S I L A
I. Pengertian Sila
Sila : Kehendak atau sikap batin yang tercetus sebagai Ucapan Benar dan Perbuatan Benar.
Sila : Cara untuk mengendalikan diri dari segala bentuk-bentuk pikiran yang tidak baik atau merupakan usaha untuk membebaskan diri dari Lobha, Dosa, dan Moha.
II. Sila dalam Kitab Suci Tipitaka
Kitab Suci Tipitaka berisi ajaran Sang Buddha, yaitu tentang Sila, Samadhi, dan Panna. Beberapa Sutta yang menegaskan
tentang penjelasan tersebut dapat kita jumpai, diantaranya yaitu :
1. Dhammacakkappavattana Sutta
Sang Buddha mengajarkan Jalan Menuju Terkikisnya Dukkha, yang terdiri dari Delapan unsur; mencakup Sila, Samadhi,
dan Panna.
2. Cullavedalla Sutta
Ucapan Benar yang manapun, Perbuatan Benar yang manapun, dan Mata Pencaharian Benar yang manapun;
kesemuanya itu disusun dalam kelompok Sila.
3. Brahmajala Sutta
Cula Sila, Majjhima Sila, dan Maha Sila, yang senantiasa dilaksanakan dan tidak dilanggar oleh Sang Buddha.
4. Samannaphala Sutta
Seorang Samana harus sempurna terlatih dalam Sila, terkendali indria-indrianya, dan memiliki kewaspadaan (sati), memiliki pengertian benar tentang fenomena (sampajanna).
5. Ambattha Sutta
Sang Buddha menjelaskan kepada Brahmana Ambattha tentang Vijja (pengetahuan) dan Carana (perilaku yang baik).
Vijja dan Carana menunjukkan Samadhi dan Sila.
6. Sonadanda Sutta
Sila membersihkan Panna dan Panna membersihkan Sila. Juga ditekankan lagi terkaitan antara keduanya dan pentingnya
latihan Sila sebelum seseorang memulai latihan Samadhi.
7. Rathavinita Sutta
Tisso sikkha dijelaskan dalam bentuk Tujuh Kesucian (Satta Visuddhiyo), yaitu : Kesucian Sila, Kesucian Kesadaran,
Kesucian Pandangan, Kesucian dalam Melenyapkan Keragu-raguan, Kesucian Pengetahuan tentang Hakekat yang
Sesungguhnya dari Jalan Benar dan yang Salah, Kesucian Pengetahuan tentang Hakekat yang sesungguhnya dari
Kemajuan, Kesucian Pengetahuan tentang Hakekat yang sesungguhnya dari Jalan Suci.
Sila Visudhi dan Citta Visudhi masing-masing merupakan Sila dan Samadhi, sedangkan kelima Visuddhi lainnya
merupakan Panna.
8. Vyagghapajja Sutta
Sang Buddha bersabda kepada Dighajanu tentang Empat Persyaratan yang membawa kekayaan dan kebahagiaan bagi
Gharavasa dalam hidup yang akan datang, diantaranya yaitu bahwa ia harus memiliki Sila: Seorang Gharavasa tidak
melakukan pembunuhan, pencurian, perzinahan, ucapan yang tidak benar dan minuman keras.
9. Sigalovada Sutta; Mangala Sutta; dan masih banyak lagi.
Dari sutta-sutta tersebut terlihat bahwa Sila merupakan pengalaman mendasar dari Agama Buddha.
III. Ciri (lakkhana); Fungsi (rasa); Wujud (paccupatthana) dan Sebab-sebab
terdekat yang menimbulkan Sila.
A. Ciri (lakkhana) dari Sila adalah ketertiban dan ketenangan. Sila dengan jalan apapun dijelaskan selalu menampilkan
ciri ketertiban dan ketenangan yang terpelihara dan dipertahankan dengan mengatur perbuatan jasmaniah, ucapan,
dan pikiran.
