerjaan selesai.</span></p> <p> </p></td></tr> <tr> <td valign="top" width="40" nowrap="nowrap"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">4.</span></td> <td valign="top" width="100%"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><b><i><span style="color:#0000ff;">Vimamsa</span></i></b> (merenungkan dan menyelidiki hal-hal yang sedang dikerjakan).</span> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">Pekerjaan kita sebenarnya menyimpan banyak pendapat, gagasan, ide baru yang tak nampak mata tetapi akan tampak jelas apabila dilakukan perenungan atau penyelidikan seksama terhadapnya, inilah sebenarnya yang memberi peluang bagi timbulnya kreatifitas, gagasan dan ide-ide menarik yang kadang-kadang di luar angan-angan. Makin luas wawasan perenungan serta penyelidikan kita makin lebar ide dan gagasan yang dapat dijangkau dalam bentuk apapun. Jarang orang dapat menumbuhkan ide atau gagasan atau penemuan baru yang sebenarnya tidaklah aneh karena semua itu ada di sekeliling kita. Mereka yang mendapatkan penemuan baru betul-betul merupakan orang berjasa dalam mengembangkan pekerjaan atau karyanya itu. Kemajuan ilmu pengetahuan maupun teknologi merupakan hasil ide atau gagasan yang cemerlang dari mereka-mereka yang penuh perhatian disertai perenungan dan penyelidikan terhadap apa yang dikerjakannya. Sehingga manusia dengan pekerjaan atau karyanya akan berkembang maju bersama-sama.</span></p> <p> </p></td></tr></tbody></table> <p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Empat macam faktor tersebut di atas saling berkaitan satu sama lain dan merupakan faktor-faktor pembentuk sikap mental etos kerja Buddhis yang sebenarnya. Hanya saja semua faktor itu perlu ditumbuh-kembangkan dalam diri manusia lewat suatu proses perkembangan praktek secara terus menerus dan berkesinambungan.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Niscaya apabila keempat faktor itu dapat tumbuh dalam diri manusia pekerja atau pekarya, maka macam pekerjaan atau karya apapun yang dihadapi dan diselesaikan oleh manusia itu merupakan fragmen hidupnya yang sangat mengasyikkan.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Kiranya perlu juga kita perhatikan suatu kaitan nyata yang tak dapat dipisahkan dengan sikap mental pribadi etos kerja Buddhis itu adalah peranan penting dari hubungan antar manusia yang langsung terlibat dalam kerja tersebut. Terutama pekerjaan yang ditangani banyak orang tidaklah dapat dipungkiri begitu besar peranan hubungan timbal balik antara manusia, pekerjaannya dan atau antara atasan dan bawahan.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Menurut <span style="color:#ff0000;">Sang Buddha</span>, hubungan timbal balik tersebut perlu dijalin dengan keserasian dalam empat hal <span style="color:#0000ff;"><i>(Empat Sanghavatthu)</i></span>:</span></p> <table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"> <tbody> <tr> <td valign="top" width="40" nowrap="nowrap"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">1.</span></td> <td valign="top" width="100%"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><b><span style="color:#0000ff;"><i>Dâna</i></span></b>.</span></td></tr> <tr> <td valign="top" width="40" nowrap="nowrap"><br /></td> <td valign="top" width="100%"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">Memberi dan membagi barang-barang kepada orang lain yang pantas menerimanya.</span></td></tr> <tr> <td valign="top" width="40" nowrap="nowrap"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">2.</span></td> <td valign="top" width="100%"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><i><b><span style="color:#0000ff;">Piyavâcâ</span></b></i>.</span></td></tr> <tr> <td valign="top" width="40" nowrap="nowrap"><br /></td> <td valign="top" width="100%"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">Berbicara atau membicarakan sesuatu dengan menyenangkan.</span></td></tr> <tr> <td valign="top" width="40" nowrap="nowrap"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">3.</span></td> <td valign="top" width="100%"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><b><i><span style="color:#0000ff;">Atthacariyâ</span></i></b>.</span></td></tr> <tr> <td valign="top" width="40" nowrap="nowrap"><br /></td> <td valign="top" width="100%"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">Melakukan hal-hal yang berguna bagi orang lain (menolong).</span></td></tr> <tr> <td valign="top" width="40" nowrap="nowrap"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">4.</span></td> <td valign="top" width="100%"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><i><span style="color:#0000ff;"><b>Samânattatâ</b></span></i>.</span></td></tr> <tr> <td valign="top" width="40" nowrap="nowrap"><br /></td> <td valign="top" width="100%"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">Memiliki ketenangan dan tidak sombong.</span></td></tr></tbody></table> <p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Empat hal inilah yang membuat suasana sehat dalam suatu lapangan pekerjaan apapun juga apabila dapat terwujud dengan nyata.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Kini kesempatan yang bagaimanakah yang dapat memberikan manfaat pada orang yang rajin?</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> <span style="color:#ff0000;">Sang Buddha</span> mengatakan dalam <span style="color:#0000ff;"><i>Anguttara Nikaya III, 65</i></span> seperti berikut ini:</span></p> <blockquote> <p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">Terdapat lima kesempatan tepat untuk berusaha keras. Apakah lima kesempatan tersebut?</span></p> <p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">Apabila sesorang masih muda, nampak muda, hitam rambutnya, mempunyai keindahan masa muda dan pada usia yang sebaik-baiknya. Inilah kesempatan tepat pertama untuk berusaha keras.</span></p> <p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">Kemudian jika seseorang memiliki kesehatan dan kekuatan, dengan pangan yang baik yang tidak terlalu panas maupun tidak terlalu dingin. Inilah kesempatan tepat kedua untuk berusaha keras.</span></p> <p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">Jika tak terjadi kelaparan dan hasil panen baik, makanan dengan mudah diperoleh dan seseorang dapat dengan mudah hidup, menabung dan murah hati. Inilah kesempatan tepat ketiga untuk berusaha keras.</span></p> <p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">Apabila manusia hidup saling bersahabat, harmoni seperti air dengan susu bercampur, jauh dari pertengkaran serta tidak memandang satu sama lain dengan tidak senang. Inilah kesempatan tepat keempat untuk berusaha keras.</span></p></blockquote> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Dan sekali lagi, apabila Sangha hidup dalam suasana persahabatan, puas dengan ajaran yang tunggal, kemudian mereka tidak saling mencerca, tidak saling menuduh, berselisih, berdebat, tetapi mereka dari sedîkit keyakinan mengharapkan keyakinan yang utuh dan keyakinan mereka tumbuh dengan menyakinkan. Inilah kesempatan tepat kelima untuk berusaha keras.***</span></p> <hr /> <table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"><tbody><tr> <td> <p align="right"><span style="font-family:Verdana;font-size:78%;"><strong><em>Sumber:</em></strong></span></p></td></tr> <tr> <td> <p align="right"><span style="font-family:Verdana;font-size:78%;"><em>BUDDHA CAKKHU No.19/XI/90; Yayasan Dhammadipa Arama.</em></span></p></td></tr></tbody></table>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/18425101922327995183noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-72799439406085892082012-02-16T20:00:00.001+07:002012-09-24T10:25:24.407+07:00Hidup Bahagia Dengan Dhamma<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana;"><i><small>oleh: YM Bhikkhu Girirakkhito Mahathera</small></i></span></div>
<span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"> Saya akan memberikan khotbah yang erat hubungannya dengan hari Magha Puja. Semoga ini dapat memacu semangat dan tekad saudara untuk lebih giat meningkatkan pengamalan terhadap agama Buddha. Apabila tadi telah dijelaskan bahwa 1250 orang Arahat yang memiliki <i><span style="color: blue;">ca-abhinna</span></i>, dengan tanpa diundang mereka semua hadir pada suatu saat yang bersamaan untuk mendengarkan wejangan Sang Buddha, maka saya harus menyampaikan kepada saudara-saudara bahwa ajaran Sang Guru Agung Buddha Gautama itu betul-betul sangat tinggi, sangat bermanfaat. Buktinya terdapat 1250 orang Arahat, dan tentu juga para Anagami, Sakadagami, dan Sotapatti, yang tak dapat dihitung banyaknya. Mereka adalah tergolong orang-orang yang sukses bertemu dengan agama Buddha, menghayati agama Buddha, dan kemudian meraih hasilnya, dari apa yang bisa dicapai dalam melaksanakan Buddha Dhamma.<u1:p> </u1:p><o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"> Kalau diumpamakan, Buddha Dhamma atau agama Buddha itu adalah suatu universitas yang terbuka. Dia tidak harus melalui SMP, SMA, atau Fakultas ini atau Fakultas itu, tetapi siapa saja, yang tua, yang muda, mereka bisa belajar. Inilah yang saya umpamakan seperti universitas Terbuka. Dan buktinya, pada zaman Sang Buddha masih hidup, banyak sekali yang meraih sukses. Mereka bukan mendapat gelar Doktor, Insinyur, Sarjana Hukum, atau sarjana-sarjana lainnya, tetapi gelarnya adalah Arahat, Anagami, Sakadagami, Sotapatti. Dan kalau dibandingkan kesempurnaan pengetahuannya dengan sarjana-sarjana yang dilahirkan pada masa ini, saya kira kesempurnaan pengetahuannya jauh lebih hebat. Mereka yang menjadi Arahat bisa memiliki pengetahuan yang luar biasa, bahkan bukan saja pengetahuan duniawi tetapi sampai mampu terbang, datang ke <i><span style="color: blue;">Veluvana Arama</span></i> (Hutan Bambu), mampu menerima perintah Sang Buddha untuk hadir tanpa diundang. Bayangkan! Bukankah ini suatu kemajuan yang puncak-puncaknya, yang pernah dicapai oleh para siswa Buddha pada zaman-zaman lampau?<u1:p> </u1:p><o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"> Saudara, sekarang saya berusaha untuk mengambil makna, arti, dan hakikat dari Hari Magha Puja ini. Setelah mendengar apa yang diuncarkan tadi oleh para bhikkhu Sangha, kita melihat bahwa yang patut kita renungkan atau resapkan kembali, adalah:<o:p> </o:p></span><br />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"> <tbody>
<tr> <td nowrap="nowrap" style="padding: 0cm; width: 60pt;" valign="top" width="80"><span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"><b>Pertama:</b><o:p> </o:p></span></td> <td style="padding: 0cm; width: 100%;" valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;">"Jangan berbuat jahat, dan perbanyaklah kebajikan"; ini adalah termasuk moral atau sila.<o:p> </o:p></span></td></tr>
<tr> <td nowrap="nowrap" style="padding: 0cm; width: 60pt;" valign="top" width="80"><span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"><b>Kedua:</b><o:p> </o:p></span></td> <td style="padding: 0cm; width: 100%;" valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;">"Praktikkan Kesabaran"; ini merupakan sarana kehidupan spritual yang sangat bermanfaat.<o:p> </o:p></span></td></tr>
<tr> <td nowrap="nowrap" style="padding: 0cm; width: 60pt;" valign="top" width="80"><span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"><b>Ketiga:</b><o:p> </o:p></span></td> <td style="padding: 0cm; width: 100%;" valign="top" width="100%"><span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;">"Sucikan hati dan pikiran".<o:p> </o:p></span></td></tr>
</tbody></table>
<span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"> Bersihkan Pikiran, Jaga Pikiran, dan Bahagiakan Pikiran. Itulah yang akan saya coba sampaikan kepada saudara-saudara saat ini. Semoga bangkit semangat kita untuk mengamalkan Sila. Sila adalah ajaran yang sangat penting. Jangan tertipu, jangan terpancing, atau jangan sampai diolok-olok oleh kelompok-kelompok tertentu yang mengatakan bahwa Sila pada zaman kehidupan modern ini sudah tidak mungkin, nonsens! Oleh karena itu ia menganjurkan boleh saja, mau main judi silahkan, mau minum-minuman keras silahkan, mencari hostes silahkan, apa saja bebas, tidak perlu dikekang oleh Sila. Sila itu menghambat kemajuan. Sila itu melarang ini melarang itu, demikian kelompok-kelompok tertentu mencoba menarik para umat yang semula keinginannya patuh pada Sila ini. Saudara-saudara, Sang Buddha mengajarkan Sila sama sekali tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Apa yang bermanfaat bagi kesejahteraan dunia, Beliau membebaskan, mempersilahkan, maju terus. Tetapi apa yang merusak kesejahteraan manusia itu dilarang oleh Beliau. Apabila ada yang mengatakan Sila itu nonsens, itu tidak mendapat tempat dalam ajaran Dhamma yang sebenarnya. Sila ini tujuannya adalah untuk kesejahteraan seluruh umat manusia dan kesejahteraan diri sendiri. Sila ibaratnya rambu-rambu lalu-lintas, agar tidak melanggar aturan-aturan lalu-lintas. Demikian juga kita melakukan Sila agar tidak melanggar hukum-hukum alam, peraturan-peraturan negara, dan peraturan-peraturan setempat. Bukankah ini menjadikan masyarakat tertib? Camkan!<u1:p> </u1:p><o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"> Saudara apabila kita membicarakan tentang Sila, sekedar untuk kita ingat kembali, maka Sila itu dapat kita bagi menjadi lima, yaitu: <i><span style="color: blue;">Panca Sila</span></i>, <i><span style="color: blue;">Attha Sila</span></i>, <i><span style="color: blue;">Dasa Sila</span></i> atau <i><span style="color: blue;">Dasakusala kammapatha</span></i>, <i><span style="color: blue;">Samanera Sila</span></i> dan <i><span style="color: blue;">Bhikkhu Sila</span></i>. Tetapi semuanya itu dapat diringkas menajdi hanya 2, yaitu Sila orang awam, dan Sila para Samanera dan Bhikkhu.<u1:p> </u1:p><o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"> Namun kalau kita teliti kembali, ia hanya 3, yaitu tata tertib untuk mengatur perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran. Dari semua Sila ini dapat pula digolongkan menjadi 2 kategori, yaitu: Sila yang masih bersifat duniawi <span style="color: blue;">(<i>lokiya Sila</i>)</span>, dan Sila yang sudah tergolong di atas duniawi <i><span style="color: blue;">(lokuttara Sila)</span></i>.<o:p> </o:p></span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"><b><i><span style="color: blue;"> Lokiya Sila</span></i></b>, walaupun itu sebanyak 227 yang dilakukan oleh para bhikkhu, 117 dilakukan oleh para Samanera, 10 yang diambil oleh umat Upasaka tertentu, 8 sila yang diambil oleh umat Upasaka tertentu dan dilakukan pada waktu-waktu tertentu, kemudian 5 sila oleh Upasaka biasa, maka kelimanya itu, apabila mereka masih mempunyai pandangan salah atau <i><span style="color: blue;">Sakkayaditthi</span></i> —keliru memandang alam semesta dengan segala isinya, keliru memandang diri kita ini, yang dianggap sebagai milik kekal, kepunyaanku— maka Sila yang dilakukannya, biarpun banyak, itu masih goyah! Kadang-kadang betul, tetapi kadang-kadang diracuni oleh pandangan keliru sehingga menjadi salah. Jadi dengan demikian, Sila yang tergolong <i><span style="color: blue;">lokiya</span></i> atau duniawi, tidak menjamin seratus persen untuk bisa masuk sorga atau <i><span style="color: blue;">Nibbana</span></i>. Tetapi Sila yang dilakukan oleh mereka yang sudah menghancurkan pandangan keliru, mereka yang tergolong Sotapatti, mereka yang walaupun umat biasa tetapi telah mencapai kehancuran <i><span style="color: blue;">Sakkayaditthi</span></i> atau pandangan keliru, mereka akan melakukan sila yang tergolong <i><span style="color: blue;">Lokuttara Sila</span></i> atau Sila di atas duniawi. Mengapa? Karena mereka telah menghancurkan pandangan yang keliru. Bagi para Sotapatti atau orang yang sudah menghancurkan pandangan keliru, maka <i><span style="color: blue;">"Panatipata Veramani"</span></i> bukan saja sekedar tidak membunuh makhluk hidup, tetapi yang terpenting adalah tidak membunuh kesejahteraannya, kedamaiannya, ketenangannya, keseimbangannya, keharmonisannya, dengan pandangan keliru. Saudara, kalau Senjata Nuklir, Bom Atom, Bom Kimia, atau Bom Hidrogen itu dikatakan dahsyat dan mengerikan, itu hanya bagi orang-orang awam. Saya yakin para Arahat itu tidak akan takut kepada Bom Hidrogen. Beliau akan rela, apa maunya, kalau itu memang sudah alamiah jatuh di Bumi kami, terima kasih. Tetapi para Arahat, para Sotapatti itu paling takut dengan senjata <i><span style="color: blue;">sakkayaditthi</span></i>, senjata pandangan keliru atau pandangan salah, yang menganggap badan jasmani ini milikku/kepunyaanku, yang menganggap perasaan itu milikku/kepunyaanku, menganggap pikiran itu milikku/kepunyaanku. Ini sangat berbahaya, karena bukan saja menghancurkan kehidupan pada saat ini, tetapi ia menyakiti kehidupan ini dengan sangat lihai. Apalah artinya Bom Hidrogen! Mungkin hanya dalam 1 menit, kita sudah tidak merasakan sakit apa-apa, lalu kita sudah mati. Tetapi kalau Sakkayaditthi atau pandangan keliru ini, itulah rajanya setan, rajanya iblis, rajanya santet, yang membuat kita menderita seumur hidup. Demikianlah ibaratnya pandangan keliru ini, yang membuat susah kehidupan kita, tidak pernah tenang, damai, tidak pernah selaras, tidak pernah harmoni, selalu bentrok, agitasi, tidak puas. Maka oleh karena itu, marilah kita lebih takut, lebih ngeri kepada Bom <i><span style="color: blue;">Sakkayaditthi</span></i> daripada Bom Hidrogen.<u1:p> </u1:p><o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"> Saudara-saudara, kalau kita belajar Dhamma, justru ke situ arah pikiran kita. Saya lebih takut, lebih ngeri dengan Avijja atau kebodohan, saya lebih takut dan sangat ngeri dengan pandangan keliru. Demikianlah saudara-saudara, maka untuk mengeliminir atau menjinakkan pandangan keliru, kemelekatan, dan avijja atau kebodohan ini, bukan dilawan dengan bom, bukan ditangkis dengan senjata anti bom hidrogen dan sebagainya, tetapi persisnya ditangkis dengan Sila, Kesabaran, dan Pikiran yang terjaga. Maka oleh karena itu saya bangkitkan semangat saudara-saudara untuk melakukan Sila lagi.<u1:p> </u1:p><o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"> Saudara jangan terseret oleh pandangan keliru bahwa kalau kita melakukan Sila, ini tidak boleh, itu tidak boleh, jual daging tidak boleh, jual senjata tidak boleh, jual yang bersifat racun tidak boleh, jual udang tidak boleh, ekspor sapi tidak boleh, lalu apa yang bisa dikerjakan? Itu dianggap membuat kemunduran total. Saudara, itu pandangan picik menurut duniawi. Tetapi pandangan Dhamma tidak sepicik itu. Kalau saudara-saudara melakukan Sila, maka kemakmuran, kesejahteraan, penghormatan, pujian, dan sorga akan dinikmati.<u1:p> </u1:p><o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"> Saudara-saudara mungkin saja dalam kehidupan ini tidak meraih sukses dalam materi; yang lain punya mobil mercy, kita hanya punya Honda roda-dua. Yang lain punya istana, kita hanya punya rumah yang sederhana. Tetapi kalau saudara rajin melaksanakan Sila —Atthasila, Dasasila— dengan konsekuen, dengan bersih, dan murni, saya kira kehidupan di dalam dunia ini pun akan damai, dan istimewanya setelah saudara meninggal, saudara akan lahir di alam sorga. Keindahan, kemewahan, kecemerlangan, kegemerlapan di alam Dewa jauh lebih tinggi daripada di dunia ini. Kalau saudara dilahirkan di Sorga Catummaharajika saja, saudara bisa hidup nyaman, nikmat, jauh lebih nikmat daripada di dunia ini untuk selama 9 juta tahun. Apalah artinya kita hidup di sini untuk hanya 80 tahun. Jadi meski saudara sekarang sederhana, setelah mati tiba-tiba menjadi satpam di Sorga Tusita. Kalau saya, jadi satpamnya saja mau, tetapi di Sorga Tusita, tidak usah jadi presiden; begitu ibaratnya. Kalau saudara lahir di Tusita Loka, usia saudara 144 juta tahun, mungkin lebih. Jadi lama sekali. Itu ganjarannya. Memang di sini kita hidup sederhana saja. Tetapi kalau kita kaya-raya namun tidak melakukan sila, setelah selesai hidup di sini, tamatlah riwayatnya! Bukan ke Sorga tetapi ke Neraka. Jadi tidak usah irihati kepada orang kaya-raya, tidak usah jor-joran. Kalau saudara hanya punya modal 50 juta dan si B punya bermilyar-milyar, jangan coba-coba saudara menandingi dia. Jangan! Nanti saudara akan ringsek sendiri. Lebih baik doakan agar si B bisa sejaya-jayanya, sehingga beliau bisa membantu vihara-vihara yang lain. Lebih baik begitu. Itu namanya positif. Tetapi kalau saing-saingan, itu namanya negatif.