B. Fungsi (rasa) dari Sila, pertama adalah menghancurkan kelakuan yang salah (dussiliya), dan kedua adalah menjaga
seseorang agar tetap tidak bersalah (anavajja). Jadi secara ringkasnya, fungsi dari Sila adalah :
1. Menghancurkan kejahatan.
2. Memperbaiki perbuatan-perbuatan yang salah.
3. Menjaga, atau memelihara, atau mempertahankan perbuatan baik.
C. Wujud (paccupatthana) dari Sila adalah Kesucian (soceyya). Kita mengenal seseorang dengan melihat rupanya, demikian pula kita dapat mengenal Sila dengan wujudnya yang suci yang terlihat pada perbuatan jasmaniah (kaya Soceyya), ucapan (Vaci soceyya), dan pikiran (mano soceyya).
D. Sebab terdekat yang menimbulkan (padatthana) Sila atau dengan kata lain hal-hal yang langsung dapat
membantu terwujudnya Sila, adalah Hiri dan Ottapa. Hiri adalah malu berbuat salah, dan Ottapa adalah “ Pelindung Dunia” (Lokapaladhamma). Jika tidak ada lagi Hiri dan Ottapa dalam diri berkecamuk kekacauan yang merugikan diri sendiri maupun masyarakat luas. Sebaliknya, bila terdapat Hiri dan Ottapa, dunia ini penuh dengan ketentraman dan damai.
IV. Pelaksanaan Sila
A. Dengan Pengendalian Diri (Samvara)
1. Patimokkha Samvara : mentaati peraturan atau disiplin yang telah ditentukan.
2. Sati Samvara : mengendalikan diri dengan Perhatian yang Benar.
3. Nana Samvara : mengendalikan diri dengan Pengetahuan.
4. Khanti Samvara : mengendalikan diri dengan Kesabaran.
5. Viriya Samvara : mengendalikan diri dengan kekuatan semangat atau kemauan.
Cara untuk mengendalikan diri dari segala perbuatan, ucapan, dan pikiran yang tidak baik, dapat juga digolongkan dalan
tiga cara, yaitu sbb :
1. Sikkhapada : melaksanakan latihan-latihan pengendalian diri seperti melaksanakan Panca Sila, Atthanga Sila, Dasa
Sila, dll.
2. Carita Sila : dengan jalan melaksanakan hal-hal yang baik, seperti berdana, merawat orang tua, menolong makhluk
lain, dan sebagainya yang berhubungan dengan kebajikan.
3. Varitta Sila : dengan jalan menghindari hal-hal yang tidak baik, seperti tidak bergaul dengan orang jahat, tidak
melakukan hal-hal yang dilarang, dsb.
B. Dengan Pantangan (Viratti)
Mereka yang dapat menjauhkan diri dari kejahatan-kejahatan, dapat dikatakan telah mematuhi Sila. Perbuatan menahan
diri yang demikian itu, disebut Viratti, dan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu :
1. Sampatti Viratti (Pantangan Seketika)
Pantangan seketika adalah pantangan dari seseorang tanpa rencana terlebih dahulu untuk menahan diri dari
melakukan perbuatan jahat. Walaupun ada kesempatan untuk melakukannya, dia cukup kuat untuk menahan diri
dari godaan. Jadi dia tidak membunuh, mencuri, berzinah, berbohong, atau meminum minuman keras, karena
menurut hematnya perbuatan itu tidak pantas dilakukan.
2. Samadana Viratti (Pantangan karena Janji)
Pantangan ini dijalankan karena suatu janji (kaul). Misalnya umat Buddha yang telah berjanji melaksanakan
Panca Sila, juga para bhikkhu dan bhikkhuni dalam menjalankan Sila-sila mereka. Fungsi pantangan disini adalah untuk memenuhi janji tersebut.
3. Samuccheda Viratti (Pantangan Mutlak)
Pantangan Mutlak adalah pantangan melalui penghancuran semua sebab yang akan membawa pada pelanggaran. Ini menunjukkan sifat dari seorang Arahat, yang mutlak tidak akan melanggar sila-sila ini pada saat ia telah mencapai Penerangan Sempurna.
V. Ciri orang yang melaksanakan Sila
· Sikap dan tingkah lakunya sopan.
· Bisa melihat ke dalam diri sendiri, apakah diri sendiri ini berhasil atau tidak dalam menjalankan
atau melatih Sila.
VI. Pembagian Sila
A. Menurut Jenis
1. Pannati Sila
Cara untuk mengendalikan diri dari segala perbuatan, ucapan, dan pikiran yang tidak baik, dengan mentaati atau patuh terhadap peraturan-peraturan dari luar, misalnya undang-undang; adat istiadat; dsb.
2. Pakati Sila
Sila yang alamiah, yaitu Sila atau cara pengendalian diri yang dipakai untuk membersihkan batin, seperti yang
terdapat dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan; atau Sila yang dilaksanakan secara terus menerus sehingga menjadi kebiasaan (alamiah).
B. Menurut besar – kecil tujuan atau maknanya
1. Hina Sila
Suatu tata tertib yang dilaksanakan dengan kemauan, pikiran, semangat, dan amatan yang rendah; yaitu dilaksanakan dengan mengharapkan pengikut atau kedudukan.
2. Majjhima Sila
Dilaksanakan dengan mendambakan jasa kebajikan.
3. Panita Sila
Dilaksanakan dengan pengertian bahwa ini adalah suatu hal yang benar-benar patut dilaksanakan.
Dalam artian lain lagi, Sila yang dilaksanakan dengan mengharapkan harta kekayaan disebut Hina Sila; yang
dilaksanakan untuk meraih ‘pembebasan’ bagi diri sendiri disebut Majjhima Sila; dan yang dilaksanakan demi
‘pembebasan’ makhluk-makhluk lain disebut Panita Sila.
C. Menurut Penggolongan Umat Buddha
1. Bhikkhu Sila
Semua tata tertib yang ditetapkan oleh Sang Buddha kepada para bhikkhu. Bhikkhu Sila ada 227, yaitu Patimokkha Sila.
2. Bhikkhuni Sila
Semua tata tertib yang ditetapkan oleh Sang Buddha kepada para bhikkhuni. Bikkhuni Sila ada 311, yaitu
Patimokkha Sila untuk Bhikkhuni.
3. Anupasampanna Sila
Sila bagi para samanera dan samaneri, yaitu Dasa Sila.
4. Gahattha Sila
Sila bagi para umat awam, yaitu Panca Sila atau Atthanga Sila (pada waktu-waktu tertentu).
VII. Uraian Panca Sila
A. Sila Pertama : Panatipata Veramani
Menahan diri dari membunuh makhluk hidup.
· Ada lima faktor dalam pembunuhan, yaitu :
1. Pano : (ada) suatu makhluk hidup.
2. Panasannita : mengetahui bahwa makhluk itu masih hidup.
3. Vadhakacittam : berpikir untuk membunuhnya.
4. Upakkamo : berusaha untuk membunuhnya.
5. Tena Maranam : makhluk itu mati sebagai akibat dari usaha tersebut.
· Yang menjadi obyek dari pelanggaran Sila Pertama, yaitu :
1. Manusia
2. Binatang
a. Binatang berguna
b. Binatang tak berguna
o yang merugikan
o tak merugikan
· Maksud (motif) dari pelanggaran Sila Pertama, yaitu :
1. Direncanakan (sengaja)
2. Tak dikehendaki :
a. Dorongan sesaat (mendadak).
b. Mempertahankan diri.
c. Kecelakaan.
· Usaha dari pelanggaran Sila Pertama, yaitu :
1. Dikerjakan langsung.
2. Dengan tak langsung.
· Hal-hal yang dapat dikategorikan pelanggaran Sila Pertama ini, yang harus juga kita hindari :
1. Membunuh manusia dan hewan.
2. Menyiksa manusia dan hewan.
3. Menyakiti jasmani manusia dan hewan.
· Akibat dari melanggar Sila Pertama (pembunuhan), yaitu :
1. Lahir kembali dalam keadaan cacat.
2. Mempunyai wajah yang buruk.
3. Mempunyai perawakan yang jelek.
4. Berbadan lemah, berpenyakitan.
5. Tidak begitu cerdas.
6. Selalu khawatir/cemas, penakut.
7. Dimusuhi dan dibenci banyak orang, tidak mempunyai pengikut.
8. Terpisahkan dari orang yang dicintai.
9. Berusia pendek.
10. Mati dibunuh orang lain.
B. Sila Kedua : Adinnadana Veramani
Menahan diri untuk tidak mengambil apa yang tidak diberikan (mencuri).