<u1:p> </u1:p><o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"> Apa manfaatnya melakukan sila, dan apa jeleknya kalau tidak melakukan sila? Manfaatnya, saudara sama sekali tidak akan dicurigai oleh siapa pun. Kalau si B sudah kaya-raya, tetapi beliau juga melaksanakan sila, itu namanya kebajikan yang serba multi. Orang percaya, orang tidak curiga, orang menghargai, orang menghormati, hidupnya sejahtera, hidupnya makmur. Maka itu, lakukanlah sila dengan sebaik-baiknya. Kalau orang melakukan sila, ia ibaratnya berhias dengan perhiasan yang mahal-mahal, yang sesungguhnya jauh lebih tinggi nilainya daripada perhiasan emas berlian. Perhiasan emas berlian itu hanya cocok dipakai oleh orang-orang muda, dan harus cantik. Kalau ia memakai perhiasan yang mahal-mahal maka sinarnya akan gemerlapan. Kalau di dalam pesta ada wanita cantik yang pakai perhiasan yang mahal-mahal, orang semuanya kagum, melongo, mulutnya terbuka, sampai 'buyung' atau lalat masuk ke mulutnya. Tapi kalau perhiasan yang mahal-mahal itu dipakai oleh orang yang kulitnya hitam, tua bangka, orang bukan melongo, tetapi meludah, "Iih, tua bangka, tidak pantas pakai perhiasan begitu". Tetapi kalau perhiasan sila, yang tua, yang tidak cantik, yang gemuk, yang kurus kering, kalau pakai sila, semuanya akan baik. Maka oleh karena itu berhiaslah dengan sila. Oleh karena itu saya anjurkan kepada anda mulai saat sekarang, setiap bulan purnama dan hari gelap bulan, lakukan 8 sila. Bertekad tidak makan selewat pk. 12:00, pada setiap bulan purnama dan gelap bulan. Kalau sudah maju, sudah biasa, sudah menjadi kondisi, saudara tambah lagi, satu bulan menjadi 4 kali. Setelah itu, ditambah lagi, 1 bulan menjadi 12 kali. Terus itu dilakukan, akhirnya sudah menjadi kondisi, seumur hidup saudara sudah bisa melakukan 8 sila. Akhirnya, "Bhante, saya minta dicukur saja kepala saya". Tetapi kalau semuanya jadi Bhikkhu dan bhikkhuni, saya tidak setuju, itu tidak mungkin terjadi di dunia ini. Dan kalau mau melakukan sila yang baik, saudara tidak mutlak harus menjadi bhikkhu atau samanera. Menjadi orang awam saja cukup, dan bisa melakukan sila dengan baik. Hapuskan pandangan keliru, hapuskan pandangan yang percaya kepada takhayul, maka saudara akan mampu lebih murni melakukan sila daripada bhikkhu, seperti saya atau yang lainnya. Tapi kalau para bhikkhu sudah mempunyai pandangan yang benar, sudah mampu menghancurkan pandangan keliru, jangan dilawan!<u1:p> </u1:p><o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"> Demikianlah saudara-saudara tentang sila ini, tidak ada tandingannya, dan saudara akan bisa mencapai sorga. Saya sekarang lewatkan saja anjurkan tentang sila ini, sekarang saya akan menganjurkan tentang melatih kesabaran. <b><i><span style="color: blue;">"Khanti Paramam Tapo Titikkha"</span></i></b>. Kesabaran itu adalah jalan tol bagi orang-orang yang sudah melatih spritual. Saudara-saudara, kita masih jauh sekali dari memiliki kesabaran. Kalau misalnya saudara harus menunggu, sudah janji, orang tidak datang, saudara jengkel, marah; itu namanya anda tidak punya <i><span style="color: blue;">Khanti Adhivaseti</span></i>. Saudara harus punya <i><span style="color: blue;">Khanti Adhivaseti</span></i>, sabar menunggu, sabar menderita. Kalau panas, usahakan sabar, kalau anda dingin usahakan sabar. Itu namanya <i><span style="color: blue;">Khanti Adhivaseti</span></i>. <i><span style="color: blue;">Khanti Metta</span></i>, saudara harus mengeliminir kekurangan kesabaran itu dengan Metta, cinta kasih.<u1:p> </u1:p><o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"> Saudara harus bisa mengerem ucapan, itu namanya <i><span style="color: blue;">Khanti Sovaca</span></i>. Ucapan itu direm, sabar, sabar. Di Indonesia ada istilah "Sabar menjadi Subur". Tetapi ada yang melanjutkan lagi “"kalau terlalu sabar, masuk liang kubur", katanya. Itu memang ada benarnya untuk urusan kita yang masih duniawi. Tapi kalau Dhamma, tidak begitu. Teruskan berjuang! Sedikit demi sedikit, kita maju terus. Kemudian miliki <i><span style="color: blue;">Khanti Akodhana</span></i>, yaitu kendalikan kemarahan dengan kesabaran. Belajar juga harus sabar.<u1:p> </u1:p><o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"> Misalnya dalam latihan Vipassana Bhavana, kalau para siswa itu melirik ke kanan, melirik ke kiri, "Wah, dia itu koq sudah 2 jam duduk, aku koq tidak tahan, ah aku akan pura-pura, 3 jam bisa duduk". Jadi itu namanya tidak sabar. "Kalau dia 2 jam, saya harus bisa 3 jam, kalau dia bisa 3 jam, saya harus bisa 4 jam". Akhirnya ringsek sendiri. Kalau temannya bisa tidak tidur sampai pk. 11 malam. Dia iri, dia cemburu, "Saya harus tidur jam 12 malam”". Temannya bangun pk. 4 pagi, dia harus bangun pk. 3. Itu adalah ketidak-sabaran. Akhirnya pada siang hari seperti kelelawar, ngantuk begini. Jadi belajar pun harus sabar. Nibbana itu tidak bisa diraih dengan semangat yang menggebu-gebu, sebab nibbana atau kebebasan itu tidak punya kondisi. Kita tidak tahu kapan akan tercapai. Maka itu kesabaran itu harus dipupuk.<u1:p> </u1:p><o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"> Saudara, sekarang tentang <b>"Sucikan hati dan pikiran"</b>. Tentang mensucikan hati dan pikiran ini sangat penting dan paling penting. Sebab kehidupan kita ini tergantung pada pikiran. Pikiran itulah dunia kehidupan kita. Kalau saudara putus asa, maka dunia anda tidak menentu. Kalau saudara lesu mental, putus pacaran, maka dunia ini tidak indah lagi, dunia ini terasa jelek. Itulah tergantung dari pikiran saudara, begitulah keadaan dunia saudara. Maka itu pikiran yang harus dijaga, dirawat. Menurut agama Buddha, ada ajaran yang dinamakan <i><span style="color: blue;">Citta Samvedhi</span></i>. Itu artinya periksa pikiran. Cobalah, apakah dengan meditasi, menyepi, merenung, periksalah pikiran, "Oh, saya masih banyak kelobhaan, saya masih sering-sering marah, saya masih sering-sering mengkhayal —mengkhayalkan ini, mengkhayalkan itu— saya masih punya kemelekatan, saya masih punya nafsu besar". Renungkan! Merenungkan dan memeriksa ini sangatlah perlu. Apa saja kalau tidak ada kontrolir, tidak ada inspektur, akan jadi kacau. Sekolah jadi ambruk kalau tidak diperiksa-periksa. Tetapi kalau diperiksa, guru-gurunya mulai rajin. Pikiran ini juga kalau sering diperiksa, sama seperti kalau inspektur memeriksa perusahaan, maka ketuanya, wakilnya ketuanya, sekretarisnya akan giat, begitu. Kemudian periksalah apakah saya pernah mempunyai pikiran-pikiran yang luhur, yang disebut <i><span style="color: blue;">Mahagatha</span></i>? Punyakah cinta kasih, punyakah simpati, punyakah welas-asih, punyakah kesabaran, punyakah yang luhur-luhur? Periksa! Kalau belum, kita harus rajin meningkatkannya. Setelah itu apakah pikiran kita mempunyai konsentrasi atau tidak, bisakah pikiran ini dikonsentrasikan atau tidak? Kemudian belajarlah dengan giat untuk itu.<u1:p> </u1:p><o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"> Akhirnya saudara harus membahagiakan pikiran, yang dalam bahasa Pali disebut <b><i><span style="color: blue;">Abhidhammodhayam Cittam</span></i></b>:<b> </b>bahagiakan pikiran saudara. Kalau sedih jangan dibiarkan sedih, kalau marah jangan dibiarkan marah, kalau cemburu jangan dibiarkan cemburu. Bahagiakanlah pikiran anda, bukan dengan uang, bukan dengan nonton, bukan dengan plesir, bukan dengan pergi ke karaoke, dan lain sebagainya. Tetapi persisnya hiburlah dengan Dhamma. Sekarang, saat mendengar uraian Dhamma ini, artinya saudara sedang menghibur pikiran, membahagiakan pikiran dengan Dhamma. Maka sering-seringlah mendengarkan atau membaca tentang Dhamma, agar saudara dapat membahagiakan pikiran saudara, karena ini sangatlah perlu. Lebih-lebih kalau saudara sering melatih meditasi atau Vipassana, di situ saudara mengkonsentrasikan pikiran, mengembangkan pandangan terang. Konsentrasi ini adalah bahasa Palinya <i><span style="color: blue;">Sammadaham Cittam</span></i>. Tetapi mungkin saja saya boleh memberitahukan bahwa tidak perlu duduk 6 jam, 8 jam, 10 jam, tidak seperti patung itu yang sejak duduk di sini tidak pernah bergerak-gerak sampai sekarang. Jadi saudara tidak perlu begitu. Cukup kalau saudara-saudara mencapai <i><span style="color: blue;">Samahito</span></i>: pikiran tetap tenang, tidak goyah; <i><span style="color: blue;">Parisudho</span></i>: pikiran bersih tanpa noda; dan pikiran dalan keadaan <i><span style="color: blue;">Kammaniyo</span></i>: aktif, waspada, siap siaga, tidak malas.<u1:p> </u1:p><o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"> Jadi kalau saudara sudah mampu memiliki pikiran yang stabil, tidak goyah, bersih, murni, siap siaga, itulah namanya pikiran yang gentle (halus, lembut —Red.), pikiran yang <i><span style="color: blue;">Mudhu</span></i>. Pikiran yang gentle inilah yang kita perlukan, karena pikiran yang gentle ini siap untuk belajar Dhamma, siap untuk menyelidiki <i><span style="color: blue;">Anicca, Dukkha, Anatta, Sunyata, Tathata, Paticcasamuppada</span></i>. Tapi kalau pikiran keruh, pikiran sedih, pikiran kesal, pikiran linglung, dia tidak mampu. Saudara-saudara, kalau saya boleh mengambil perumpamaan dalam istilah modern, kita ini berusaha untuk menjaga batin, menyehatkan batin, maka itu istilah modernnya disebut Mental Higieny. Jadi menjaga jangan sampai pikiran itu kena penyakit, tetapi sehat, normal. Sebab kalau tidak normal, kalau sampai gila, kalau pikiran goyah, bisa berpengaruh pada badan kita sendiri. Mungkin daya tahan terhadap infeksi dan penyakit itu sangat kurang. Begitulah, maka jagalah pikiran. Setelah saudara memiliki konsentrasi yang baik maka sekarang renungkan Anicca, Dukkha, Anatta. Pengertian akan Anicca, Dukkha, dan Anatta ini ampuh luar biasa. Ia sanggup melemahkan dan menghancurkan kemelekatan. Di situ letak rahasianya. Bukan Dewa Brahma dari langit yang akan mengeliminir kemelekatan dan nafsu kita, bukan! Bukan dengan berdoa: "Arahat, Arahat, Arahat" seribu kali satu hari, tidak! Bukan dengan menyebut: "Nibbana, Nibbana, Nibbana" seribu kali satu hari; tidak! Tetapi persisnya datang dari usaha sendiri. Membangkitkan kebijaksanaan, pengertian terang, jelas dan komplit tentang <i><span style="color: blue;">Anicca, Dukkha, Anatta, Sunyata, Tathata, Paticcasamuppada</span></i><b> </b>inilah yang mampu mengeliminir kemelekatan, nafsu, kebodohan. Apabila sudah mampu memiliki pengertian tentang Anicca, Dukkha, Anatta secara komplit maka saudara boleh meningkat. Pasti ada keinginan nafsu yang dapat dieliminir sedikit demi sedikit. Maka saudara sudah mengkerut, mundur dari nafsu menyergap apa yang diinginkan. Inilah permulaan dari <i><span style="color: blue;">Viraga</span></i>. Saudara harus merenungkan viraga ini. Namanya <i><span style="color: blue;">Viraga Nupassi</span></i>. "Oh, saya sudah dapat menghentikan merokok", nah itu sudha viraga dari rokok. "Oh, saya sudah dapat berhenti main judi", nah itulah viraga dari main judi. "Oh, saya sudah bisa berhenti keluyuran", nah itu namanya sudah viraga dari keluyuran. "Oh, saya sudah bisa berhenti dari sikap yang boros", itu sudah viraga dari boros. Renungkan viraga itu, manfaatnya, kegunaannya, faedahnya; akhirnya saudara boleh merasa bahagia, saudara akan maju setapak lagi sampai pada tingkat <i><span style="color: blue;">Nirodha Nupassi</span></i>. Nirodha Nupassi artinya sudah berhenti. Sekarang walaupun ada yang main judi di sebelah anda, walaupun dulu anda penjudi, anda acuh-tak-acuh saja, tidak mampir. Tapi kalau masih ada niat mampir dan ikut main, itu kambuh lagi namanya. Tetapi walaupun sekarang di samping saudara ada orang main judi, saudara tidak hirau, nah itu namanya Nirodha, berhenti. Kalau Nirodha ini sudah matang, saudara boleh meneruskan dengan apa yang dinamakan <i><span style="color: blue;">Patinissaga Viraga Nupassi</span></i>, artinya saudara sekarang sudah betul-betul melepaskan beban.<u1:p> </u1:p><o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"> Ada cerita kiasan yang sering saya sampaikan kepada siswa-siswa vipassana. Sang Buddha sendiri tersenyum ketika Beliau mencapai penerangan sempurna. Beliau berpikir, dulu aku ini pencuri, perampok. Kenapa begitu saudara-saudara? Karena siapapun yang menganggap bahwa rumah sebagai miliknya, istri sebagai miliknya, anak sebagai miliknya, mobil sebagai miliknya, itu namanya pencuri. Sebab semua itu adalah milik alam, tidak bisa dimiliki untuk seterusnya, nonsens. Pada suatu saat, mobil atau rumah akan berubah atau dijual lalu diganti dengan yang lain, atau ditinggal mati. Jadi bukan milik. Apa saja di dunia ini hanyalah hak pakai. Kalau punya istri, itu hak untuk kumpul hidup, bukan "kumpul kebo", tapi hak untuk hidup. Toh nanti akan cerai, pada waktu mati. Semuanya hak pakai, hak guna usaha. Semuanya milik alam. Tidak ada milikku —<i><span style="color: blue;">anatta</span></i>. Ingat sama "Anatta, Anatta, Anatta". Jadi sekarang lakukan kewajiban dengan baik, supaya dapat nama baik untuk kelak, kita siap untuk bye bye dengan segala sesuatu yang pernah kita miliki dan pernah kita ajak berkumpul atau pernah menjadi hak pakai dan hak guna usaha kita. Kita akan siap melambaikan tangan "bye-bye, farewell, selamat berpisah". Itulah kebijaksanaan, itulah Wisdom.<u1:p> </u1:p><o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"> Jadilah umat Buddha yang dewasa. Tidak seperti sekarang ini, masih cengeng, masih kanak-kanak; sedikit-sedikit tersinggung, sedikit-sedikit salah terima, sedikit-sedikit cekcok, sedikit-sedikit marah, dll.<u1:p> </u1:p><o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"> Saya menganjurkan kepada saudara-saudara, kita harus kenal diri sendiri; siapa umat Buddha itu, apa umat Buddha itu, sampai di mana umat Buddha itu. Kita harus mengenal kelemahannya, kekurangan disiplinnya, mungkin protokulernya jelek dan sebagainya. Maklum itu kita punya, kita akan perbaiki.<u1:p> </u1:p><o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"> Sekali lagi saya sampaikan kepada saudara-saudara, ambillah hikmah dari peringatan hari Magha Puja ini, yaitu meningkatkan sila, meningkatkan kesabaran, dan meningkatkan usaha untuk membersihkan, menjaga, dan merawat pikiran.</span><span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"><o:p></o:p> </span><br />
<span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"> Akhirnya, saya ucapkan selamat merayakan hari Magha Puja.***</span><span style="font-family: Verdana; font-size: 85%;"><o:p></o:p> </span><br />
<hr />
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;"><tbody>
<tr> <td><div align="right">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 78%;"><b><i>Sumber:</i></b></span></div>
</td></tr>
<tr> <td><div align="right">
<span style="font-family: Verdana; font-size: 78%;"><i>Mutiara Dhamma X, Ir. Lindawati T. (Editor)</i></span></div>
</td></tr>
</tbody></table>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/18425101922327995183noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-6642012528708806182012-02-10T23:13:00.007+07:002012-02-16T23:04:53.671+07:00Nina van Gorkom<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/--x2cwU7wADQ/TzVI2F722GI/AAAAAAAAAB8/trYey0NbeIo/s1600/picnina.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 214px; height: 320px;" src="http://2.bp.blogspot.com/--x2cwU7wADQ/TzVI2F722GI/AAAAAAAAAB8/trYey0NbeIo/s320/picnina.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5707548196905343074" border="0" /></a><span style="font-size:78%;"><br /></span><p><span style="color:black;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-size:78%;"><br /><br /><br />http://www.abhidhamma.org/picnina.jpg</span><br />van Gorkom, Nina (1928- )</span></span></p> <p><span style="color:black;"> </span><span id="result_box" class="long_text"><span onmouseover="this.style.backgroundColor='#ebeff9'" onmouseout="this.style.backgroundColor='#fff'" style="background-color: rgb(255, 255, 255);" title="Nina van Gorkom was born in 1928 to a family of socialist intellectuals."> Nina van Gorkom lahir pada tahun 1928 dari keluarga intelektual sosialis. </span><span onmouseover="this.style.backgroundColor='#ebeff9'" onmouseout="this.style.backgroundColor='#fff'" style="background-color: rgb(255, 255, 255);" title="Her father was a member of the Dutch parliament.">Ayahnya adalah seorang anggota parlemen Belanda. </span><span onmouseover="this.style.backgroundColor='#ebeff9'" onmouseout="this.style.backgroundColor='#fff'" style="background-color: rgb(255, 255, 255);" title="She studied at Leyden University and during this time she became a catholic.">Ia belajar di Universitas Leiden dan selama waktu ini ia menjadi katolik. </span><span onmouseover="this.style.backgroundColor='#ebeff9'" onmouseout="this.style.backgroundColor='#fff'" title="In 1952, she married Lodewijk van Gorkom, a Dutch diplomat.">Pada tahun 1952, ia menikah Lodewijk van Gorkom, seorang diplomat Belanda.<br /><br /></span><span onmouseover="this.style.backgroundColor='#ebeff9'" onmouseout="this.style.backgroundColor='#fff'" style="background-color: rgb(255, 255, 255);" title="In 1965, Lodewijk was posted to Thailand and Nina started learning Thai language.">Pada tahun 1965, Lodewijk telah ditugaskan ke Thailand dan Nina mulai belajar bahasa Thailand. </span><span onmouseover="this.style.backgroundColor='#ebeff9'" onmouseout="this.style.backgroundColor='#fff'" style="background-color: rgb(255, 255, 255);" title="She took a keen interest in Buddhism, attending classes for foreigners at Wat Mahathat.">Dia menaruh minat pada Buddhisme, dengan menghadiri kelas untuk orang asing di Wat Mahathat. </span><span onmouseover="this.style.backgroundColor='#ebeff9'" onmouseout="this.style.backgroundColor='#fff'" style="background-color: rgb(255, 255, 255);" title="There she met, in the summer of 1966, Sujin Boriharnwanaket.">Di sana dia bertemu, </span></span><span id="result_box" class="long_text"><span onmouseover="this.style.backgroundColor='#ebeff9'" onmouseout="this.style.backgroundColor='#fff'" style="background-color: rgb(255, 255, 255);" title="There she met, in the summer of 1966, Sujin Boriharnwanaket."> Boriharnwanaket Sujin</span></span><span id="result_box" class="long_text"><span onmouseover="this.style.backgroundColor='#ebeff9'" onmouseout="this.style.backgroundColor='#fff'" style="background-color: rgb(255, 255, 255);" title="There she met, in the summer of 1966, Sujin Boriharnwanaket."> pada musim panas 1966. </span><span onmouseover="this.style.backgroundColor='#ebeff9'" onmouseout="this.style.backgroundColor='#fff'" style="background-color: rgb(255, 255, 255);" title="Impressed by the profundity of the Buddhist teachings, she became convinced of the truth of the Buddha's words and later assisted Khun Sujin in discussions about Buddhism for Thai radio stations."><br /></span></span></p><p><span id="result_box" class="long_text"><span onmouseover="this.style.backgroundColor='#ebeff9'" onmouseout="this.style.backgroundColor='#fff'" style="background-color: rgb(255, 255, 255);" title="Impressed by the profundity of the Buddhist teachings, she became convinced of the truth of the Buddha's words and later assisted Khun Sujin in discussions about Buddhism for Thai radio stations.">Terkesan oleh kedalaman ajaran Buddha, ia menjadi yakin akan kebenaran kata-kata Buddha dan kemudian dibantu Khun Sujin dalam diskusi tentang Buddhisme untuk stasiun radio Thailand. </span><span onmouseover="this.style.backgroundColor='#ebeff9'" onmouseout="this.style.backgroundColor='#fff'" style="background-color: rgb(255, 255, 255);" title="These talks were later published as Buddhism in Daily Life, her first book.">Pembicaraan ini kemudian diterbitkan dalam bentuk buku pertamanya, "Buddhisme di Kehidupan Sehari-hari".