· Ada lima faktor dalam pencurian, yaitu :
1. Parapariggahitam : (ada) suatu barang/benda milik orang lain.
2. Parapariggahita-sannita : mengetahui bahwa barang itu ada pemiliknya.
3. Theyyacittam : berpikir untuk mencurinya.
4. Upakkamo : berusaha untuk mencurinya
5. Tena haranam : berhasil mencuri barang itu melalui usaha tersebut.
· Usaha dari pelanggaran Sila Kedua, yaitu :
1. Pencurian secara langsung :
* Mencuri * Pemalsuan
* Merampas * Berbohong (memungkiri harta benda yang dititipkan)
* Memeras * Mencopet
* Merampok * Menukar barang
* Gugatan palsu * Menyelundup dan menghindari pajak
* Penipuan * Penggelapan.
2. Pencurian tak langsung
* Berlaku sebagai kaki tangan (tukang tadah)
* Merayu untuk menipu
* Menerima suapan (pungli).
· Hal-hal lain yang dapat dikategorikan pelanggaran Sila Kedua, yang harus juga kita hindari, yaitu :
1. Penghancuran barang orang lain dengan sengaja untuk membalas dendam.
2. Mempergunakan barang dengan sewenang-wenang.
· Akibat dari melanggar Sila Kedua (pencurian), yaitu :
1. Tidak begitu mempunyai harta benda dan kekayaan.
2. Terlahirkan dalam keadaan melarat atau miskin.
3. Menderita kelaparan.
4. Tidak berhasil memperoleh apa yang diinginkan dan didambakan.
5. Menderita kebangkrutan atau kerugian dalam usaha dagang.
6. Sering ditipu atau diperdayai.
7. Mengalami kehancuran karena bencana atau malapetaka.
· Kebahagiaan yang dimiliki oleh orang yang mencari nafkah secara benar :
1. Rasa bangga memiliki barang (harta) secara sah.
2. Bebas dari beban yang membuat ia harus hidup bersembunyi.
3. Sewaktu mempergunakan hartanya itu ia tidak tertekan batinnya.
4. Hal itu memperkuat ia untuk tidak jatuh ke dalam cara-cara hidup yang jahat lainnya.
C. Sila Ketiga : Kamesu micchacara veramani
Menahan diri dari pemuasan nafsu seks dengan cara yang salah (perzinahan).
· Ada empat faktor dalam perzinahan, yaitu :
1. Agamaniya-vatthu : (ada) orang yang tidak patut digauli.
2. Tasmim sevacittam : mempunyai pikiran untuk menyetubuhi orang tersebut.
3. Sevanappayogo : berusaha menyetubuhinya.
4. Maggena maggapatipatti adhivasanam : berhasil menyetubuhinya; dalam arti berhasil memasukkan alat
kemaluannya ke dalam salah satu dari tiga lubang (mulut, anus, atau liang peranakan) walaupun hanya
sedalam biji wijen.
· Yang menjadi obyek dari pelanggaran Sila Ketiga, yaitu :
1. Obyek yang menyebabkan pelanggaran Sila Ketiga oleh laki-laki :
a. Wanita yang telah menikah.
b. Wanita yang masih di bawah pengawasan atau asuhan keluarga.
c. Wanita yang menurut kebiasaan (adat istiadat) dilarang, yaitu :
o Mereka dilarang karena tradisi keluarga, masih dalam satu garis keturunan yang dekat.
o Mereka dilarang karena tradisi (peraturan) agama. Dalam tradisi Theravada disebutkan :
Upasika Atthasila, Bhikkhuni di jaman dulu.
o Mereka dilarang karena hukum negara pada jaman dulu, misalnya selir raja.
2. Obyek yang menyebabkan pelanggaran Sila ketiga oleh seorang wanita :
a. Laki-laki yang telah menikah.
b. Laki-laki yang berada di bawah peraturan Agama, misalnya bhikkhu, samanera.