<br /><br /></span><span onmouseover="this.style.backgroundColor='#ebeff9'" onmouseout="this.style.backgroundColor='#fff'" style="background-color: rgb(255, 255, 255);" title="Nina and Lodewijk left Thailand in 1970 and lived in Japan, New York, Indonesia (where Lodewijk was the Dutch ambassador) and Austria.">Nina dan Lodewijk meninggalkan Thailand pada tahun 1970 dan tinggal di Jepang, New York, Indonesia (di mana Lodewijk adalah duta besar Belanda) dan Austria. </span><span onmouseover="this.style.backgroundColor='#ebeff9'" onmouseout="this.style.backgroundColor='#fff'" style="background-color: rgb(255, 255, 255);" title="Lodewijk retired in 1990 and they now live in The Hague in Holland.">Lodewijk pensiun pada 1990 dan mereka sekarang tinggal di Den Haag di Belanda.<br /><br /></span><span onmouseover="this.style.backgroundColor='#ebeff9'" onmouseout="this.style.backgroundColor='#fff'" style="background-color: rgb(255, 255, 255);" title="Nina's writings are well-known amongst English speaking Buddhists, and she is highly respected in Thailand where several of her books have been translated into Thai language with (after many reprints) over one hundred thousand copies now.">Tulisan Nina terkenal di kalangan umat Buddha berbahasa Inggris, dan dia sangat dihormati di Thailand di mana beberapa buku-bukunya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Thai dengan (setelah cetak ulang banyak) lebih dari seratus ribu eksemplar sekarang. </span><span onmouseover="this.style.backgroundColor='#ebeff9'" onmouseout="this.style.backgroundColor='#fff'" style="background-color: rgb(255, 255, 255);" title="Her books have also been translated in Sri Lanka, Indonesia, Nepal and Germany.">Buku-bukunya juga telah diterjemahkan di Sri Lanka, Indonesia, Nepal, dan Jerman.</span></span><span style="color:black;"> </span><span style="color:black;"><br /><br />[Source: "Interview with Nina van Gorkom, September 1999, by Robert Kirkpatrick," Abhidhamma.org]<br /> (</span><span style=";font-family:";color:black;" ><a href="http://www.abhidhamma.org/interview%20with%20nina.html"><span style="font-family:Bookman;">http://www.abhidhamma.org/interview%20with%20nina.html</span></a></span><span style="color:black;">)<br /><br />Download for Nina's Book ...<br /></span><span style="color:black;"></span></p><p><a href="http://www.archive.org/download/BuddhismInDailyLife/bdl.pdf"><span style="color:black;">Buddhism In Daily Life</span></a><br /><span style="color:black;"><span style="font-size:78%;">http://www.archive.org/download/BuddhismInDailyLife/bdl.pdf</span><br /></span></p><p><a href="http://www.archive.org/download/AbhidhammaInDailyLife/abh.pdf"><span style="color:black;">Abhidhamma In Daily Life</span></a><br /><span style="color:black;"><span style="font-size:78%;">http://www.archive.org/download/AbhidhammaInDailyLife/abh.pdf</span><br /></span><span style="color:black;"></span></p><p><a href="http://ia700609.us.archive.org/5/items/IntroductionToTheAbhidhamma/iabh.pdf"><span style="color:black;">Introduction To The Abhidhamma</span></a><br /><span style="color:black;"><span style="font-size:78%;">http://ia700609.us.archive.org/5/items/IntroductionToTheAbhidhamma/iabh.pdf</span><br /></span></p><a href="http://ia600606.us.archive.org/32/items/Cetasikas/cet.pdf">Cetasikas</a><br /><span style="font-size:78%;">http://ia600606.us.archive.org/32/items/Cetasikas/cet.pdf</span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/18425101922327995183noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-55867459771050773822012-01-14T12:52:00.006+07:002012-02-16T23:04:53.681+07:00S I L A<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/-O5Y2KSirWrg/TxEeD13PQII/AAAAAAAAAAU/YD9vDZjOT2I/s1600/img23.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 320px; height: 239px;" src="http://2.bp.blogspot.com/-O5Y2KSirWrg/TxEeD13PQII/AAAAAAAAAAU/YD9vDZjOT2I/s320/img23.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5697368054947594370" border="0" /></a><br /><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:trackmoves/> <w:trackformatting/> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:donotpromoteqf/> <w:lidthemeother>IN</w:LidThemeOther> <w:lidthemeasian>ZH-CN</w:LidThemeAsian> <w:lidthemecomplexscript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> <w:splitpgbreakandparamark/> <w:dontvertaligncellwithsp/> <w:dontbreakconstrainedforcedtables/> <w:dontvertalignintxbx/> <w:word11kerningpairs/> <w:cachedcolbalance/> <w:usefelayout/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> <m:mathpr> <m:mathfont val="Cambria Math"> <m:brkbin val="before"> <m:brkbinsub val=""> <m:smallfrac val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin val="0"> <m:rmargin val="0"> <m:defjc val="centerGroup"> <m:wrapindent val="1440"> <m:intlim val="subSup"> <m:narylim val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent><!--[endif]--><!----><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" defunhidewhenused="true" defsemihidden="true" defqformat="false" defpriority="99" latentstylecount="267"> <w:lsdexception locked="false" priority="0" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Normal"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="heading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="35" qformat="true" name="caption"> <w:lsdexception locked="false" priority="10" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" name="Default Paragraph Font"> <w:lsdexception locked="false" priority="11" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtitle"> <w:lsdexception locked="false" priority="22" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Strong"> <w:lsdexception locked="false" priority="20" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="59" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Table Grid"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Placeholder Text"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="No Spacing"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Revision"> <w:lsdexception locked="false" priority="34" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="List Paragraph"> <w:lsdexception locked="false" priority="29" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="30" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="19" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="21" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="31" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="32" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="33" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Book Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="37" name="Bibliography"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" qformat="true" name="TOC Heading"> </w:lsdexception> </w:lsdexception><!--[endif]--><!--> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin-top:0in; mso-para-margin-right:0in; mso-para-margin-bottom:10.0pt; mso-para-margin-left:0in; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin;} </style> <!--[endif]--><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:trackmoves/> <w:trackformatting/> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:donotpromoteqf/> <w:lidthemeother>IN</w:LidThemeOther> <w:lidthemeasian>ZH-CN</w:LidThemeAsian> <w:lidthemecomplexscript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> <w:splitpgbreakandparamark/> <w:dontvertaligncellwithsp/> <w:dontbreakconstrainedforcedtables/> <w:dontvertalignintxbx/> <w:word11kerningpairs/> <w:cachedcolbalance/> <w:usefelayout/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> <m:mathpr> <m:mathfont val="Cambria Math"> <m:brkbin val="before"> <m:brkbinsub val=""> <m:smallfrac val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin val="0"> <m:rmargin val="0"> <m:defjc val="centerGroup"> <m:wrapindent val="1440"> <m:intlim val="subSup"> <m:narylim val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent><!--[endif]--><!----><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" defunhidewhenused="true" defsemihidden="true" defqformat="false" defpriority="99" latentstylecount="267"> <w:lsdexception locked="false" priority="0" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Normal"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="heading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="35" qformat="true" name="caption"> <w:lsdexception locked="false" priority="10" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" name="Default Paragraph Font"> <w:lsdexception locked="false" priority="11" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtitle"> <w:lsdexception locked="false" priority="22" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Strong"> <w:lsdexception locked="false" priority="20" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="59" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Table Grid"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Placeholder Text"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="No Spacing"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Revision"> <w:lsdexception locked="false" priority="34" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="List Paragraph"> <w:lsdexception locked="false" priority="29" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="30" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 1"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 1"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 2"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 3"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 4"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 5"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 6"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="19" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Emphasis"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="21" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Emphasis"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="31" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Reference"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="32" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Reference"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="33" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Book Title"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="37" name="Bibliography"> </w:lsdexception><w:lsdexception locked="false" priority="39" qformat="true" name="TOC Heading"> </w:lsdexception> </w:lsdexception><!--[endif]--><!--> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin-top:0in; mso-para-margin-right:0in; mso-para-margin-bottom:10.0pt; mso-para-margin-left:0in; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin;} </style> <!--[endif]--> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center; line-height: normal;" align="center">S I L A</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">I. Pengertian Sila</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Sila : Kehendak atau sikap batin yang tercetus sebagai Ucapan Benar dan Perbuatan Benar.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Sila : Cara untuk mengendalikan diri dari segala bentuk-bentuk pikiran yang tidak baik atau merupakan usaha untuk membebaskan diri dari Lobha, Dosa, dan Moha.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">II. Sila dalam Kitab Suci Tipitaka</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Kitab Suci Tipitaka berisi ajaran Sang Buddha, yaitu tentang Sila, Samadhi, dan Panna. Beberapa Sutta yang menegaskan</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">tentang penjelasan tersebut dapat kita jumpai, diantaranya yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Dhammacakkappavattana Sutta</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Sang Buddha mengajarkan Jalan Menuju Terkikisnya Dukkha, yang terdiri dari Delapan unsur; mencakup Sila, Samadhi,</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">dan Panna.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Cullavedalla Sutta</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Ucapan Benar yang manapun, Perbuatan Benar yang manapun, dan Mata Pencaharian Benar yang manapun;</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">kesemuanya itu disusun dalam kelompok Sila.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Brahmajala Sutta</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Cula Sila, Majjhima Sila, dan Maha Sila, yang senantiasa dilaksanakan dan tidak dilanggar oleh Sang Buddha.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">4. Samannaphala Sutta</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Seorang Samana harus sempurna terlatih dalam Sila, terkendali indria-indrianya, dan memiliki kewaspadaan (sati), memiliki pengertian benar tentang fenomena (sampajanna).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">5. Ambattha Sutta</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Sang Buddha menjelaskan kepada Brahmana Ambattha tentang Vijja (pengetahuan) dan Carana (perilaku yang baik). </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Vijja dan Carana menunjukkan Samadhi dan Sila.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">6. Sonadanda Sutta</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Sila membersihkan Panna dan Panna membersihkan Sila. Juga ditekankan lagi terkaitan antara keduanya dan pentingnya</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">latihan Sila sebelum seseorang memulai latihan Samadhi.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">7. Rathavinita Sutta</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Tisso sikkha dijelaskan dalam bentuk Tujuh Kesucian (Satta Visuddhiyo), yaitu : Kesucian Sila, Kesucian Kesadaran,</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Kesucian Pandangan, Kesucian dalam Melenyapkan Keragu-raguan, Kesucian Pengetahuan tentang Hakekat yang</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Sesungguhnya dari Jalan Benar dan yang Salah, Kesucian Pengetahuan tentang Hakekat yang sesungguhnya dari</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Kemajuan, Kesucian Pengetahuan tentang Hakekat yang sesungguhnya dari Jalan Suci.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Sila Visudhi dan Citta Visudhi masing-masing merupakan Sila dan Samadhi, sedangkan kelima Visuddhi lainnya</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">merupakan Panna.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">8. Vyagghapajja Sutta</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Sang Buddha bersabda kepada Dighajanu tentang Empat Persyaratan yang membawa kekayaan dan kebahagiaan bagi</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Gharavasa dalam hidup yang akan datang, diantaranya yaitu bahwa ia harus memiliki Sila: Seorang Gharavasa tidak</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">melakukan pembunuhan, pencurian, perzinahan, ucapan yang tidak benar dan minuman keras.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">9. Sigalovada Sutta; Mangala Sutta; dan masih banyak lagi.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Dari sutta-sutta tersebut terlihat bahwa Sila merupakan pengalaman mendasar dari Agama Buddha.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">III. Ciri (lakkhana); Fungsi (rasa); Wujud (paccupatthana) dan Sebab-sebab</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">terdekat yang menimbulkan Sila.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">A. Ciri (lakkhana) dari Sila adalah ketertiban dan ketenangan. Sila dengan jalan apapun dijelaskan selalu menampilkan</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">ciri ketertiban dan ketenangan yang terpelihara dan dipertahankan dengan mengatur perbuatan jasmaniah, ucapan,</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">dan pikiran.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">B. Fungsi (rasa) dari Sila, pertama adalah menghancurkan kelakuan yang salah (dussiliya), dan kedua adalah menjaga</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">seseorang agar tetap tidak bersalah (anavajja). Jadi secara ringkasnya, fungsi dari Sila adalah :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Menghancurkan kejahatan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Memperbaiki perbuatan-perbuatan yang salah.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Menjaga, atau memelihara, atau mempertahankan perbuatan baik.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">C. Wujud (paccupatthana) dari Sila adalah Kesucian (soceyya). Kita mengenal seseorang dengan melihat rupanya, demikian pula kita dapat mengenal Sila dengan wujudnya yang suci yang terlihat pada perbuatan jasmaniah (kaya Soceyya), ucapan (Vaci soceyya), dan pikiran (mano soceyya).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">D. Sebab terdekat yang menimbulkan (padatthana) Sila atau dengan kata lain hal-hal yang langsung dapat</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">membantu terwujudnya Sila, adalah Hiri dan Ottapa. Hiri adalah malu berbuat salah, dan Ottapa adalah “ Pelindung Dunia” (Lokapaladhamma). Jika tidak ada lagi Hiri dan Ottapa dalam diri berkecamuk kekacauan yang merugikan diri sendiri maupun masyarakat luas. Sebaliknya, bila terdapat Hiri dan Ottapa, dunia ini penuh dengan ketentraman dan damai.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">IV. Pelaksanaan Sila</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">A. Dengan Pengendalian Diri (Samvara)</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Patimokkha Samvara : mentaati peraturan atau disiplin yang telah ditentukan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Sati Samvara : mengendalikan diri dengan Perhatian yang Benar.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Nana Samvara : mengendalikan diri dengan Pengetahuan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">4. Khanti Samvara : mengendalikan diri dengan Kesabaran.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">5. Viriya Samvara : mengendalikan diri dengan kekuatan semangat atau kemauan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Cara untuk mengendalikan diri dari segala perbuatan, ucapan, dan pikiran yang tidak baik, dapat juga digolongkan dalan</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">tiga cara, yaitu sbb :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Sikkhapada : melaksanakan latihan-latihan pengendalian diri seperti melaksanakan Panca Sila, Atthanga Sila, Dasa</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Sila, dll.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Carita Sila : dengan jalan melaksanakan hal-hal yang baik, seperti berdana, merawat orang tua, menolong makhluk</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">lain, dan sebagainya yang berhubungan dengan kebajikan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Varitta Sila : dengan jalan menghindari hal-hal yang tidak baik, seperti tidak bergaul dengan orang jahat, tidak</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">melakukan hal-hal yang dilarang, dsb.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">B. Dengan Pantangan (Viratti)</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Mereka yang dapat menjauhkan diri dari kejahatan-kejahatan, dapat dikatakan telah mematuhi Sila. Perbuatan menahan</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">diri yang demikian itu, disebut Viratti, dan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Sampatti Viratti (Pantangan Seketika)</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Pantangan seketika adalah pantangan dari seseorang tanpa rencana terlebih dahulu untuk menahan diri dari</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">melakukan perbuatan jahat. Walaupun ada kesempatan untuk melakukannya, dia cukup kuat untuk menahan diri</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">dari godaan. Jadi dia tidak membunuh, mencuri, berzinah, berbohong, atau meminum minuman keras, karena</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">menurut hematnya perbuatan itu tidak pantas dilakukan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Samadana Viratti (Pantangan karena Janji)</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Pantangan ini dijalankan karena suatu janji (kaul). Misalnya umat Buddha yang telah berjanji melaksanakan</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Panca Sila, juga para bhikkhu dan bhikkhuni dalam menjalankan Sila-sila mereka. Fungsi pantangan disini adalah untuk memenuhi janji tersebut.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Samuccheda Viratti (Pantangan Mutlak)</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Pantangan Mutlak adalah pantangan melalui penghancuran semua sebab yang akan membawa pada pelanggaran. Ini menunjukkan sifat dari seorang Arahat, yang mutlak tidak akan melanggar sila-sila ini pada saat ia telah mencapai Penerangan Sempurna.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">V. Ciri orang yang melaksanakan Sila</p> <p class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Sikap dan tingkah lakunya sopan.</p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Bisa melihat ke dalam diri sendiri, apakah diri sendiri ini berhasil atau tidak dalam menjalankan</p> <p class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">atau melatih Sila.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">VI. Pembagian Sila</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">A. Menurut Jenis</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Pannati Sila</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Cara untuk mengendalikan diri dari segala perbuatan, ucapan, dan pikiran yang tidak baik, dengan mentaati atau patuh terhadap peraturan-peraturan dari luar, misalnya undang-undang; adat istiadat; dsb.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Pakati Sila</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Sila yang alamiah, yaitu Sila atau cara pengendalian diri yang dipakai untuk membersihkan batin, seperti yang</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">terdapat dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan; atau Sila yang dilaksanakan secara terus menerus sehingga menjadi kebiasaan (alamiah).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">B. Menurut besar – kecil tujuan atau maknanya</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Hina Sila</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Suatu tata tertib yang dilaksanakan dengan kemauan, pikiran, semangat, dan amatan yang rendah; yaitu dilaksanakan dengan mengharapkan pengikut atau kedudukan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Majjhima Sila</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Dilaksanakan dengan mendambakan jasa kebajikan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Panita Sila</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Dilaksanakan dengan pengertian bahwa ini adalah suatu hal yang benar-benar patut dilaksanakan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Dalam artian lain lagi, Sila yang dilaksanakan dengan mengharapkan harta kekayaan disebut Hina Sila; yang</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">dilaksanakan untuk meraih ‘pembebasan’ bagi diri sendiri disebut Majjhima Sila; dan yang dilaksanakan demi</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">‘pembebasan’ makhluk-makhluk lain disebut Panita Sila.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">C. Menurut Penggolongan Umat Buddha</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Bhikkhu Sila</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Semua tata tertib yang ditetapkan oleh Sang Buddha kepada para bhikkhu. Bhikkhu Sila ada 227, yaitu Patimokkha Sila.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Bhikkhuni Sila</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Semua tata tertib yang ditetapkan oleh Sang Buddha kepada para bhikkhuni. Bikkhuni Sila ada 311, yaitu</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Patimokkha Sila untuk Bhikkhuni.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Anupasampanna Sila</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Sila bagi para samanera dan samaneri, yaitu Dasa Sila.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">4. Gahattha Sila</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Sila bagi para umat awam, yaitu Panca Sila atau Atthanga Sila (pada waktu-waktu tertentu).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">VII. Uraian Panca Sila</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">A. Sila Pertama : Panatipata Veramani</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Menahan diri dari membunuh makhluk hidup.</p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Ada lima faktor dalam pembunuhan, yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Pano : (ada) suatu makhluk hidup.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Panasannita : mengetahui bahwa makhluk itu masih hidup.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Vadhakacittam : berpikir untuk membunuhnya.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">4. Upakkamo : berusaha untuk membunuhnya.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">5. Tena Maranam : makhluk itu mati sebagai akibat dari usaha tersebut.</p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Yang menjadi obyek dari pelanggaran Sila Pertama, yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Manusia</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Binatang</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">a. Binatang berguna</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">b. Binatang tak berguna</p> <p class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin: 0in 0in 0.0001pt 1in; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">o yang merugikan</p> <p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin: 0in 0in 0.0001pt 1in; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">o tak merugikan</p> <p class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Maksud (motif) dari pelanggaran Sila Pertama, yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Direncanakan (sengaja)</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Tak dikehendaki :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">a. Dorongan sesaat (mendadak).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">b. Mempertahankan diri.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">c. Kecelakaan.</p> <p class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Usaha dari pelanggaran Sila Pertama, yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Dikerjakan langsung.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Dengan tak langsung.</p> <p class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Hal-hal yang dapat dikategorikan pelanggaran Sila Pertama ini, yang harus juga kita hindari :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Membunuh manusia dan hewan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Menyiksa manusia dan hewan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Menyakiti jasmani manusia dan hewan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Akibat dari melanggar Sila Pertama (pembunuhan), yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Lahir kembali dalam keadaan cacat.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Mempunyai wajah yang buruk.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Mempunyai perawakan yang jelek.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">4. Berbadan lemah, berpenyakitan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">5. Tidak begitu cerdas.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">6. Selalu khawatir/cemas, penakut.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">7. Dimusuhi dan dibenci banyak orang, tidak mempunyai pengikut.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">8. Terpisahkan dari orang yang dicintai.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">9. Berusia pendek.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">10. Mati dibunuh orang lain.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">B. Sila Kedua : Adinnadana Veramani</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Menahan diri untuk tidak mengambil apa yang tidak diberikan (mencuri).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Ada lima faktor dalam pencurian, yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Parapariggahitam : (ada) suatu barang/benda milik orang lain.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Parapariggahita-sannita : mengetahui bahwa barang itu ada pemiliknya.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Theyyacittam : berpikir untuk mencurinya.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">4. Upakkamo : berusaha untuk mencurinya</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">5. Tena haranam : berhasil mencuri barang itu melalui usaha tersebut.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Usaha dari pelanggaran Sila Kedua, yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Pencurian secara langsung :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">* Mencuri * Pemalsuan</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">* Merampas * Berbohong (memungkiri harta benda yang dititipkan)</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">* Memeras * Mencopet</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">* Merampok * Menukar barang</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">* Gugatan palsu * Menyelundup dan menghindari pajak</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">* Penipuan * Penggelapan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Pencurian tak langsung</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">* Berlaku sebagai kaki tangan (tukang tadah)</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">* Merayu untuk menipu</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">* Menerima suapan (pungli).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Hal-hal lain yang dapat dikategorikan pelanggaran Sila Kedua, yang harus juga kita hindari, yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Penghancuran barang orang lain dengan sengaja untuk membalas dendam.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Mempergunakan barang dengan sewenang-wenang.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Akibat dari melanggar Sila Kedua (pencurian), yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Tidak begitu mempunyai harta benda dan kekayaan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Terlahirkan dalam keadaan melarat atau miskin.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Menderita kelaparan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">4. Tidak berhasil memperoleh apa yang diinginkan dan didambakan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">5. Menderita kebangkrutan atau kerugian dalam usaha dagang.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">6. Sering ditipu atau diperdayai.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">7. Mengalami kehancuran karena bencana atau malapetaka.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Kebahagiaan yang dimiliki oleh orang yang mencari nafkah secara benar :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Rasa bangga memiliki barang (harta) secara sah.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Bebas dari beban yang membuat ia harus hidup bersembunyi.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Sewaktu mempergunakan hartanya itu ia tidak tertekan batinnya.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">4. Hal itu memperkuat ia untuk tidak jatuh ke dalam cara-cara hidup yang jahat lainnya.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">C. Sila Ketiga : Kamesu micchacara veramani</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Menahan diri dari pemuasan nafsu seks dengan cara yang salah (perzinahan).</p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Ada empat faktor dalam perzinahan, yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Agamaniya-vatthu : (ada) orang yang tidak patut digauli.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Tasmim sevacittam : mempunyai pikiran untuk menyetubuhi orang tersebut.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Sevanappayogo : berusaha menyetubuhinya.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">4. Maggena maggapatipatti adhivasanam : berhasil menyetubuhinya; dalam arti berhasil memasukkan alat</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">kemaluannya ke dalam salah satu dari tiga lubang (mulut, anus, atau liang peranakan) walaupun hanya</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">sedalam biji wijen.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Yang menjadi obyek dari pelanggaran Sila Ketiga, yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Obyek yang menyebabkan pelanggaran Sila Ketiga oleh laki-laki :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">a. Wanita yang telah menikah.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">b. Wanita yang masih di bawah pengawasan atau asuhan keluarga.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">c. Wanita yang menurut kebiasaan (adat istiadat) dilarang, yaitu :</p> <p class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">o Mereka dilarang karena tradisi keluarga, masih dalam satu garis keturunan yang dekat.</p> <p class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">o Mereka dilarang karena tradisi (peraturan) agama. Dalam tradisi Theravada disebutkan :</p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; line-height: normal;">Upasika Atthasila, Bhikkhuni di jaman dulu.</p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">o Mereka dilarang karena hukum negara pada jaman dulu, misalnya selir raja.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Obyek yang menyebabkan pelanggaran Sila ketiga oleh seorang wanita :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">a. Laki-laki yang telah menikah.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">b. Laki-laki yang berada di bawah peraturan Agama, misalnya bhikkhu, samanera.</p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Hal-hal lain yang dapat juga dikategorikan pelanggaran Sila Ketiga, yang harus juga kita hindari, yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Berzinah (melakukan hubungan kelamin bukan dengan suami/istrinya).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Berciuman dengan lain jenis kelamin yang disertai dengan nafsu birahi.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Menyenggol, mencolek, dan sejenisnya yang disertai dengan nafsu birahi.</p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">o Akibat dari melanggar Sila Ketiga (perzinahan), yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Mempunyai banyak musuh.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Dibenci orang banyak</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Sering diancam dan dicelakai</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">4. Terlahirkan sebagai banci/waria atau wanita</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">5. Mempunyai kelainan jiwa</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">6. Diperkosa orang lain</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">7. Sering mendapat aib/malu</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">8. Tidur maupun bangun dalam keadaan gelisah</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">9. Tidak begitu disenangi oleh laki-laki maupun perempuan</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">10. Gagal dalam bercinta</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">11. Sukar mendapat jodoh</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">12. Tidak memperoleh kebahagiaan dalam hidup berumah tangga</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">13. Terpisahkan dari orang yang dicintai.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">D. Sila Keempat : Musavada veramani</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Menahan diri dari berbicara yang tidak benar (pendustaan).</p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Ada empat faktor pendustaan, yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Atthama-vatthu : (ada) sesuatu atau hal yang tidak benar.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Visamvadanacittam : mempunyai pikiran untuk berdusta.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Tajjo vayamo : berusaha berdusta.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">4. Parassa tadatthavijananam : orang lain mempercayainya.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Usaha dari pelanggaran Sila Keempat, yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Kebohongan langsung :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Bohong terang-terangan :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">- Menghasut - Menjilat</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">- Menipu / memperdaya - Pembatalan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Pelanggaran sumpah / ikrar.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Muslihat / tipu daya</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Munafik, perbuatan pura-pura.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Permainan kata-kata secara licin.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Melebih-lebihkan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Menyembunyikan / mengurangi.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Kebohongan tak langsung :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Kata-kata melukai :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">- Sarkasme (pujian tajam)</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">- Penghinaan (merendahkan)</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Kebohongan tak terpikir.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Sindiran untuk menimbulkan perselisihan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Melanggar janji</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Perjanjian antara dua pihak</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Perjanjian satu pihak</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Pembatalan kata-kata.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Hal-hal lain yang dapat juga dikategorikan pelanggaran Sila Keempat :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Euphemisme (basa-basi).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Cerita (perumpamaan atau kiasan).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Salah pengertian.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">4. Salah ucapan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Akibat dari melanggar Sila Keempat (pendustaan), yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Bicaranya tidak jelas.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Giginya jelek dan tidak rata / rapi.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Mulutnya berbau busuk.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">4. Perawakannya tidak normal : terlalu gemuk atau terlalu kurus, terlalu tinggi atau pendek.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">5. Sorot matanya tidak wajar.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">6. Perkataannya tidak dipercayai walaupun oleh orang-orang terdekat atau bawahannya.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">E. Sila Kelima : Surameraya majja pamadatthana veramani</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Menahan diri dari menggunakan makanan / minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">(pemabukan).</p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Ada empat faktor pemabukan, yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Surameraya-majjabhavo : (ada) sesuatu yang merupakan sura, meraya, atau majja; yaitu sesuatu yang</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">membuat nekat, mabuk, tak sadarkan diri, yang menjadi dasar dari kelengahan atau kecerobohan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Pivitukamata : mempunyai keinginan untuk meminum, menggunakannya.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Pivanam : meminum / menggunakannya.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">4. Maddanam : timbul gejala mabuk atau sudah meminumnya hingga masuk melalui tenggorokan.