· Hal-hal lain yang dapat juga dikategorikan pelanggaran Sila Ketiga, yang harus juga kita hindari, yaitu :
1. Berzinah (melakukan hubungan kelamin bukan dengan suami/istrinya).
2. Berciuman dengan lain jenis kelamin yang disertai dengan nafsu birahi.
3. Menyenggol, mencolek, dan sejenisnya yang disertai dengan nafsu birahi.
o Akibat dari melanggar Sila Ketiga (perzinahan), yaitu :
1. Mempunyai banyak musuh.
2. Dibenci orang banyak
3. Sering diancam dan dicelakai
4. Terlahirkan sebagai banci/waria atau wanita
5. Mempunyai kelainan jiwa
6. Diperkosa orang lain
7. Sering mendapat aib/malu
8. Tidur maupun bangun dalam keadaan gelisah
9. Tidak begitu disenangi oleh laki-laki maupun perempuan
10. Gagal dalam bercinta
11. Sukar mendapat jodoh
12. Tidak memperoleh kebahagiaan dalam hidup berumah tangga
13. Terpisahkan dari orang yang dicintai.
D. Sila Keempat : Musavada veramani
Menahan diri dari berbicara yang tidak benar (pendustaan).
· Ada empat faktor pendustaan, yaitu :
1. Atthama-vatthu : (ada) sesuatu atau hal yang tidak benar.
2. Visamvadanacittam : mempunyai pikiran untuk berdusta.
3. Tajjo vayamo : berusaha berdusta.
4. Parassa tadatthavijananam : orang lain mempercayainya.
· Usaha dari pelanggaran Sila Keempat, yaitu :
1. Kebohongan langsung :
· Bohong terang-terangan :
- Menghasut - Menjilat
- Menipu / memperdaya - Pembatalan.
· Pelanggaran sumpah / ikrar.
· Muslihat / tipu daya
· Munafik, perbuatan pura-pura.
· Permainan kata-kata secara licin.
· Melebih-lebihkan.
· Menyembunyikan / mengurangi.
2. Kebohongan tak langsung :
· Kata-kata melukai :
- Sarkasme (pujian tajam)
- Penghinaan (merendahkan)
· Kebohongan tak terpikir.
· Sindiran untuk menimbulkan perselisihan.
3. Melanggar janji
· Perjanjian antara dua pihak
· Perjanjian satu pihak
· Pembatalan kata-kata.
· Hal-hal lain yang dapat juga dikategorikan pelanggaran Sila Keempat :
1. Euphemisme (basa-basi).
2. Cerita (perumpamaan atau kiasan).
3. Salah pengertian.
4. Salah ucapan.
· Akibat dari melanggar Sila Keempat (pendustaan), yaitu :
1. Bicaranya tidak jelas.
2. Giginya jelek dan tidak rata / rapi.
3. Mulutnya berbau busuk.
4. Perawakannya tidak normal : terlalu gemuk atau terlalu kurus, terlalu tinggi atau pendek.
5. Sorot matanya tidak wajar.
6. Perkataannya tidak dipercayai walaupun oleh orang-orang terdekat atau bawahannya.
E. Sila Kelima : Surameraya majja pamadatthana veramani
Menahan diri dari menggunakan makanan / minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran
(pemabukan).
· Ada empat faktor pemabukan, yaitu :
1. Surameraya-majjabhavo : (ada) sesuatu yang merupakan sura, meraya, atau majja; yaitu sesuatu yang
membuat nekat, mabuk, tak sadarkan diri, yang menjadi dasar dari kelengahan atau kecerobohan.