</p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Obyek yang menyebabkan pelanggaran Sila Kelima, yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Segala jenis minuman / makanan yang memabukkan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Barang yang bila digunakan / dimasukkan di dalam tubuh bisa membuat kita tidak sadar dan ketagihan.</p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Keburukan-keburukan dari minuman/makanan yang memabukkan :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Pemborosan uang karena keinginan yang tak terkendali.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Menjadi sebab untuk timbulnya pertengkaran dan perkelahian.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Menjadi sebab untuk timbulnya penyakit, bukan sebagai penawar.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">4. Sebab utama dari timbulnya noda nama baik keluarga.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">5. Hilangnya pengendalian diri.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">6. Menimbulkan gangguan pada fungsi otak.</p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: -0.25in; line-height: normal;">· Hal lainnya yang dapat dikategorikan pelanggaran Sila Kelima yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Makan sampai terlalu kenyang (kekenyangan) sehingga bisa mengakibatkan muntah-muntah.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Akibat dari melanggar Sila Kelima, yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Dalam Anguttara Nikaya, Sutta Pitaka, Sang Buddha Gotama menekankan betapa besar akibat negatif yang</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">ditimbulkan dari pemabukan, “Duhai para bhikkhu, peminum minuman keras secara berlebihan dan terus</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">menerus niscaya dapat menyeret seseorang dalam Alam Neraka, Alam Binatang, Alam Iblis. Akibat paling</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">ringan yang ditanggung oleh mereka yang karena kebajikan lain, terlahirkan sebagai manusia ialah menjadi</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">orang gila / sinting”</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Dalam bagian lain, Beliau juga menyatakan, “ Ada tiga macam hal, duhai para bhikkhu, yang apabila dilakukan</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">tidak pernah dapat membuat kenyang. Apakah tiga macam hal itu ? Tiga macam hal itu ialah bertiduran,</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">bermabuk-mabukan, dan bersetubuh”.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Terlahirkan kembali sebagai orang gila; tingkat kesadarannya rendah; tidak memiliki kecerdasan; tidak</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">mempunyai banyak pengetahuan; bersifat ceroboh; pikun; pemalas; sulit mencari pekerjaan; sukar memperoleh</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">kepercayaan dari orang lain.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">VIII. Uraian Panca Dhamma ( Lima Sifat Mulia )</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Kalau Panca Sila bersifat negatif, maka Panca Dhamma (Lima Sifat Mulia) adalah bersifat positif, karena itu disebut</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">sebagai Kalyana-dhamma, yaitu yang akan dimuliakan (mendukung) mereka yang mempraktekkan Sila. Panca Dhamma ini</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">ada lima, yang masing-masing berhubungan secara berpasangan dengan sila-sila yang terdapat dalam Panca Sila.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Metta Karuna</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Artinya adalah cinta kasih dan kasih sayang terhadap semua makhluk hidup. Kalau seseorang dapat melaksanakan metta</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">karuna dengan baik, maka dia akan dapat menghindari membunuh makhluk hidup, sehingga Sila pertama dalam Panca</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Sila Buddhis akan dapat dilaksanakan dengan baik.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Samma Ajiva</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Artinya adalah mata pencaharian benar, maksudnya adalah mencari penghidupan dengan cara yang baik, yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Tidak mengakibatkan pembunuhan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Wajar dan halal (bukan karena mencuri, merampok, mencopet, dll).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Tidak berdasarkan penipuan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Tidak berdasarkan ilmu yang rendah, seperti meramal, perdukunan, tukang tenung, dll.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Menghindari lima macam perdagangan salah.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Kalau kita dapat melaksanakan Dhamma kedua ini dengan baik, yaitu Samma Ajiva, maka kita akan dapat melaksanakan</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Sila yang kedua dari Panca Sila Buddhis dengan baik.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Santutthi</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Artinya adalah puas dengan apa yang dimiliki. Puas disini adalah puas dalam hal nafsu birahi, sehingga dapat</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">mengendalikan diri dari praktek-praktek pemuasan nafsu sex secara tidak benar (yang dilarang).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">a. Sadarasantutthi</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Praktek seorang laki-laki yang puas dengan hanya satu istri, tidak pernah meninggalkan istrinya pada waktu sehat atau sakit, dan tak pernah mencari wanita lain.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">b. Pativatti</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Praktek seorang wanita yang setia hanya pada satu suami. Sekalipun suaminya telah meninggal dunia, ia lebih suka hidup menjanda seumur hidup, walaupun ia sebenarnya diperkenankan untuk menikah lagi oleh tradisi dan hukum negara.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Jadi kalau sudah punya istri, hendaknya harus merasa puas dengan istrinya, jangan sampai berbuat serong dengan orang lain. Bagi yang belum punya istri, hendaknya harus puas dengan keadaan sekarang yang sedang dialami, sampai nanti punya istri, sehingga dapat melaksanakan Sila Ketiga dengan baik dari Panca Sila Buddhis.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">4. Sacca</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Artinya adalah kebenaran atau kejujuran. Jujur disini berhubungan dengan pembicaraan dengan orang lain yang disertai dengan kehendak. Memang kadang kala kita menganggap bahwa berbohong ada juga baiknya, misalnya kalau seorang bapak akan pergi untuk suatu keperluan yang penting, sedangkan saat itu hujan deras dengan disertai angin yang besar pula, kemudian putranya yang masih kecil mau ikut. Akhirnya demi keselamatan dan kesejahteraan puteranya tersebut, terpaksa sang ayah berbohong kepada putranya dengan mengatakan akan pergi ke dokter misalnya. Sebenarnya hal ini akan lebih baik seandainya ia berterus terang dan memberi keterangan kepada putranya agar tidak usah ikut. Jadi kejujuran diwujudkan sebagai keadilan, kemurnian, kesetiaan, dan juga perasaan terima kasih.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">5. Sati-sampajanna</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Artinya adalah ingat dan waspada. Kewaspadaan disini diwujudkan dalam :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">a. Kewaspadaan dalam makanan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">b. Kewaspadaan dalam pekerjaan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">c. Kewaspadaan dalam kelakuan seseorang.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">d. Kewaspadaan dalam hakekat hidup.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Kalau kita selalu ingat (waspada) terhadap apapun, maka kita juga akan selalu ingat kepada jenis-jenis minuman dan makanan maupun obat-obatan yang dapat mengakibatkan lemahnya kesadaran; dan dengan selalu ingat (waspada) ini, maka kitapun tidak akan tergiur oleh godaan atau rayuan dari teman-teman kita untuk berbuat kejahatan. Kalau kita selalu ingat (waspada), maka kita akan dapat melaksanakan dengan baik Sila yang kelima dari Panca Sila Buddhis. Jadi jelaslah bagi kita bahwa Panca Sila dan Panca Dhamma adalah dua hal yang saling berhubungan. Panca Sila adalah penghindaran dari perbuatan yang tidak baik (bersifat pasif), sedangkan Panca Dhamma adalah pelaksanaan dari perbuatan baik tersebut yaitu perbuatan baik untuk mendukung pelaksanaan Panca Sila (bersifat aktif).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">IX. Pahala dari Sila</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Dapat melaksanakan Sila dengan baik, maka akan bebas dari penyesalan (karena bisa menjaga Sila dengan baik).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Bebas dari penyesalan dapat menimbulkan kegembiraan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Kegembiraan dapat menimbulkan kegiuran (piti).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">4. Kegiuran dapat menimbulkan ketenangan (passadi).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">5. Ketenangan dapat menimbulkan kebahagiaan (sukkha).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">6. Kebahagiaan dapat menimbulkan pemusatan pikiran (ekaggata).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span jsid="text" class="commentBody">7.Pemusatan pikiran akan menimbulkan Pengetahuan dan pandangan akan hal-hal seperti "apa adanya".<br /> </span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span jsid="text" class="commentBody">8. Perolehan dari pengetahuan dan pandangan akan hal-hal seperti apa adanya akan menimbulkan manfaat Rasa muak dan hilangnya nafsu."<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span jsid="text" class="commentBody">9. Manfaat dan perolehan dari rasa muak dan hilangnya nafsu adalah "Pengetahuan dan pandangan akan pembebasan."</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">10. Pengetahuan tentang kebebasan akan membawa orang ke dalam “Kebebasan” (Nibbana).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Sutta-sutta lain yang berhubungan dengan pahala Sila, yaitu :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Anguttara Nikaya IV (halaman 99).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Sang Buddha bersabda kepada Ananda sbb : “Ananda, Sila memiliki tiada penyesalan sebagai tujuan dan buahnya”.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Maha Parinibbana Sutta.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Sang Buddha bersabda kepada upasaka-upasika tentang pahala dari Sila sbb :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Sila menyebabkan seseorang memiliki harta kekayaan yang banyak.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Nama dan kemashurannya akan tersebar luas.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Dia menghadiri setiap pertemuan tanpa ketakutan atau keragu-raguan, karena dia menyadari bahwa dia tidak akan dicela atau didakwa orang banyak.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Sewaktu meninggal batinnya tenteram, dan</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">· Akan terlahir dalam suatu tempat yang membawa kebahagiaan”.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Digha Nikaya II (halaman 69-70)</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Sang Buddha bersabda kepada para bhikkhu sbb : “ Jika seorang bhikkhu ingin dicintai dan dihormati oleh sesama bhikkhu, maka ia harus menjalankan Sila”.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Kutipan-kutipan tersebut di atas merupakan bagian kecil tentang pahala dari Sila yang dibabarkan oleh Sang Buddha sendiri. Sila adalah dasar dari pengetahuan yang benar dari perumahtangga untuk mencapai kehidupan surga. Namun tujuan tertinggi pelaksanaan Sila adalah perealisasian Nibbana. Oleh sebab itu ciri-ciri Sila adalah juga merupakan “Jalan” untuk merealisasi Nibbana.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">X. Tambahan</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Attha Sila (8 macam peraturan /tata susila)</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">a. Panatipata veramani</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Menahan diri dan menghindari terhadap membunuh makhluk hidup apapun juga.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">b. Adinnadana veramani</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Menahan diri dan menghindari mengambil barang yang tidak diberikan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">c. Abrahmacariya veramani</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Menahan diri dan menghindari hubungan kelamin.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">d. Musavada veramani</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Menahan diri, menghindari dari mengucapkan kata-kata yang tidak benar.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">e. Surameraya majjapamadatthana veramani.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Menahan diri, menghindari dari segala penggunaan minuman keras (dan sejenisnya) yang dapat menyebabkan</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">ketagihan, juga lemahnya kesadaran.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">f. Vikalabhojana veramani</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Menahan diri, menghindari dari makan makanan pada waktu yang tidak tepat, yaitu lewat tengah hari.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">g. Naccagitavadita visukadassana malagandhavilepana dharanamandana vibhusanatthana veramani</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Menahan diri, menghindari untuk tidak menari, menyanyi, bermain musik, pergi melihat pertunjukkan/permainan;</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">tidak memakai bunga-bungaan, wangi-wangian, kosmetik atau perhiasan lain yang tujuannya untuk menghias atau mempercantik diri.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">h. Uccasayana mahasayana veramani</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Menahan diri, menghindari menggunakan tempat tidur dan tempat duduk yang tinggi, besar, dan mewah.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Demikianlah tiap-tiap hari Uphosatha umat yang berniat menjalankan peraturan (Sila) akan mengucapkan kalimat demi kalimat tersebut dan berusaha untuk tidak melanggar apa yang telah diucapkan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Dasa Sila (10 macam peraturan / tara susila)</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">a) sampai dengan f) sama dengan Attha Sila.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">g. Naccagitavadita visukadassana veramani</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Menahan diri dari menari, menyanyi, bermain musik, dan melihat pertunjukan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">h. Malagandhavilepana dharanamandana vibhusanatthana veramani</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Menahan diri dari memakai bunga-bungaan, wangi-wangian, kosmetik atau perhiasan bersolek lainnya.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">i. Uccasayana mahasayana veramani</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Menahan diri dari memakai tempat duduk dan tempat tidur yang tinggi, besar, dan mewah.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">j. Jatarupajata patiggahana veramani</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Menahan diri dari menerima emas dan perak (yang juga berarti ‘uang’).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">Buku Acuan :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">1. Vijja Dhamma, disusun oleh Abhayahema K.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">2. Tuntunan Uposatha dan Atthasila, disusun oleh Anjali G.S.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">3. Pancasila – Pancadhamma, disusun oleh Ven. Somdej Phra Maha Samana Chao.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;">4. Mangala berkah Utama, disusun oleh Jan Sanjivaputta.</p> 5. Sila Pengantar Vinaya, disusun oleh Teja SAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/18425101922327995183noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-87366829416934961862012-01-10T23:42:00.002+07:002012-02-16T23:04:53.685+07:00Kesunyataan Mulia tentang Dukkha<strong>Kesunyataan Mulia tentang Dukkha </strong><br />
<br />
<em><strong>Hidup dalam bentuk apa pun adalah dukkha (penderitaan) : </strong></em><br />
<br />
1.dilahirkan, usia tua, sakit, mati adalah penderitaan.<br />
2.berhubungan dengan orang yang tidak disukai adalah penderitaan.<br />
3.ditinggalkan oleh orang yang dicintai adalah penderitaan.<br />
4.tidak memperoleh yang dicita-citakan adalah penderitaan.<br />
5.masih memiliki lima khanda adalah penderitaan.<br />
<br />
<em><strong>Dukkha dapat juga dibagi sebagai berikut : </strong></em><br />
<br />
<em><strong>dukkha-dukkha</strong> </em>- ialah penderitaan yang nyata, yang benar dirasakan sebagai penderitaan tubuh dan bathin, misalnya sakit kepala, sakit gigi, susah hati dll.<br />
<br />
<em><strong>viparinäma-dukkha</strong></em> - merupakan fakta bahwa semua perasaan senang dan bahagia --berdasarkan sifat ketidak-kekalan-- di dalamnya mengandung benih-benih kekecewaan, kekesalan dll.<br />
<br />
<em><strong>sankhärä-dukkha</strong></em> - lima khanda adalah penderitaan ; selama masih ada lima khanda tak mungkin terbebas dari sakit fisik.<br />
<br />
<strong>Kesunyataan Mulia tentang asal mula Dukkha </strong><br />
<br />
Sumber dari penderitaan adalah tanhä, yaitu nafsu keinginan yang tidak ada habis-habisnya. Semakin diumbar semakin keras ia mencengkeram. Orang yang pasrah kepada tanhä sama saja dengan orang minum air asin untuk menghilangkan rasa hausnya. Rasa haus itu bukannya hilang, bahkan menjadi bertambah, karena air asin itu yang mengandung garam. Demikianlah, semakin orang pasrah kepada tanhä semakin keras tanhä itu mencengkeramnya. Dikenal tiga macam tanhä, yaitu :<br />
<br />
<em><strong>Kämatanhä </strong></em>: kehausan akan kesenangan indriya, ialah kehausan akan :<br />
bentuk-bentuk (indah)<br />
suara-suara (merdu)<br />
wangi-wangian<br />
rasa-rasa (nikmat)<br />
sentuhan-sentuhan (lembut)<br />
bentuk-bentuk pikiran<br />
<br />
<em><strong>Bhavatanhä</strong></em> : kehausan untuk lahir kembali sebagai manusia berdasarkan kepercayaan tentang adanya "atma (roh) yang kekal dan terpisah" (attavada).<br />
<em><strong>Vibhavatanhä</strong></em> : kehausan untuk memusnahkan diri, berdasarkan kepercayaan, bahwa setelah mati tamatlah riwayat tiap-tiap manusia (ucchedaväda).<br />
<br />
<strong>Kesunyataan Mulia tentang lenyapnya Dukkha </strong><br />
<br />
Kalau<em> tanhä</em> dapat disingkirkan, maka kita akan berada dalam keadaan yang bahagia sekali, karena terbebas dari semua penderitaan (bathin). Keadaan ini dinamakan <em>Nibbana</em>.<br />
<br />
<em><strong>Sa-upadisesa-Nibbana</strong></em> = Nibbana masih bersisa. Dengan 'sisa' dimaksud bahwa lima khanda itu masih ada.<br />
<br />
<em><strong>An-upadisesa-Nibbana</strong></em> = Setelah meninggal dunia, seorang Arahat akan mencapai anupadisesa-nibbana, ialah Nibbana tanpa sisa atau juga dinamakan Pari-Nibbana. Sang Arahat telah beralih ke dalam keadaan yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata.<br />
<br />
Misalnya, kalau api padam, kejurusan mana api itu pergi? jawaban yang tepat : 'tidak tahu' Sebab api itu padam karena kehabisan bahan bakar.<br />
<strong>Kesunyataan Mulia tentang Jalan Menuju Lenyapnya Dukkha </strong><br />
<br />
<strong><em>Delapan Jalan Utama (Jalan Utama Beruas Delapan) yang akan membawa kita ke Jalan Menuju Lenyapnya Dukkha, yaitu :</em></strong><br />
<br />
<strong><em>Pañña </em></strong><br />
<br />
Pengertian Benar (sammä-ditthi)<br />
Pikiran Benar (sammä-sankappa)<br />
<br />
<em><strong> Sila </strong></em><br />
<br />
Ucapan Benar (sammä-väcä)<br />
Perbuatan Benar (sammä-kammanta)<br />
Pencaharian Benar (sammä-ajiva)<br />