2. Pivitukamata : mempunyai keinginan untuk meminum, menggunakannya.
3. Pivanam : meminum / menggunakannya.
4. Maddanam : timbul gejala mabuk atau sudah meminumnya hingga masuk melalui tenggorokan.
· Obyek yang menyebabkan pelanggaran Sila Kelima, yaitu :
1. Segala jenis minuman / makanan yang memabukkan.
2. Barang yang bila digunakan / dimasukkan di dalam tubuh bisa membuat kita tidak sadar dan ketagihan.
· Keburukan-keburukan dari minuman/makanan yang memabukkan :
1. Pemborosan uang karena keinginan yang tak terkendali.
2. Menjadi sebab untuk timbulnya pertengkaran dan perkelahian.
3. Menjadi sebab untuk timbulnya penyakit, bukan sebagai penawar.
4. Sebab utama dari timbulnya noda nama baik keluarga.
5. Hilangnya pengendalian diri.
6. Menimbulkan gangguan pada fungsi otak.
· Hal lainnya yang dapat dikategorikan pelanggaran Sila Kelima yaitu :
· Makan sampai terlalu kenyang (kekenyangan) sehingga bisa mengakibatkan muntah-muntah.
Akibat dari melanggar Sila Kelima, yaitu :
1. Dalam Anguttara Nikaya, Sutta Pitaka, Sang Buddha Gotama menekankan betapa besar akibat negatif yang
ditimbulkan dari pemabukan, “Duhai para bhikkhu, peminum minuman keras secara berlebihan dan terus
menerus niscaya dapat menyeret seseorang dalam Alam Neraka, Alam Binatang, Alam Iblis. Akibat paling
ringan yang ditanggung oleh mereka yang karena kebajikan lain, terlahirkan sebagai manusia ialah menjadi
orang gila / sinting”
2. Dalam bagian lain, Beliau juga menyatakan, “ Ada tiga macam hal, duhai para bhikkhu, yang apabila dilakukan
tidak pernah dapat membuat kenyang. Apakah tiga macam hal itu ? Tiga macam hal itu ialah bertiduran,
bermabuk-mabukan, dan bersetubuh”.
3. Terlahirkan kembali sebagai orang gila; tingkat kesadarannya rendah; tidak memiliki kecerdasan; tidak
mempunyai banyak pengetahuan; bersifat ceroboh; pikun; pemalas; sulit mencari pekerjaan; sukar memperoleh
kepercayaan dari orang lain.
VIII. Uraian Panca Dhamma ( Lima Sifat Mulia )
Kalau Panca Sila bersifat negatif, maka Panca Dhamma (Lima Sifat Mulia) adalah bersifat positif, karena itu disebut
sebagai Kalyana-dhamma, yaitu yang akan dimuliakan (mendukung) mereka yang mempraktekkan Sila. Panca Dhamma ini
ada lima, yang masing-masing berhubungan secara berpasangan dengan sila-sila yang terdapat dalam Panca Sila.
1. Metta Karuna
Artinya adalah cinta kasih dan kasih sayang terhadap semua makhluk hidup. Kalau seseorang dapat melaksanakan metta
karuna dengan baik, maka dia akan dapat menghindari membunuh makhluk hidup, sehingga Sila pertama dalam Panca
Sila Buddhis akan dapat dilaksanakan dengan baik.
2. Samma Ajiva
Artinya adalah mata pencaharian benar, maksudnya adalah mencari penghidupan dengan cara yang baik, yaitu :
· Tidak mengakibatkan pembunuhan.
· Wajar dan halal (bukan karena mencuri, merampok, mencopet, dll).
· Tidak berdasarkan penipuan.
· Tidak berdasarkan ilmu yang rendah, seperti meramal, perdukunan, tukang tenung, dll.
· Menghindari lima macam perdagangan salah.
Kalau kita dapat melaksanakan Dhamma kedua ini dengan baik, yaitu Samma Ajiva, maka kita akan dapat melaksanakan
Sila yang kedua dari Panca Sila Buddhis dengan baik.
3. Santutthi
Artinya adalah puas dengan apa yang dimiliki. Puas disini adalah puas dalam hal nafsu birahi, sehingga dapat
mengendalikan diri dari praktek-praktek pemuasan nafsu sex secara tidak benar (yang dilarang).
a. Sadarasantutthi
Praktek seorang laki-laki yang puas dengan hanya satu istri, tidak pernah meninggalkan istrinya pada waktu sehat atau sakit, dan tak pernah mencari wanita lain.
b. Pativatti
Praktek seorang wanita yang setia hanya pada satu suami. Sekalipun suaminya telah meninggal dunia, ia lebih suka hidup menjanda seumur hidup, walaupun ia sebenarnya diperkenankan untuk menikah lagi oleh tradisi dan hukum negara.