<br />
<strong><em>Samädhi </em></strong><br />
<br />
Daya-upaya Benar (sammä-väyäma)<br />
Perhatian Benar (sammä-sati)<br />
Konsentrasi Benar (sammä-samädhi)<br />
<br />
<strong>Penjelasan Jalan Mulia Berunsur Delapan </strong><br />
<br />
<strong><em>Jalan Mulia Berunsur Delapan ini dapat lebih lanjut diperinci sbb. : </em></strong><br />
<br />
<strong><em>Pengertian Benar (sammä-ditthi) menembus arti dari :</em></strong><br />
Empat Kesunyataan Mulia<br />
Hukum Tilakkhana (Tiga Corak Umum)<br />
Hukum Paticca-Samuppäda<br />
Hukum Kamma<br />
<br />
<strong><em>Pikiran Benar (sammä-sankappa)</em></strong><br />
Pikiran yang bebas dari nafsu-nafsu keduniawian (nekkhamma-sankappa).<br />
Pikiran yang bebas dari kebencian (avyäpäda-sankappa)<br />
Pikiran yang bebas dari kekejaman (avihimsä-sankappa)<br />
<br />
<em><strong> Ucapan Benar (sammä-väcä) </strong></em><br />
<br />
Dapat dinamakan Ucapan Benar, jika dapat memenuhi empat syarat di bawah ini :<br />
<br />
Ucapan itu benar<br />
Ucapan itu beralasan<br />
Ucapan itu berfaedah<br />
Ucapan itu tepat pada waktunya<br />
<br />
<em><strong>Perbuatan Benar (sammä-kammanta)</strong></em><br />
Menghindari pembunuhan<br />
Menghindari pencurian<br />
Menghindari perbuatan a-susila<br />
<br />
<em><strong>Pencaharian Benar (sammä-ajiva) </strong></em><br />
<br />
<strong><em> Lima pencaharian salah harus dihindari (M. 117), yaitu : </em></strong><br />
<br />
Penipuan<br />
Ketidak-setiaan<br />
Penujuman<br />
Kecurangan<br />
Memungut bunga yang tinggi (praktek lintah darat)<br />
<br />
Di samping itu seorang siswa harus pula menghindari lima macam perdagangan , yaitu :<br />
<br />
Berdagang alat senjata<br />
Berdagang mahluk hidup<br />
Berdagang daging (atau segala sesuatu yang berasal dari penganiayaan mahluk-mahluk hidup)<br />
Berdagang minum-minuman yang memabukkan atau yang dapat menimbulkan ketagihan<br />
Berdagang racun.<br />
<br />
<em><strong> Daya-upaya Benar (sammä-väyäma)</strong></em><br />
Dengan sekuat tenaga mencegah munculnya unsur-unsur jahat dan tidak baik di dalam bathin.<br />
Dengan sekuat tenaga berusaha untuk memusnahkan unsur-unsur jahat dan tidak baik, yang sudah ada di dalam bathin.<br />
Dengan sekuat tenaga berusaha untuk membangkitkan unsur-unsur baik dan sehat di dalam bathin.<br />
Berusaha keras untuk mempernyata, mengembangkan dan memperkuat unsur-unsur baik dan sehat yang sudah ada di dalam bathin.<br />
<br />
<em><strong>Perhatian Benar (sammä-sati) </strong></em><br />
<br />
<em>Sammä-sati </em>ini terdiri dari latihan-latihan Vipassanä-Bhävanä (meditasi untuk memperoleh pandangan terang tentang hidup), yaitu :<br />
<br />
<em> Käyä-nupassanä = Perenungan terhadap tubuh</em><br />
<em> Vedanä-nupassanä = Perenungan terhadap perasaan.</em><br />
<em> Cittä-nupassanä = Perenungan terhadap kesadaran.</em><br />
<em> Dhammä-nupassanä = Perenungan terhadap bentuk-bentuk pikiran. </em><br />
<br />
<strong><em>Konsentrasi Benar (sammä-samädhi) </em></strong><br />
<br />
<strong>Latihan meditasi untuk mencapai Jhäna-Jhäna. </strong>tonny liehttp://www.blogger.com/profile/13459274942090590808noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-85487505703404274112012-01-10T23:41:00.002+07:002012-02-16T23:04:53.688+07:00Kehidupan Tanpa Uang<div class="mbl notesBlogText clearfix"><div><strong>Kehidupan Tanpa Uang</strong><br />
<br />
<strong></strong><br />
oleh U Sikkhananda Andi Kusnadi pada 10 Januari 2012 pukul 21:20<br />
Artikel ini adalah terjemahan bebas dari artikel Dhamma yang berjudul ‘A Life Free from Money’ karya Bhikkhu Dhamminda. Isi artikel ini sangat baik untuk menambah pengetahuan para umat agar mengetahui <strong>bagaimana cara berdana yang benar</strong> kepada seorang bhikkhu, khususnya sangat bermanfaat bagi para bhikkhu baru yang belum begitu paham tentang peraturan tentang uang. Sebenarnya, garis besar tentang cara berdana yang benar kepada seorang bhikkhu telah penerjemah jelaskan di dalam buku DANA, tetapi dalam artikel ini hal itu dijelaskan lebih lengkap lagi berikut peraturan-peraturan yang berhubungan dengan uang. Dengan pengetahuan ini, para umat bukan hanya dapat berdana dengan benar, tetapi juga dapat <strong>memberikan kondisi yang mendukung</strong> bagi para bhikkhu untuk menjalankan kehidupannya sesuai dengan <em>Vinaya</em>, khususnya bagi para bhikkhu baik yang berusaha untuk mempraktekkannya, sehingga dapat menghindari pelanggaran yang terjadi karena harus tinggal di tempat yang salah.<br />
<br />
Alasan lain untuk menerjemahkan artikel ini adalah untuk memberikan penjelasan yang lebih lengkap dan referensi atau sumber acuan dari jawaban yang penerjemah berikan kepada beberapa umat dari vihara dan cetiya di Tangerang yang bertanya, “Apakah seorang bhikkhu diperbolehkan menjual atau meminta umat untuk menjualkan jubahnya, atau menukarkannya dengan uang?” “Apakah umat melakukan tindakan yang benar dan mendapatkan pahala dengan membantu seorang bhikkhu untuk menjualkan jubahnya?” Jawabannya adalah TIDAK dan penerjemah menjawabnya dengan memberikan perumpamaan ini. Seandainya seseorang melakukan korupsi dan dia tidak mengetahui bahwa korupsi itu melanggar hukum, tetapi saat tindakan korupsinya diketahui pihak berwajib; walaupun dia mengatakan bahwa dia tidak tahu bahwa korupsi itu melanggar hukum, maka pihak berwajib tetap akan menangkap dan menghukumnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Begitu juga dengan teman dari koruptor tersebut yang juga tidak mengetahui bahwa korupsi adalah salah, dan atas permintaan sang koruptor atau atas kemauan sendiri, membantu sang koruptor melakukan korupsi; maka dia juga akan ikut ditangkap dan dihukum oleh pihak berwajib. Maksud hati adalah berbuat baik dan mendapatkan pahala dengan membantu teman; karena kurangnya pengetahuan, bukannya mendapatkan pahala, malah celaka yang didapatnya.<br />
<br />
Uang, mungkin dapat dikatakan sebagai sesuatu atau hal yang paling banyak menimbulkan masalah bagi manusia. Bahkan ada ucapan yang berbunyi, “Kalau masalah uang, tidak ada yang namanya saudara.” Mulai dari kasus kriminal kecil sampai penjajahan suatu negara dan peperangan, semuanya tidak terlepas dari masalah uang. Begitu juga di dalam Ajaran yang sungguh Mulia ini, uang adalah salah satu penyebab utama dari perpecahan sangha dan semakin cepat musnahnya Ajaran Sang Buddha. Kasus penerimaan uang (emas dan perak) oleh para bhikkhu dari suku Vajjī dari kota Vesāli adalah salah satu dari sepuluh pokok masalah yang memicu terjadinya konsili kedua dan perpecahan sangha[1].<br />
<br />
Penerjemah yakin bahwa semua bhikkhu mempunyai tujuan yang baik dalam menjalani kehidupan kebhikkhuannnya, tetapi tujuan (niat) baik saja tidaklah cukup. Tanpa pengetahuan yang baik, khususnya <em>Vinaya</em>,<em> </em>maka seorang bhikkhu bisa salah arah; dan akibatnya, bukannya terlahir di kehidupan yang lebih baik sehingga mempercepat proses pencapaian <em>Nibb</em><em>ā</em><em>na</em>, dia malah akan terjatuh ke neraka. Adalah sebuah kenyataan bahwa saat ini praktek yang berhubungan dengan uang dikalangan para bhikkhu telah sangat menyimpang. Bila hal ini terus berlanjut maka sangatlah mungkin usia Ajaran ini akan kurang dari usia yang telah diramalkan sebelumnya, yaitu 5.000 tahun. Semoga terjemahan ini dapat membantu para bhikkhu dan umat untuk dapat lebih memahami peraturan tentang uang yang ada dalam <em>Vinaya</em>. Semoga, dengan pemahaman yang lebih baik, para bhikkhu dapat menjalankan peraturan tentang uang ini dengan baik dan para umat dapat menyokongnya dengan cara yang benar. Dengan demikian, dapat diharapkan Ajaran Sang Buddha, Guru dari para dewa dan manusia, akan semakin bersinar dan bertahan lebih lama; sehingga akan semakin banyak makhluk yang dapat memetik manfaatnya.<br />
<br />
Isi artikel:<br />
1. Informasi untuk umat (penyokong),<br />
2. Kesalahan dalam menerima uang,<br />
3. Peraturan mengenai uang,<br />
4. Penalti dan pengakuan kesalahan,<br />
5. Metode saat ini, dan kesimpulan.<br />
Catatan kaki dan kata dalam [ ] adalah tambahan penerjemah.<br />
<br />
Artikel asli dapat ditemukan di http://www.geocities.com/venkumara/evinaya atau http://www.budsas.org (di bagian English Articles) dan dapat diperbanyak tanpa ijin dari penulis.<br />
<br />
<br />
Semoga terjemahan artikel ini bermanfaat bagi para pencari Dhamma<strong>.</strong><br />
Semoga semua makhluk dapat berbagi dan menikmati sebesar jasa kebajikan<br />
hasil dari penerjemahan Dhamma ini.<br />
<br />
<br />
<br />
Bhikkhu Sikkhānanda<br />
Chanmyay Yeiktha Meditation Center<br />
Hmawbi, Myanmar<br />
01 November, 2011 (281011-011111)<br />
<br />
<br />
<br />
<strong>T</strong><strong>erjemahan artikel</strong><strong> ini boleh dikutip, diubah formatnya, dan dicetak dalam media apapun </strong><br />
<strong>tanpa izin dari pen</strong><strong>erjemah</strong><strong> demi menyebarluaskan dan melestarikan Buddha Dhamma. </strong><br />
<strong>Dilarang keras untuk diperjual-belikan.</strong><br />
<br />
[1] Bab 12 dari Cūlavagga, Vinaya Piṭaka</div></div>tonny liehttp://www.blogger.com/profile/13459274942090590808noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-23718301863613492922012-01-10T23:40:00.000+07:002012-02-16T23:04:53.691+07:00Mengapa belajar Abhidhamma itu sangat penting?<div class="mbl notesBlogText clearfix"><div><strong>Mengapa Abhidhamma Itu Penting?</strong><br />
oleh U Sikkhananda Andi Kusnadi pada 10 Januari 2012 pukul 21:35<br />
Abhidhamma artinya adalah Dhamma yang tertinggi, inilah intisari tertinggi dari Ajaran Sang Buddha, jauh lebih dalam dan detil daripada Sutta. Abhidhamma adalah salah satu dari tiga kumpulan Dhamma (dua lainnya adalah Vinaya & Sutta) Ajaran Sang Buddha. Banyak orang yang meragukan bahwa Abhidhamma adalah Ajaran Sang Buddha. Perlu diketahui, dari begitu banyak ajaran di dunia, tak ada satupun yang dapat menyamai Ajaran Sang Buddha yang berada dalam kelompok Sutta. Bila Abhidhamma adalah ciptaan orang lain, maka orang yang menemukan/ mengajarkannya pasti lebih pandai dan bijaksana dari Sang Buddha. Hal itu adalah mustahil, karena Sammāsambuddha adalah level kebijaksanan/pencapaian tertinggi yang seorang makhluk dapat capai. Sehingga bila seseorang meragukan Abhidhamma sebagai Ajaran Sang Buddha, maka dia juga seharusnya meragukan Vinaya dan Sutta.<br />
<br />
<strong>Mengapa belajar Abhidhamma itu sangat penting?</strong><br />
<br />
Banyak orang beranggapan bahwa mempelajari Abhidhamma tidaklah penting, mereka menganggap bahwa dengan mempelajari Sutta sudahlah cukup. Anggapan ini mungkin dapat dibenarkan saat zaman Sang Buddha atau saat masih banyak orang suci yang dapat menjelaskan isi dari Sutta dengan baik. Saat ini, sangatlah sulit untuk mengerti isi Sutta dengan baik, apalagi ditambah dengan kendala bahasa Pāḷi yang sangat sulit dicari padanan katanya dalam bahasa apapun.<br />
<br />
Contoh kasus: syair dhammapada No. 183 yang sangat terkenal (yang termasuk dalam kategori Sutta) yaitu, <strong>“Hindari kejahatan (perbuatan buruk), perbanyaklah kebajikan (perbuatan baik), dan sucikan hati dan pikiran.” Biar lebih mudah, ambil bagian pertama saja, “Hindari kejahatan (perbuatan buruk).”</strong> Apakah hanya dengan mempelajari Sutta seseorang dapat mengerti arti sesungguhnya dari wejangan Sang Buddha ini? Sekarang bila ditanya, apakah pada saat makan, bercermin, nonton film, bertamasya, dll., seseorang terbebas dari perbuatan buruk? Bila hanya mengandalkan pengetahuan dari Sutta, kemungkinan besar sulit untuk menjawabnya. Tetapi lewat pengetahuan Abhidhamma, hal itu akan sangat mudah. Selama kegiatan tersebut terbebas dari keserakahan (<em>lobha</em>), kebencian (<em>dosa</em>), dan kebodohan mental (<em>moha</em>), maka dia terbebas dari perbuatan buruk. Maka, bila saat makan dia tidak terserang keserakahan karena makanan yang lezat, dia terbebas dari perbuatan buruk. Tetapi saat dia merasa senang dan muncul pendambaan atau nafsu (keserakahan <em>- lobha</em>) terhadap makanan yang lezat tersebut, maka kegiatan makan pun menjadi perbuatan buruk.<br />
<br />
Mari tinjau “<strong>Perumpamaan makanan berformalin</strong>.” Misalnya di dalam Sutta dikatakan, hindari makanan berformalin karena mereka tidak baik bagi kesehatan. Seseorang yang mendapatkan informasi tersebut dari Sutta dan mempercayainya tentu akan mengikuti anjuran tersebut dan tidak akan mengkonsumsi makanan berformalin. Tetapi bila dia tidak tahu, mungkin dia tidak akan khawatir akibat dari mengkonsumsi makanan tersebut. Jadi informasi dalam Sutta tersebut sangatlah baik dan membantu. Tetapi bila tidak dijelaskan ciri-ciri dari makanan yang berformalin, bagaimana seseorang dapat mengetahui makanan yang mengadung formalin? Contohnya adalah tahu berformalin, untuk dapat menghindari mengkonsumsi tahu tersebut, maka seseorang harus mengetahui ciri-ciri dari tahu yang mengandung formalin. Namun demikian, formalin bukan hanya ditemukan pada tahu, tetapi juga pada bahan makanan lainnya seperti ikan, daging, dll. Oleh karena itu, mengetahui sifat dan bahaya dari formalin juga sangatlah penting. Hal itu bagaikan mengetahui sifat-sifat dari faktor mental yang tidak baik (<em>akusala cetasika</em>). Sedangkan, mengetahui ciri-ciri makanan yang berformalin, bagaikan mengetahui sifat-sifat dari kesadaran yang tidak baik (<em>akusala citta</em>). Penjelasan tersebut pasti tidak akan dapat ditemukan di dalam Sutta.<br />
<br />
Selain itu, agar dapat hidup lebih baik lagi, maka tidaklah cukup hanya dapat menghindari hal yang buruk, tetapi juga harus bisa mengembangkan hal yang baik. Oleh karena itu, mengetahui sifat-sifat dari faktor mental yang lainnya (yang baik dan netral) dan kesadaran yang lainnya (yang cantik dan adiduniawi) adalah sangat penting. Semua itu hanya dapat dipelajari di Abhidhamma. Dengan tambahan pengetahuan dari Abhidhamma, seseorang dapat dipastikan akan mampu memahami Vinaya dan Sutta dengan lebih baik. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah seseorang yang mempunyai kesempatan untuk mempelajari Abhidhamma, menggunakan waktunya untuk mempelajarinya.<br />
<br />
Dalam abhidhamma, kebenaran atau kenyataan atau realita terbagi dua: konvensi (<strong><em>sammuti-sacca</em></strong>) dan sejati atau mutlak atau sesungguhnya (<strong><em>paramattha-sacca</em></strong>). Kebenaran konvensi adalah kebenaran yang berdasarkan kesepakatan atau kebenaran yang secara umum diterima oleh masyarakat luas. Kebenaran konvensi ini dapat berupa konsep pemikiran (<em>paññatti</em>) ataupun ekspresi (<em>vohāra</em>), misalnya pria, wanita, gajah, harimau, kue, pakaian, nama, angka, dia, kami, dll. Coba lihat angka atau bilangan, ini adalah hanya sebuah konsep yang digunakan manusia untuk mempermudah dalam melakukan perhitungan, angka bukanlah kebenaran mutlak. Mari simak pembahasan tentang angka yang terjadi antara bhante Nāgasena dan raja Milinda (kitab Milinda Pañha - pertanyaan raja Milinda).<br />
<br />
<br />
- Nāgasena, sudah berapa <em>vassa</em> (masa kebhikkhuan) anda menjadi bhikkhu?<br />
<em>- Tujuh</em>, Tuanku.<br />
- Tetapi, bagaimana kamu katakan kamu sudah <em>Tujuh</em> <em>vassa</em>? Apakah kamu ataukah jumlah <em>vassa</em>mu yang <em>Tujuh.</em><br />
- Pada saat itu tampak bayangan raja di lantai dan juga di air yang berada di panci air, kemudian bhante Nāgasena bertanya kepada raja, “Bayanganmu, Oh raja, sekarang tampak di lantai dan di air. Bagaimana sekarang, apakah kamu yang raja atau bayangan tersebut?”<br />
- Akulah yang raja, Nāgasena; bayangan tersebut muncul karena aku.<br />
- Begitu juga, Oh raja, jumlah <em>vassa</em>ku yang <em>Tujuh</em>, bukan aku. Tetapi, karena ada aku, Oh raja, angka <em>Tujuh</em> tersebut muncul; <em>Tujuh vassa </em>itu adalah milikku seperti juga bayangan itu adalah milikmu.<em> </em><br />
- Sangat luar biasa dan menakjubkan, Nāgasena. Pertanyaan yang diajukan kepadamu, walaupun sulit, telah dipecahkan dengan baik!<br />
<br />
<br />
Dari percakapan di atas dapat dilihat bahwa angka <em>Tujuh</em> tersebut hanyalah suatu konsep yang muncul karena dan digunakan untuk mewakili - suatu keadaan. Namun sebenarnya, angaka <em>Tujuh</em> itu sendiri tidak ada.<br />
<br />
<br />
Berbeda dengan konsep, kebenaran mutlak atau sejati adalah kebenaran yang muncul karena sifat asli atau sesungguhnya dari suatu hal atau benda. Ini merupakan kebenaran mutlak karena kebenaran ini tidak berubah dari sifat alaminya walau terkena kondisi apapun atau berada di manapun. Misalnya, keserakahan (<em>lobha</em>), baik itu muncul di pria, wanita, dewa, brahma, anjing, kuda, atau makhluk apapun itu, sifat dari keserakahan tidak berubah (tetap) yaitu selalu mendambakan atau merindukan sesuatu. Ada 2 jenis sifat alami hakiki/intrinsik (<em>sabhāva</em>): sifat umum - berlaku untuk semua jenis fenomena (<em>sāmañña</em> <em>lakkhaṇa</em>) dan sifat spesifik - hanya menjadi milik suatu entitas tertentu (<em>sabhāva lakkhaṇa</em>). Sifat umum dari semua fenomena adalah tidak kekal (<strong><em>anicca</em></strong>), penderitaan atau tidak memuaskan (<strong><em>dukkha</em></strong>), dan tanpa-inti/tanpa-aku/tanpa-jiwa (<strong><em>annatā</em></strong>). Sedangkan sifat spesifik adalah sifat yang hanya dimiliki oleh individu/ entitas tertentu, tidak dimiliki oleh individu/entitas yang lainnya. Contohnya, panas dan dingin hanya dimiliki oleh unsur api (<em>tejo dhātu</em>); keras dan lembut hanya dimiliki oleh unsur tanah (<em>pathavī dhātu</em>); dan sebagainya.<br />
<br />
<br />
<strong>Ada 4 kebenaran mutlak</strong>: 1. Kesadaran atau kadang sering disebut sebagai pikiran (<strong><em>citta</em></strong>), terdiri dari 89 atau 121 macam; 2. Faktor-faktor mental (<strong><em>cetasika</em></strong>), terdiri dari 52 macam; 3. Materi (<strong><em>rūpa</em></strong>), terdiri dari 28 macam; dan 4. <strong><em>Nibbāna</em></strong>. <em>Nibbāna</em> adalah sesuatu yang ada dan multak, tidak terkondisi (<em>asaṅkhata</em>); sedangkan tiga realita yang pertama masih terkondisi (<em>saṅkhata</em>). Tiga kebenaran mutlak yang pertama kadang kala juga dikenal sebagai <em>nāma-rūpa</em> atau <em>pañcakkhandha</em>. <em>Nāma </em>adalah fenomena mental yang merupakan gabungan antara kesadaran (<em>citta</em>) dan faktor-faktor mental (<em>cetasika</em>). Sedangkan, <em>rūpa</em> adalah fenomena jasmani atau materi. Bila ditinjau sebagai lima kelompok kehidupan (<em>pañcakkhandha</em>), maka fenomena ini dapat diurai sebagai berikut:<br />
<br />
<br />
<ol><li>Kelompok jasmani atau materi (<em>rūpakkhand</em><em>h</em><em>a</em>), terdiri dari 28 macam materi (<em>rūpa</em>).</li>
<li>Kelompok perasaan (<em>vedanākkhandha</em>), ini adalah <em>vedanā</em> <em>cetasika</em>.</li>
<li>Kelompok pencerapan/persepsi (<em>saññākkhandha</em>), ini adalah <em>saññā cetasika.</em></li>
<li>Kelompok bentuk-bentuk mental (<em>saṅkhārakkhandha</em>), terdiri dari 50 <em>cetasika </em>(tidak termasuk <em>vedanā</em> <em>cetasika </em>dan<em> saññā cetasika</em>).</li>
<li>Kelompok kesadaran (<em>vi</em><em>ññāṇa</em><em>kkhandha</em>), terdiri dari 89 atau 121 macam kesadaran (<em>citta</em>). </li>
</ol>Kelompok pertama termasuk dalam fenomena materi/jasmani (<em>rūpa</em>) dan kelompok sisanya termasuk dalam fenomena mental (<em>nāma</em>).<br />
<br />
Dalam syair pertama dhammapada, Sang Buddha mengatakan,<br />
<strong>”<em>Semua fenomena mental mempunyai pikiran sebagai pelopornya, mempunyai pikiran sebagai pemimpinnya; mereka adalah kreasi pikiran. Jika seseorang berbicara atau </em></strong><strong><em>bertindak</em></strong><strong><em> dengan </em></strong><strong><em>berlandaskan </em></strong><strong><em>pikiran buruk, maka penderitaan (dukkha) akan mengikutinya bagaikan roda pedati yang mengikuti jejak kaki sapi yang menariknya</em></strong><strong>.” </strong><br />
<br />
<br />
Dalam syair kedua dhammapada, Sang Buddha mengatakan,<br />
<strong><em>“</em></strong><strong><em>Semua fenomena mental mempunyai pikiran sebagai pelopornya, mempunyai pikiran sebagai pemimpinnya; mereka adalah kreasi pikiran</em></strong><strong><em>. Jika seseorang berbicara atau bertindak dengan berlandaskan pikiran baik, maka kebahagiaan (sukha) akan mengikutinya bagaikan bayangan yang tidak pernah pergi.”</em></strong><br />
<br />
<br />
Berdasarkan dua syair tersebut, Sang Buddha menyatakan bahwa pikiran adalah hal yang paling penting. Jadi, adalah suatu kesempatan yang sangat luar biasa bila seseorang mempunyai kesempatan untuk mempelajari pikiran. Seseorang dapat mempelajari semua hal tentang pikiran dan yang berhubungan dengan pikiran dalam abhidhamma secara detil dan lengkap. Diantaranya adalah apa definisi dari pikiran baik dan pikiran jahat, faktor-faktor apa yang membuat pikiran menjadi pikiran baik dan jahat, apa yang menyebabkan penderitaan, dan jalan menuju lenyapnya penderitaan.<br />
<br />
<br />
Oleh karena itu, <strong>dengan mempelajari abhidhamma</strong>, seseorang dapat lebih mengenal dirinya dan kenyataan hidup yang sesungguhnya, yang hanyalah merupakan fenomena mental dan jasmani. Dengan demikian, mudah-mudahan kehidupan yang dipenuhi oleh penderitaan, ketidakpuasan, dan kesedihan ini dapat dijalani dengan baik; yaitu dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat sehingga tidak membuat kondisi yang ada menjadi lebih buruk. Dan mudah-mudahan dengan pengertian yang baik tentang sifat alami dari fenomena mental dan jasmani ini, seseorang dapat lebih mudah dalam memahami dan mengembangkan jalan yang dapat membawanya ke kebebasan atau berakhirnya penderitaan (<em>Nibbāna</em>), yaitu Jalan Mulia Beruas Delapan (meditasi vipassanā).<br />
<br />
<br />
Namun demikian, abhidhamma hanyalah sebatas teori. Sebaik dan sebagus apapun teori tersebut tidak akan memberikan dampak yang nyata bila tidak dipraktekkan. Bila seseorang sudah merasa puas dengan hanya mempelajari dan memahami abhidhamma, maka dia tidak akan mencapai <em>Nibbāna</em>. Jadi jangan lupa untuk menerapkan pengetahuan teori yang telah didapat dari mempelajari abhidhamma dalam kehidupan sehari-hari. Contoh: bila terserang rasa marah, maka langsung sadari rasa marah tersebut, sehingga tidak berkembang dan mudah-mudahan cepat reda dan hilang. Dengan demikian, bukan hanya mengurangi jumlah akibat buruk dari marah tersebut, tetapi malah menambah akibat baik dari menyadarinya. Hal ini dapat terjadi karena untuk menyadari rasa marah seseorang harus mengerahkan kesadaran yang baik (<em>kusala citta</em>) yang didukung oleh perhatian murni (<em>sati</em>) yang baik. Itu sebenarnya adalah praktek dari meditasi vipassanā dan hanya praktek inilah yang dapat membawa seseorang ke <em>Nibbāna</em>.<br />
<br />
Sebagai seorang yang belum sempurna, sangatlah mungkin penulis melakukan kesalahan. Penulis bertanggung jawab sepenuhnya terhadap semua kesalahan yang terdapat dalam tulisan ini. Jika pembaca menemukannya, penulis akan sangat menghargai masukan anda. Penulis akan dengan senang hati untuk mempelajari masukan tersebut dan membenarkan kesalahannya. Semoga semua pencari Dhamma terus maju dan berkembang dalam Dhamma. Semoga lebih banyak lagi makhluk yang masih banyak debu di matanya, menjadi semakin sedikit debunya; dan yang mempunyai sedikit debu di matanya, secepatnya merealisasi buah dari perjuangannya yaitu kedamaian sejati (<em>Nibbāna</em>).<br />
<br />
Singkat kata,<br />
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pencari Dhamma<strong>.</strong><br />
Semoga semua makhluk dapat berbagi dan menikmati jasa kebajikan hasil dari<br />
penulisan Dhamma ini.<br />
<br />
<br />
Bhikkhu Sikkhānanda<br />
Chanmyay Yeiktha Meditation Center<br />
Hmawbi, Myanmar<br />
10 Oktober, 2011 (220811-101011)<br />
<br />
<br />
<strong>Tulisan ini boleh dikutip, diubah formatnya, dan dicetak dalam media apapun </strong><br />
<strong>tanpa izin dari penulis demi menyebarluaskan dan melestarikan Buddha Dhamma. </strong><br />
<strong>Dilarang keras untuk diperjual-belikan.</strong><br />
<br />
<br />
<br />
Bila tertarik silakan unduh di sini:<br />
https://skydrive.live.com/P.mvc#!/?cid=f1e05c39cd1727e9&sc=documents&id=F1E05C39CD1727E9%21385<br />
<br />
Salam Mettā</div></div>tonny liehttp://www.blogger.com/profile/13459274942090590808noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-10851285501660548662011-12-21T17:01:00.002+07:002012-02-16T23:04:53.695+07:00SpellingBanyak dari kita yg masih belum bisa membaca wacana Pali dengan baik.<br />Berikut kami meng-Upload Sarana Latihan peng-Eja-an yang benar ...<br /><br />File,"Spelling" berbentuk PDF dapat anda download di"<a href="http://www.4shared.com/office/8eIxPcoB/speling.html">SINI</a>"Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/18425101922327995183noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-54447732945826748162011-12-21T12:51:00.003+07:002012-02-16T23:04:53.699+07:00Tuntunan Puja BhaktiNamo Buddhaya,<br /><br />Dalam kesempatan ini kami mencoba utk mengupload<br />Salah satu dari tuntunan Puja Bhakti yg bisa dilakukan oleh umat baik di rumah maupun<br />bersama-sama.<br /><br />File, "Tuntunan Puja Bhakti Pagi-Sore". berformat PDF dapat anda download di "<a href="http://www.4shared.com/office/6qFYvngg/TUNTUNAN_PJ_BAKTI_Pagi-Sore.html">sini</a>"<br /><br />Berikut kami sertakan satu File Pali Wacana, sebagai perenungan kita terhadap ajaran Bhagava.<br /><br />File,"Pali Wacana Pencerahan Sempurna". berformat PDF dapat anda download di "<a href="http://www.4shared.com/office/RNj6Dmi4/palivacana_pencerahan_sempurna.html">sini</a>".<br /><br />Semoga Bermanfaat.<br />MettacittenaAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/18425101922327995183noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-137531007975771352011-11-30T00:02:00.000+07:002012-02-16T23:04:53.702+07:00Laporan Pengunaan danaBUDDHA SCHOOL LP.xlsx - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh: <a href="http://www.4shared.com/file/mHKlYwfE/BUDDHA_SCHOOL_LP.html">BUDDHA SCHOOL LP.xlsx</a>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/18425101922327995183noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-33271813015191343852011-10-01T23:22:00.000+07:002011-10-01T23:27:21.000+07:00Kamma Atau Hukum Sebab Akibat<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"><tbody><tr><td bg valign="top" width="100%" style="color:#ff8040;"><p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:100%;color:#000000;"><strong>Kamma Atau Hukum Sebab Akibat</strong></span></p></td></tr> <tr> <td align="right" valign="top" width="100%"><span style="font-family:Verdana;"><strong> </strong></span><p align="right"><span style="font-family:Verdana;"><strong></strong><em><span style="font-size:78%;">oleh: Ven. </span></em><span style="font-size:78%;"><em>Nârada Mahâthera</em></span></span></p></td></tr> <tr> <td align="right" valign="top" width="100%"> <p align="right"><span style="font-family:Verdana;font-size:78%;color:#ff0000;">Sumber Asli: Karya Tulis Ven.Nârada Mahâthera berjudul BUDDHISM IN A NUTSHELL</span></p></td></tr></tbody></table> <p><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Dunia telah membuktikan kenyataan yang telah kita lihat ketidak-seimbangan itu. Kita menyaksikan perbedaan-perbedaan berbagai macam jalan kehidupan serta tingkah Iaku makhluk-makhluk yang hidup di alam semesta. Kita dapat melihat seseorang dilahirkan dalam keadaan berlebihan, dikaruniai dengan pikiran, kepribadian dan tubuh yang sempurna; sedangkan orang lain dilahirkan dalam keadaan sengsara dan menyedihkan. Bisa terjadi orang yang bajik dan saleh selalu bernasib buruk. la tetap miskin dan sengsara meskipun ia selalu berlaku jujur dan bajik. Sebaliknya, ada orang lain yang berwatak jahat, kejam dan korup, tetapi selalu mujur, dikaruniai dengan segala bentuk kesenangan.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Timbul berbagai pertanyaan dalam diri kita, mengapa seseorang mempunyai kedudukan rendah, sedang orang lain mempunyai kedudukan mulia? Mengapa seseorang harus direnggut dari tangan ibu yang penuh kasih sayang sewaktu ia masih kanak-kanak, sedangkan orang lain meninggal dalam usia remaja atau pada usia delapan puluh atau seratus tahun? Mengapa seseorang memiliki fisik lemah dan berpenyakitan, sedang orang lain memiliki tubuh yang kuat dan sehat? Mengapa seseorang berwajah tampan, dan orang lain berwajah buruk, menakutkan, sehingga orang lain ngeri dan takut melihatnya? Mengapa seseorang dibesarkan dalam kemewahan, sedang orang lain dibesarkan dalam kemiskinan dan kesengsaraan? Mengapa seseorang terlahir sebagai jutawan, sedang orang lain terlahir sebagai pengemis? Mengapa seseorang memiliki kecerdasan luar biasa, sedang orang lain begitu tolol? Mengapa seseorang terlahir dengan sifat saleh, sedangkan orang lain terlahir dengan kecenderungan-kecenderungan kriminal? Mengapa ada orang yang berbakat sebagai ahli bahasa, artis, ahli matematika atau ahli musik sejak lahir? Mengapa ada orang yang buta, tuli dan cacat sejak lahirnya, Mengapa? Inilah beberapa pertanyaan yang membingungkan orang-orang. Bagaimana kita harus menerangkai "ketidak-adilan" dunia, perbedaan-perbedaan di antara umat manusia ini? Apakah semua fenomena îtu tefjadi secara kebetulan?</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">Dalam dunia ini tak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan. Menyatakan bahwa sesuatu terjadi secara kebetulan adalah sama salahnya dengan menyatakan buku ini ada dengan sendirinya tanpa ada faktor-faktor lain sebelumnya. Sesungguhnya, tak ada sesuatu yang terjadi pada manusia tanpa alasan dan yang tidak dikehendaki.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Apakah hal-hal ini disebabkan oleh sesuatu makhluk yang tak bertanggung jawab?</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> <span style="color:#ff0000;">Huxley</span> menulis: "Apakah kita berpendapat bahwa ada seseorang atau sesuatu yang mengatur keadaan alam semesta yang menakjubkan ini, maka dalam pengertianku ia tidak dapat disebut murah hati dan adil, melainkan kejam dan tidak adil".</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Menurut <span style="color:#ff0000;">Einstein</span>: "Bila makhluk adikodrati ini maha kuasa, maka setiap kejadian, termasuk setiap perbuatan, pikiran, perasaan dan aspirasi manusia juga merupakan karyanya; lalu bagaimana manusia harus bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan dan pemikiran-pemikiran mereka di hadapan makhluk maha kuasa seperti itu? Sewaktu memberi hukuman dan anugrah, ia sedikit banyak juga harus mengadili dirinya sendiri. Lalu bagaimana hal ini dapat dikaitkan dengan kebajikan dan keadilan yang dianggap berasal dari dirinya?"</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> "Menurut asas-asas theologie, manusia diciptakan bukan atas dasar keinginannya sendiri, dan untuk selamanya ia mulia atau celaka. Dengan begitu, sejak awal dalam proses penciptaan fisiknya sampai saat kematiannya, manusia itu dapat baik atau jahat, beruntung atau celaka, mulia atau hina, tanpa menghiraukan akan keinginan-keinginan, harapan-harapan, cita-cita, usaha-usaha ataupun doa sujudnya. Inilah fatalisme theologi". <span style="color:#ff0000;">(Spencer Lewis)</span></span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">Sebagaimana <span style="color:#ff0000;">Charles Bradlaugh</span> mengatakan: "Adanya keburukan merupakan suatu penghalang yang menakutkan bagi ajaran theis. Penderitaan, kesengsaraan, kejahatan, kemiskinan bertolak belakang dengan penganjur kebaikan abadi dan berlawanan dengan pernyataannya akan kemampuan dirinya sebagai dewa serba baik, serba bijaksana, dan serba kuasa".</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Menurut <span style="color:#ff0000;">Schopenbauer</span>: "Barangsiapa menganggap dirinya berasal dari ketiadaan, maka ia juga harus berpikir bahwa ia akan kembali ke ketiadaan itu lagi; Suatu kekekalan telah lewat sebelum ia ada dan kekekalan kedua telah dimulai, yang melaluinya ia tidak akan pernah berakhir adalah suatu pemikiran yang menakutkan".</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> "Bila kelahiran adalah permulaan yang mutlak, maka kematian seharusnya akhir yang mutlak pula. Anggapan bahwa manusia berasal dari ketiadaan pasti akan membawa pada anggapan bahwa kematian adalah akhir yang mutlak".</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Memberikan komentar terhadap penderitaan manusia dan dewa pencipta, <span style="color:#ff0000;">Prof.J.B.S. Haldane</span> menulis: "Kalau bukan penderitaan yang diperlukan untuk menyempurnakan sifat manusia, tentu dewa pencipta itu tidak maha kuasa. Teori yang pertama tidak sesuai dengan kenyataan bahwa, sebagian orang yang hanya sedikit sekali menderita namun beruntung dalam keturunan dan pendidikan terbukti mempunyai sifat yang baik. Keberatan terhadap teori yang kedua adalah bahwa hal itu hanya berkenaan dengan alam semesta secara keseluruhan dan bahwasanya terdapat suatu kekosongan intelektual yang harus diisi dengan mendalilkan seorang dewa. Dan barangkali seorang pencipta dapat menciptakan apa saja yang dia inginkan".</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> <span style="color:#ff0000;">Lord Russell</span> menyatakan: "Sebagaimapa diceritakan kepada kita, dunia diciptakan oleh seorang dewa yang baik dan maha kuasa. Sebelum dia menciptakan dunia, ia telah melihat seluruh penderitaan dan kesengsaraan yang akan terjadi di dalamnya. Karenanya, ia bertanggung jawab atas segala sesuatunya. Adalah suatu hal yang sia-sia memperdebatkan bahwa penderitaan dalam dunia disebabkan oleh dosa. Bila dewa pencipta itu telah mengetahui sebelumnya akan dosa yang bakal dilakukan umat manusia, maka jelas ia bertanggung jawab akan akibat-akibat dosa itu.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Mungkinkah segala perbedaan yang ada pada manusia ini disebabkan oleh faktor keturunan dan lingkungan? Kita harus mengakui bahwa semua fenomena fisik-kimiawi yang diungkapkan oleh para ilmuwan, sebagian adalah sebagai faktor pembantu, tetapi tidak seluruhnya mutlak bertanggung jawab atas perbedaan-perbedaan besar yang terdapat di antara individu-individu. Lalu mengapa ada anak kembar yang memiliki tubuh serupa, mewarisi gen yang sejenis, menikmati kesempatan asuhan yang sama, seringkali memiliki watak, moral dan kecerdasan yang sangat berbeda?</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Keturunan saja tidak dapat menyebabkan perbedaan-perbedaan yang besar ini. Sesungguhnya, faktor keturunan lebih masuk akal atas persamaan-persamaan mereka daripada atas perbedaan-perbedaan. Benih fisik-kimiawi dengan panjangnya kira-kira sepertiga-puluh inci yang diwarisi dari orang tua, hanya menerangkan satu bagian dari manusia, yaitu dasar fisiknya. Mengenai perbedaan-perbedaan batin, intelektual dan moral yang jauh lebih kompleks dan halus itu diperlukan penerangan batin yang lebih dalam. Teori keturunan tidak dapat memberikan suatu jawaban yang memuaskan tentang lahirnya seorang kriminal dalam sebuah keluarga yang mempunyai leluhur terhormat atau kelahiran seorang suci atau mulia dalam sebuah keluarga yang memiliki reputasi jelek dan tentang lahirnya seorang tolol, manusia genius dan guru-guru besar. Menurut agama Buddha, perbedaan-perbedaan ini tidak hanya disebabkan oleh faktor keturunan dan lingkungan, tetapi juga disebabkan oleh kamma kita sendiri, atau dengan kata lain, disebabkan oleh akibat dari perbuatan lampau kita dan perbuatan-perbuatan kita sekarang. Kita sendiri yang harus bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan kita. Kita membangun penjara kita sendiri. Kita adalah arsitek dari nasib kita sendiri. Singkatnya, diri kita merupakan akibat dari kamma kita sendiri.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Bagaimana kita bisa mempercayai semua ini, dengan perbedaan berdasarkan hukum sebab akibat atau sebagai hasil dari bibit Kammanya sendiri. Di sinilah <span style="color:#ff0000;">Sang Buddha</span> tidak memaksa supaya kita percaya. Hhal ini malah kita diminta untuk datang dan buktikan terlebih dahulu. Semua hal ini bagaikan Beliau menerangkan masalah Bakteri, Virus dan sebagainya. Kita bisa membuktikan adanya mereka dengan melihat dan menyaksikan sendiri dengan menggunakan mikrokop elektron. Kalau kita ingin melihat dengan mata daging ini sudah pasti Hukum Kamma yang begitu rumit dan susah dilihat akibatnya. Tetapi semua ini telah dibuktikan kebenarannya itu oleh para Suciwan. Dengan kekuatan batin yang tenang didalam Jhana IV. Jadi secara tegas siapapun yang mampu mencapai Jhana IV. Mereka pasti bisa membuktikan kebenaran itu.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Pada suatu ketika, seorang pemuda bernama <span style="color:#ff0000;">Subha</span> datang menemui <span style="color:#ff0000;">Sang Buddha</span> dan bertanya kepada Beliau, "Mengapa dan apa sebabnya di antara umat manusia ada yang memiliki keadaan rendah dan ada yang memiliki keadaan mulia? Mengapa ada manusia yang berumur pendek dan ada yang berumur panjang, ada yang sehat dan ada yang berpenyakitan, ada yang berwajah tampan dan ada yang berwajah buruk, ada yang berkuasa dan yang tertindas, ada yang miskin dan ada yang kaya, ada yang hina dan ada yang mulia, ada yang bodoh dan ada yang bijaksana?"</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> <span style="color:#ff0000;">Sang Buddha</span> menjawab: "Semua makhluk memiliki kammanya sendiri, mewarisi kammanya sendiri, lahir dari kammanya sendiri, berhubungan dengan kammanya sendiri, terlindung oleh kammanya sendiri. Kammalah yang membuat semua makhluk menjadi berbeda, hina atau mulia".</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Selanjutnya <span style="color:#ff0000;">Sang Buddha</span> menerangkan sebab perbedaan-perbedaan tersebut sesuai dengan hukum Sebab Akibat.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Dari sudut pandangan agama Buddha, perbedaan-perbedaan batin, intelektual, moral dan watak kita sekarang, pada prinsipnya disebabkan oleh perbuatan-perbuatan kita sendiri yang dilakukan di waktu lampau dan di waktu sekarang.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Secara harfiah kamma berarti perbuatan, tetapi, dalam pengertian mutlaknya kamma berarti kehendak. Kamma ada yang baik <i><span style="color:#0000ff;">(Kusala Cetana)</span></i> dan yang buruk <span style="color:#0000ff;"><i>(Akusala Cetana)</i></span>. Perbuatan baik akan membuahkan kebaikan. Perbuatan jahat akan membuahkan kesedihan. Inilah hukum kamma.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Kita memetik apa yang kita tanam. Kita adalah akibat dari apa yang kita lakukan di waktu lampau; kita akan menjadi akibat dari apa yang kita lakukan sekarang, tetapi kita tidak mutlak hanya merupakan akibat dari apa yang kita lakukan di waktu lampau; kita tidak mutlak hanya menjadi akibat dari apa kita lakukan sekarang. Misalnya seorang kriminal mungkin saja dapat menjadi orang suci di kemudian hari dan sebaliknya.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Agama Buddha mengkaitkan perbedaan ini dengan kamma, tetapi tidak menyatakan bahwa segala sesuatu disebabkan oleh kamma saja. Apabila segala sesuatu disebabkan oleh kamma, maka seorang penjahat akan selamanya menjadi jahat, karena kammanya yang menjadikan dirinya jahat. Orang tidak perlu memeriksakan dirinya ke dokter untuk disembuhkan penyakitnya, karena bila kammanya memang harus demikian ia akan sembuh dengan sendirinya.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Menurut agama Buddha, terdapat lima hukuman atau proses <i><span style="color:#0000ff;">(niyama)</span></i> yang berlaku dalam alam mental dan fisik, yaitu:</span></p> <table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"> <tbody> <tr> <td valign="top" width="40" nowrap="nowrap"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">1.</span></td> <td valign="top" width="100%"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><i><b><span style="color:#0000ff;">Kamma niyâma</span></b></i> atau hukum sebab dan akibat: perbuatan baik dan buruk menghasilkan akibat-akibat yang sesuai.</span></td></tr> <tr> <td valign="top" width="40" nowrap="nowrap"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">2.</span></td> <td valign="top" width="100%"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><i><b><span style="color:#0000ff;">Bija niyâma</span></b></i> atau hukum benih (hukum fisik organik); beras dîhasilkan dari padi, gula dihasilkan dari tebu atau madu, dan lain-lain. Teori ilmiah tentang sel-sel dan gen-gen (plasma pembawa sifat) dan kemiripan fisik anak kembar dapat dianggap berasal dari hukum ini.