Jadi kalau sudah punya istri, hendaknya harus merasa puas dengan istrinya, jangan sampai berbuat serong dengan orang lain. Bagi yang belum punya istri, hendaknya harus puas dengan keadaan sekarang yang sedang dialami, sampai nanti punya istri, sehingga dapat melaksanakan Sila Ketiga dengan baik dari Panca Sila Buddhis.
4. Sacca
Artinya adalah kebenaran atau kejujuran. Jujur disini berhubungan dengan pembicaraan dengan orang lain yang disertai dengan kehendak. Memang kadang kala kita menganggap bahwa berbohong ada juga baiknya, misalnya kalau seorang bapak akan pergi untuk suatu keperluan yang penting, sedangkan saat itu hujan deras dengan disertai angin yang besar pula, kemudian putranya yang masih kecil mau ikut. Akhirnya demi keselamatan dan kesejahteraan puteranya tersebut, terpaksa sang ayah berbohong kepada putranya dengan mengatakan akan pergi ke dokter misalnya. Sebenarnya hal ini akan lebih baik seandainya ia berterus terang dan memberi keterangan kepada putranya agar tidak usah ikut. Jadi kejujuran diwujudkan sebagai keadilan, kemurnian, kesetiaan, dan juga perasaan terima kasih.
5. Sati-sampajanna
Artinya adalah ingat dan waspada. Kewaspadaan disini diwujudkan dalam :
a. Kewaspadaan dalam makanan.
b. Kewaspadaan dalam pekerjaan.
c. Kewaspadaan dalam kelakuan seseorang.
d. Kewaspadaan dalam hakekat hidup.
Kalau kita selalu ingat (waspada) terhadap apapun, maka kita juga akan selalu ingat kepada jenis-jenis minuman dan makanan maupun obat-obatan yang dapat mengakibatkan lemahnya kesadaran; dan dengan selalu ingat (waspada) ini, maka kitapun tidak akan tergiur oleh godaan atau rayuan dari teman-teman kita untuk berbuat kejahatan. Kalau kita selalu ingat (waspada), maka kita akan dapat melaksanakan dengan baik Sila yang kelima dari Panca Sila Buddhis. Jadi jelaslah bagi kita bahwa Panca Sila dan Panca Dhamma adalah dua hal yang saling berhubungan. Panca Sila adalah penghindaran dari perbuatan yang tidak baik (bersifat pasif), sedangkan Panca Dhamma adalah pelaksanaan dari perbuatan baik tersebut yaitu perbuatan baik untuk mendukung pelaksanaan Panca Sila (bersifat aktif).
IX. Pahala dari Sila
1. Dapat melaksanakan Sila dengan baik, maka akan bebas dari penyesalan (karena bisa menjaga Sila dengan baik).
2. Bebas dari penyesalan dapat menimbulkan kegembiraan.
3. Kegembiraan dapat menimbulkan kegiuran (piti).
4. Kegiuran dapat menimbulkan ketenangan (passadi).
5. Ketenangan dapat menimbulkan kebahagiaan (sukkha).
6. Kebahagiaan dapat menimbulkan pemusatan pikiran (ekaggata).
7.Pemusatan pikiran akan menimbulkan Pengetahuan dan pandangan akan hal-hal seperti "apa adanya".
8. Perolehan dari pengetahuan dan pandangan akan hal-hal seperti apa adanya akan menimbulkan manfaat Rasa muak dan hilangnya nafsu."
9. Manfaat dan perolehan dari rasa muak dan hilangnya nafsu adalah "Pengetahuan dan pandangan akan pembebasan."
10. Pengetahuan tentang kebebasan akan membawa orang ke dalam “Kebebasan” (Nibbana).
Sutta-sutta lain yang berhubungan dengan pahala Sila, yaitu :
1. Anguttara Nikaya IV (halaman 99).
Sang Buddha bersabda kepada Ananda sbb : “Ananda, Sila memiliki tiada penyesalan sebagai tujuan dan buahnya”.