</span></td></tr> <tr> <td valign="top" width="40" nowrap="nowrap"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">3.</span></td> <td valign="top" width="100%"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><b><i><span style="color:#0000ff;">Utu niyâma</span></i></b> atau hukum fisik (inorganik), yaitu fenomena angin dan hujan menurut musim.</span></td></tr> <tr> <td valign="top" width="40" nowrap="nowrap"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">4.</span></td> <td valign="top" width="100%"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><i><b><span style="color:#0000ff;">Citta niyâma</span></b></i> atau hukum pikiran (hukum psikis), yaitu proses-proses kesadaran <span style="color:#0000ff;"><i>(citta vitthi)</i></span>, kekuatan pikiran dan lain-lain.</span></td></tr> <tr> <td valign="top" width="40" nowrap="nowrap"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;">5.</span></td> <td valign="top" width="100%"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"><b><i><span style="color:#0000ff;">Dhamma niyâma</span></i></b> atau hukum alam, yaitu: fenomena alam yang terjadi pada saat kedatangan Bodhisatta pada kelahiran terakhir, gaya tarik bumi, dan lain-lain.</span></td></tr></tbody></table> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Setiap fenomena mental dan fisik dapat diterangkan dengan lima hukum serba-lengkap ini, atau proses yang merupakan hukum itu sendiri.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Karena itu, kamma hanyalah merupakan salah satu dari lima hukum yang berlaku dalam alam semesta. Kamma adalah hukum itu sendiri, tetapi dengan demikian tidak berarti harus ada seseorang pemberi hukum. Kamma bekerja dalam bidangnya sendiri tanpa campur tangan atau pengaruh dari apapun.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Misalnya, tak ada orang yang memutuskan bahwa api itu harus membakar. Tak ada orang yang memerintahkan bahwa air harus mencari permukaan yang rendah. Tak ada ilmuwan yang memerintahkan bahwa air harus terdiri dari H20 dan sifat dingin harus menjadi salah satu sifatnya. Kamma bukanlah nasib atau takdir yang ditimpakan pada kita oleh kekuatan misterius yang tak dikenal, kepada siapa kita harus menyerahkan diri kita tanpa daya. Perbuatan seseorang sendirilah yang memberi akibat pada dirinya, sehingga dengan demikian ia mempunyai suatu kemungkinan untuk membelokkan jalannya kamma sampai taraf tertentu. Berapa jauh ia dapat membelokkannya tergantung pada<br />usaha dirinya sendiri.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Perlu diingatkan di sini, bahwa fraseologi seperti anugrah dan hukuman jangan dimasukkan dalam pembicaraan mengenai kamma. Kamma dalam agama Buddha tidak mengakui dewa Maha Kuasa yang memerintah warganya dan memberikan anugrah atau hukuman. Umat Buddha percaya bahwa kesedihan dan kebahagiaan yang dialami seseorang merupakan akibat wajar dari perbuatan-perbuatan baik dan buruknya sendiri. Di sini perlu dinyatakan bahwa kamma memiliki dua prinsip, kelangsungan dan balas jasa.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Sifat yang terdapat dalam hukum kamma adalah kemampuan yang menghasilkan akibat sebagaimana mestinya. Sebab menghasilkan akibat; akibat menerangkan sebab. Benih menghasilkan buah; buah menghasilkan benih, karena keduanya saling berhubungan. Begitu juga, kamma dan akibatnya saling berhubungan; "akibat berkembang di dalam sebab".</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Seorang umat Buddha yang benar-benar yakin akan kamma tak akan berdoa pada makhluk lain untuk diselamatkan, tetapi dengan penuh keyakinan ia bergantung pada dirinya sendiri untuk mencapai kesuciannya, karena hukum kamma mengajarkan tanggung jawab pribadi.</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Ajaran kamma inilah yang memberi hiburan, harapan, kepercayaan pada diri sendiri dan keberanian moral. Keyakinan dalam hukum kamma inilah "yang mengabsahkan usaha, mengobarkan semangat, untuk selalu berbuat bajik, toleran dan berbati-hati". Keyakinan yang teguh dalam ajaran hukum kamma ini juga mendorong untuk berbuat baik dan menjadi orang baik tanpa merasa takut akan hukuman atau tergoda oleh anugerah apapun. Ajaran kamma inilah yang dapat menerangkan persoalan-persoalan mengenai penderitaan, misteri yang dinamakan nasib atau takdir dalam ajaran-ajaran lain dan terpenting adalah menerangkan "ketidak-samaan di antara umat manusia".</span></p> <p> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Kamma dan tumimbal lahir diterima sebagai dalil.***</span></p> <hr /> <table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"><tbody><tr> <td> <p align="right"><span style="font-family:Verdana;font-size:78%;"><strong><em>Sumber:</em></strong></span></p></td></tr> <tr> <td> <p align="right"><span style="font-family:Verdana;font-size:78%;"><em>INTISARI AGAMA BUDDHA; Nârada Mahâthera; Sangha Theravada Indonesia.</em></span></p></td></tr></tbody></table>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/17729112523563298410noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-483039301985244675.post-31868195853504232712011-10-01T23:20:00.002+07:002011-10-01T23:23:27.177+07:00Pandangan Kaum Buddhis Tentang Keadaan Pada Jaman Sekarang<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%" height="35"><tbody><tr><td bg valign="top" width="100%" height="18" style="color:#ff8040;"><p align="left"><strong><span style="font-family:Verdana;">Pandangan Kaum Buddhis Tentang Keadaan Pada Jaman Sekarang</span></strong></p></td></tr> <tr> <td valign="top" width="100%" height="5"><em><span style="font-family:Verdana;"> </span></em><p align="right"><em><span style="font-family:Verdana;"><span style="font-size:78%;">oleh: Narada Mahathera</span></span></em></p></td></tr> <tr> <td valign="top" width="100%" height="4"> <p align="right"><span style="font-family:Verdana;font-size:78%;color:#ff0000;">Sumber Asli: BUDDHIST VIEW ABOUT CONTEMPORARY CONDITIONS; Dharmasantosa V. (alih-bahasa)</span></p></td></tr></tbody></table> <p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Dunia yang telah jemu dengan perang serta selalu bergolak ini tampaknya sudah hampir berantakan, walaupun tidak dapat diragukan lagi, telah hampir mencapai titik puncak dari kemajuan materiil. Ketidak-aslian dari orang-orang modern telah menciptakan keajaiban-keajaiban dalam segala suasana kehidupan, kecuali barangkali saja, di dalam lingkup moral. Jarang sekali, apabila memang pernah, kita mendengar tentang orang-orang suci dari agama apapun pada jaman sekarang ini. </span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Sebaliknya, para ilmuwan, telah mengalami kemajuan yang sangat menakjubkan dalam masing-masing bidangnya dan bahwasanya beberapa dari mereka telah mencapai kemajuan sedemikian pesatnya sehingga menyebabkan keruigian-kerugian yang tidak dapat diperbaiki kepada berjuta-juta kaum lelaki, wanita dan kanak-kanak. Bom-bom biasa yang berjatuhan dari langit menjadi barang kuno. Dampak sesudah dijatuhkannya bom atom hingga saat ini masih saja menghantui pikiran kita yang penuh kasih sayang. Bom-bom hidrogen serta bom-bom perang sudah siap untuk digunakan pada saat yang tepat. Sangat diragukan apakah kita akan selamat dari akibat penghancuran tersebut, terutama dari bom-bom baru yang masih akan dihasilkan atau ditemukan itu.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Para pemimpin militer yang berpikiran materialistis, sebaliknya mungkin disebabkan oleh keserakahan mereka untuk mendapatkan kekuasaan serta kebanggaan kedudukan, telah mengorbankan hal yang paling berharga di dunia —kehidupan— altar bagi kekuatan kejam demi untuk mencapai wibawa pribadi atau untuk hal-hal kecil yang sepele.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Sebagai akibat dari situasi menyedihkan di dunia ini, anak-anak kaum miskin dan yang tak berdayalah yang paling menderita; anak-anak yang hebat akan musnah pada waktu-waktu masih "muda", sedangkan "malaikat maut" akan memperoleh keuntungan dari kemenangan, kematian dan kehidupan.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Sementara konperensi-konperensi perdamaian, kongres dunia tentang kepercayaan dan lain sebagainya telah diselenggarakan, yaitu yang didorong oleh prinsip-prinsip tinggi, negara-negara besar maupun kecil mempersenjatai diri sendiri kuat-kuat, saling curiga dan saling menyegani satu sama lainnya.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Para sponsor serta pemimpin tanpa pamrih dari konperensi-konperensi perdamaian sudah barang tentu mendapatkan salam hangat terhadap usaha-usaha keras mereka untuk membangun dunia damai, dan bahagia bagi umat manusia. Tetapi manusia torgoda untuk bertanya apakah konperensi-konperensi perdamaian ini, amanat-amanat yang penuh inspirasi, serta naskah-naskah menggiurkan akan meninggalkan kesan pada pemerintah dari berbagai bangsa serta pada orang-orang yang menguasai atau mengontrol kehidupan dari orang-orang lain, atau apakah mereka itu akan dapat menyajikan suatu tujuan praktis. Apakah protes-protes yang dibuat oleh sejumiah kecil orang yang bermaksud baik di dalam ruangan terpencil akan mendatangkan hasil yang dapat diterima dengan senang hati atas kekuatan-kekuatan agresif yang militant —baik secara politis maupun religius— yang menghayati peraturan dunia ini bukan dengan cinta kasih dan kebenaran, tetapi dengan kekuatan dan kedigjayaan?</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Siapakah yang harus disalahkan dengan keadaan yang patut disayangkan ini, di dalam dunia penuh kebohongan ini?</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Tak seorangpun kecuali diri orang itu sendiri. Manusia membuat sorganya sendiri; manusia membentuk nerakanya sendiri. Diri sendirilah sang pencipta; diri sendirilah sang penghancur.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Di dalam diri manusia yang terbentuk dari beraneka ragam mesin-mesin itu, terdapat suatu kekuatan tak tampak yang disebut pikiran, yang bagaikan listrik, dapat bertindak sebagai musuh paling kejam atau teman yang paling akrab. Yang tersembunyi di dalam pikiran ialah tumpukan atau gundukan kotoran kejahatan serta merupakan gudang dari jasa-jasa kebajikan pula. Di dalam gundukan kekotoran ini terdapat tiga buah kekotoran yang mengotori serta menghancurkan dirinya. Pertama adalah <span style="color:#0000ff;"><i>lobha</i></span> —yakni nafsu serakah atau kemelekatan, yang mempunyai kecenderungan untuk membuat. Kedua adalah <span style="color:#0000ff;"><i>dosa</i></span> —yakni amarah, kebencian, keinginan jahat atau rasa tidak senang luar biasa yang cenderung menghancurkan. Ketiga adalah <span style="color:#0000ff;"><i>moha</i></span> —yakni kebodohan atau keacuhan, yang cenderung pada kedua sifat di atas, yaitu membentuk dan menghancurkan.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> <span style="color:#ff0000;">Sang Buddha</span> menguraikan bahwasanya nafsu itu bagaikari api yang tidak sejajar, kebencian sebagai suatu kejahatan tidak sejajar dan kebodohan sebagai jaring tidak sejajar.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Ketiga akar kejahatan ini, tersembunyi di dalam diri kita, dalam tingkatan yang beraneka ragam terutama bertanggung jawab bagi semua kesengsaraan hidup yang ada di dunia ini.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Kecuali ketiga akar-akar kejahatan umum ini dilenyapkan atau diperlemah dan sifat-sifat mulia sebagai lawannya —sifat kedermawanan, cinta kasih dan kebijaksanaan— sepenuhnya dikembangkan, maka tidak akan ada perdamaian serta kebahagiaan sejati yang terjamin.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Untuk merubah situasi atau keadaan dunia pada jaman sekarang menjadi lebih baik, maka sangat diperlukan perubahan-perubahan radikal dalam kondisi lingkungan secara fisik, ekonomis, politis, sosial, psikologis serta religius/agama. Harus diakui bahwasanya manusia itu bereaksi terhadap alam lingkungan mereka sebesar atau sebanyak alam lingkungan itu bereaksi pada mereka.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Pemerintahlah yang menentukan untuk memahami sebab musabab dan mengobati kekurangan itu; menghadirkan sedikit banyak pengembangan moril intern. Pemerintah-pemerintah dan badan-badan spirituil harus menyediakan alam lingkungan yang cocok serta fasilitas-fasilitas lain yang perlu sementara agama-agama harus menyediakan pengembangan moral untuk menjadikan orang penduduk ideal.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Dengan rasa terima kasih kita mencatat bahwa masing-masing pemerintah atau masyarakat sosial mencoba untuk melenyapkan kemiskinan, penyakit dan kebodohan yang menghantui di antara masa yang menimpa sebagian besar umat manusia. Ketiga kondisi ini lebih banyak terdapat di Asia dan di Afrika daripada di Eropa dan di Amerika yang memiliki kemajuan matariil lebih pesat.</span></p> <p align="left"><span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Sehubungan dengan pendidikan yang cenderung untuk melenyapkan kebodohan, yaitu penyebab dari sebagian besar penderitaan dunia, sebuah kata-kata haruslah dicanangkan. Di dalam keremajaan mereka yang mengagumkan itu, anak-anak harus lebih diajarkan tentang bagaimana harus berpikir daripada apa yang dipikirkan. Kebebasan berpikir sangat penting di dalam pendidikan modern, dan harus mempunyai dasar atau landasan agama sehingga remaja yang dididik itu dapat dilatih dengan baik dalam moral maupun intelektual.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Semua orang di dunia bukan hanya berharap untuk memiliki kebebasan pikiran serta hak berbicara, tetapi juga kebebasan dari semua bentuk penjajahan atau penindasan yang masih terdapat di dunia yang beradab ini. Apabila naluri binatang dari orang mendorong bangsa yang kuat untuk melakukan "penyombongan, penindasan, penipuan" serta menindas bangsa-bangsa yang lebih lemah.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> <span style="color:#ff0000;">Sang Buddha</span> mengatakan bahwa dunia ini telah dibentuk sedemikian rupa sehingga mayoritas umat manusia itu memiliki kedisiplinan yang amat buruk. Karena manusia hidup di dalam dunia semacam itu, pada waktu-waktu tertentu mereka terpaksa harus mengambil jalan tengah sesuai dengan keadaan.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Buku-buku kuno kami memberikan gambaran cerita yang bagus. Seekor ular didekati oleh seorang pertapa dan diajarkan untuk melatih cinta kasih kepada sesamanya. Pada suatu hari ketika ular itu sedang merebahkan dir di dalam hutan, seorang wanita, yang menyangka ular tersebut sebagai seutas tali mengambilnya serta mengikatkannya pada setumpuk kayu yang telah dikumpulkan oleh wanita itu. Ketika wanita itu tiba di rumah, ia melepaskan tumpukkan kayu tersebut dari ikatannya. Ketika ular itu kembali lagi ke tempat asalnya di hutan, sang pertapa menanyakan tentang keterlambatan ular tersebut.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> "Guru nan baik, ketika saya sedang melatih meditasi cinta kasih di dalam hutan, seorang wanita yang datang mengumpulkan kayu, menyangka saya sebagai seutas tali, mengambil saya dan dipakai untuk mengikat kayu-kayu tersebut. Saya baru saja dilepas. Maafkanlah saya atas keterlambatan saya ini".</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> "Yah, ular yang baik, kau telah melakukan perbuatan baik dalam memancarkan cinta kasihmu sedemikian rupa. Sekadar menunjukkan bahwa kamu seekor ular, seharusnya kamu paling sedikit mengangkat kepalamu dan berdesis sedikit", kata si pertapa.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Dengan cara yang sama karena kita hidup bersama-sama dengan orang-orang yang memiliki berbagai macam perangai, pada waktu menggunakan diskriminasi kita yang bijaksana, kita mungkin harus berdesis sedikit?</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Di dalam dunia yang penuh kekacauan ini, inilah saat yang paling menguntungkan untuk melihat ke dalam (introspeksi) dan menghasilkan jasa-jasa yang terpendam yang sebagian besar memberikan sumbangsih bagi perdamaian alami kita serta kebahagiaan yang tidak akan diperoleh, dan tak dapat dicapai hanya dengan kesenangan-kesenangan duniawi yang palsu itu.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Di dalam diri kita terdapat satu jasa baik, yang apabila dikembangkan, akan memberikan kita serta yang lain-lain suatu kebahagian luar biasa. Jasa baik tersebut adalah <i><span style="color:#0000ff;">Metta Buddhis</span></i> atau <span style="color:#0000ff;"><i>Maitri</i></span> yang dapat dicapai dengan adanya kemauan atau niat baik tanpa kekerasan, cinta kasih, persahabatan; yang didefinisikan sebagai keinginan kuat untuk mencapai kesuksesan, kebahagian serta kesejahteraan bagi semua makhluk, semua bangsa, semua suku bangsa tanpa terkecuali. Serta tidak terbatas pada "tetangga-tetangga kita" atau kepada manusia saja. Jasa-jasa itu harus disalurkan pula kepada binatang-binatang yang tidak berdaya.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> "Bagaikan seorang ibu yang melindungi anak tunggalnya", kata <span style="color:#ff0000;">Sang Buddha</span>. "Sekalipun membahayakan dirinya sandiri, demikian juga hendaknya kamu melebarkan cinta kasihmu tanpa batas kepada semua makhluk".</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Mengomentari kekuatan yang tersembunyi dari jasa-jasa baik ini. <span style="color:#ff0000;">Sang Buddha</span> mengemukakan: "Sambil berkelana di antara celah-celah gunung saya berusaha agar semua singa-singa dan macan-macan mendekat oleh kekuatan cinta kasih-Ku. Dikelilingi oleh singa dan macan, macan tutul dan kerbau, oleh kijang, rusa jantan dan beruang, Aku berkelana di dalam hutan. Tiada makhluk yang takut kepada-Ku, Akupun tidak takut pada makhluk apapun. Kekuatan dari cinta-kasih-Ku adalah bantuan-Ku, dengan demikian, Aku berkelana di tepi-tepi gunung.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Situasi sekarang dari dunia yang bergolak ini sangat membutuhkan cinta kasih tanpa batas yang tidak mengenal hambalan-hambatan apapun juga. Apabila semua bangsa dan suku bangsa melatih <span style="color:#0000ff;"><i>Metta</i></span> ini, tidak akan ada lagi musuh-musuh dan orang-orang asing karena cinta kasih universil yang disadari melalui pengertian, membentuk persaudaraan dari semua makhluk hidup.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Bersatu dengan cinta kasih adalah merupakan jasa berkah lain yang dapat menaikkan kita kepada keadaan seperti manusia luar biasa, Dewa atau Brahma. <i><span style="color:#0000ff;">Karuna</span></i> atau kasih sayanglah yang membuat hati yang lemah dan para muliawan menjadi tersentuh atas penderitaan orang-orang lain. Cinta kasih dari orang besar terdiri dan kesadaran akan kualitas diri sendiri dengan orang-orang lain dan juga substitusi orang-orang lain bagi diri sendiri. Apabila ia menyadari kenyataan ini, maka sifat ke-aku-annya akan memudar dan ia tidak membeda-bedakan dirinya sendiri dengan orang lain. Ia membalas kejahatan dengan kebaikan dan tidak akan gagal bagaikan bumi yang menderita dalam kesunyian tahadap semua yang dapat dilakukan baginya.</span></p> <p align="left"> <span style="font-family:Verdana;font-size:85%;"> Apa yang dapat diperbuat dunia timur dan barat sekarang ini adalah menggabungkan kebijaksanaan spirituil Timur dengan pengetahuan ilmiah Barat untuk membangun zaman emas di mana semua orang, tak perduli dari kasta, suku, atau warna apapun, dapat hidup dalam keharmonisan yang sempurna bagaikan penduduk yang ideal dari satu dunia.***</span></p> <hr /> <table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"><tbody><tr> <td> <p align="right"><span style="font-family:Verdana;font-size:78%;"><strong><em>Sumber:</em></strong></span></p></td></tr> <tr> <td> <p align="right"><span style="font-family:Verdana;font-size:78%;"><em>BUDDHA CAKKHU No.20/XII/91; Yayasan Dhammadipa Arama.</em></span></p></td></tr></tbody></table>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/17729112523563298410noreply@blogger.com0