2. Maha Parinibbana Sutta.
Sang Buddha bersabda kepada upasaka-upasika tentang pahala dari Sila sbb :
· Sila menyebabkan seseorang memiliki harta kekayaan yang banyak.
· Nama dan kemashurannya akan tersebar luas.
· Dia menghadiri setiap pertemuan tanpa ketakutan atau keragu-raguan, karena dia menyadari bahwa dia tidak akan dicela atau didakwa orang banyak.
· Sewaktu meninggal batinnya tenteram, dan
· Akan terlahir dalam suatu tempat yang membawa kebahagiaan”.
3. Digha Nikaya II (halaman 69-70)
Sang Buddha bersabda kepada para bhikkhu sbb : “ Jika seorang bhikkhu ingin dicintai dan dihormati oleh sesama bhikkhu, maka ia harus menjalankan Sila”.
Kutipan-kutipan tersebut di atas merupakan bagian kecil tentang pahala dari Sila yang dibabarkan oleh Sang Buddha sendiri. Sila adalah dasar dari pengetahuan yang benar dari perumahtangga untuk mencapai kehidupan surga. Namun tujuan tertinggi pelaksanaan Sila adalah perealisasian Nibbana. Oleh sebab itu ciri-ciri Sila adalah juga merupakan “Jalan” untuk merealisasi Nibbana.
X. Tambahan
1. Attha Sila (8 macam peraturan /tata susila)
a. Panatipata veramani
Menahan diri dan menghindari terhadap membunuh makhluk hidup apapun juga.
b. Adinnadana veramani
Menahan diri dan menghindari mengambil barang yang tidak diberikan.
c. Abrahmacariya veramani
Menahan diri dan menghindari hubungan kelamin.
d. Musavada veramani
Menahan diri, menghindari dari mengucapkan kata-kata yang tidak benar.
e. Surameraya majjapamadatthana veramani.
Menahan diri, menghindari dari segala penggunaan minuman keras (dan sejenisnya) yang dapat menyebabkan
ketagihan, juga lemahnya kesadaran.
f. Vikalabhojana veramani
Menahan diri, menghindari dari makan makanan pada waktu yang tidak tepat, yaitu lewat tengah hari.
g. Naccagitavadita visukadassana malagandhavilepana dharanamandana vibhusanatthana veramani
Menahan diri, menghindari untuk tidak menari, menyanyi, bermain musik, pergi melihat pertunjukkan/permainan;
tidak memakai bunga-bungaan, wangi-wangian, kosmetik atau perhiasan lain yang tujuannya untuk menghias atau mempercantik diri.
h. Uccasayana mahasayana veramani
Menahan diri, menghindari menggunakan tempat tidur dan tempat duduk yang tinggi, besar, dan mewah.
Demikianlah tiap-tiap hari Uphosatha umat yang berniat menjalankan peraturan (Sila) akan mengucapkan kalimat demi kalimat tersebut dan berusaha untuk tidak melanggar apa yang telah diucapkan.
2. Dasa Sila (10 macam peraturan / tara susila)
a) sampai dengan f) sama dengan Attha Sila.
g. Naccagitavadita visukadassana veramani
Menahan diri dari menari, menyanyi, bermain musik, dan melihat pertunjukan.
h. Malagandhavilepana dharanamandana vibhusanatthana veramani
Menahan diri dari memakai bunga-bungaan, wangi-wangian, kosmetik atau perhiasan bersolek lainnya.
i. Uccasayana mahasayana veramani
Menahan diri dari memakai tempat duduk dan tempat tidur yang tinggi, besar, dan mewah.
j. Jatarupajata patiggahana veramani
Menahan diri dari menerima emas dan perak (yang juga berarti ‘uang’).
Buku Acuan :
1. Vijja Dhamma, disusun oleh Abhayahema K.
2. Tuntunan Uposatha dan Atthasila, disusun oleh Anjali G.S.
3. Pancasila – Pancadhamma, disusun oleh Ven. Somdej Phra Maha Samana Chao.
4. Mangala berkah Utama, disusun oleh Jan Sanjivaputta.
5. Sila Pengantar Vinaya, disusun oleh Teja S
Tidak ada komentar:
Posting Komentar