oleh: Bhikkhu
Subalaratano
|
Namo tassa bhagavato
Arahato Sammasambuddhassa
|
Namo tassa bhagavato
Arahato Sammasambuddhassa
|
Namo tassa bhagavato
Arahato Sammasambuddhassa
|
"Katâ me rakkhâ, katâ
me parittâ"
|
Penangkal yang dibuat
ini, semoga menjadi pelindung.
|
Paritta (Pali) atau Paritrana (Sanskrit) dan Pirit (diucapkan sebagai: pirith dalam bahasa Sinhala) pada pokoknya berarti perlindungan. Paritta-sutta atau khotbah Sang Buddha merupakan perlindungan yang kuat. Perlindungan ini diperoleh dari mendengar atau membaca Paritta-sutta. Pelaksanaan membaca dan mendengar paritta-sutta ini telah dilakukan sejak awal sejarah Buddha-Dhamma. Kata paritta digunakan oleh Sang Buddha pertama kali dalam suatu khotbah yang dikenal sebagai "Khanda-paritta" dalam Culla-vagga (Vinaya Pitaka III, hal.109). Kita dapat pula menjumpai kata ini pada Anguttara-nikaya dalam judul "Ahi (metta) sutta" jilid III, hal.72. Khotbah ini dianjurkan oleh Buddha untuk dipergunakan para anggota Sangha sebagai suatu perlindungan atau penjaga. Sang Buddha dalam khotbah ini menekankan agar para Bhikkhu memancarkan metta atau cinta kasih kepada semua makhluk hidup. Sesungguhnya pembacaan paritta menimbulkan ketenangan batin bagi mereka yang mendengarkan asalkan menggunakan pikiran dan akal budinya. Begitu pula bagi mereka yang telah memiliki keyakinan akan kebenaran kata-kata Sang Buddha. Ketenangan batin seperti itulah yang membuat orang sakit menjadi sembuh. Selain membuat batin bahagia, ketenangan batin mampu pula mengatasi keresahan. Mereka yang mendengarkan paritta yang diucapkan oleh Sang Buddha dahulu merasakan pengaruhnya yang kuat. Hal ini terjadi karena mereka mengerti ucapan Sang Buddha. Sang Buddha sendiri pernah minta dibacakan paritta dan Beliau juga minta agar orang lain membacakan paritta untuk muridnya yang sedang sakit. Kegiatan semacam ini masih tetap berlangsung sekarang ini di negara yang ada Umat Buddha.
Sang Buddha dan para Arahat dapat berkonsentrasi langsung kepada paritta-sutta tanpa bantuan orang lain. Meskipun demikian ketika mereka sedang sakit, mereka lebih suka mendengarkan orang lain membaca paritta. Kemudian mereka memusatkan pikiran kepada Dhamma yang diuraikan dalam sutta itu. Kadang-kadang dalam keadaan sakit yang melemahkan pikiran, sugesti dari luar dapat lebih berguna daripada sugesti dari dalam (auto-sugesti). Menurut ajaran Sang Buddha, pikiran sangat dekat dengan badan jasmani. Sehingga keadaan batin mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan jasmani. Sebagian dokter menyatakan bahwa tidak ada penyakit yang betul murni disebabkan oleh jasmani saja. Bahkan keluhan jasmani yang paling ringan sekalipun, misalnya sakit gigi, dapat disebabkan oleh keadaan batin. Masalah ini pernah ditulis dalam makalah yang dibacakan di depan Kongres Gigi Amerika tahun 1937. Penulis makalah tersebut mengemukakan bahwa anak-anak yang hidup dengan diet yang cukup masih saja dapat menderita kerusakan gigi. Pada umumnya setelah diselidiki, diketahui bahwa kehidupan anak-anak tersebut di rumah atau di sekolah tidak memberinya ketenangan. Kerusakan gigi dapat terjadi karena penderita mengalami ketegangan batin. Sejauh gangguan ini bukan disebabkan oleh akibat perbuatannya sendiri (akusala kamma-vipaka) yang tidak dapat diubah, maka ada kemungkinan untuk merubah keadaan batin ini agar mampu menciptakan kesehatan lahir dan batin.
a. | Kekuatan Kebenaran |
b. | Kekuatan Moral |
c. | Kekuatan Cinta Kasih |
C.A.F. Rhys Davids menulis keterangannya tentang metta: Sesuai dengan ajaran Sang Buddha, pernyataan metta bukanlah hanya merupakan kata-kata manis saja. Pernyataan ini hendaknya harus diikuti dan diungkapkan dengan jiwa raga yang diliputi oleh Metta, bukan oleh rasa permusuhan. Hal ini telah diungkapkan mulai dari Sutta dan Vinaya sampai dengan Visuddhi-Magga karya Buddhaghosa, bahwa pikiran adalah benda. Tindakan pikiran, akal budi atau emosi mampu bekerja seperti tenaga di antara tenaga-tenaga lain. Mengenai hal ini orang Eropa masih jauh ketinggalan dibandingan dengan sikap orang India.
d. | Kekuatan Suara |
Apakah pengaruh buruk yang timbul dari makhluk jahat dapat ditanggulangi dengan pembacaan paritta-sutta? Pengaruh buruk adalah akibat dari pikiran jahat. Oleh karena itu pengaruh buruk ini dapat diatasi dengan pikiran yang sehat. Satu cara yang pasti untuk menimbulkan keadaan pikiran yang sehat adalah mendengarkan serta merenungi pembacaan paritta dengan seluruh akal budi dan keyakinan. Demikian besar serta dahsyatnya kekuatan konsentrasi sehingga dengan memperhatikan sungguh-sungguh akan Kebenaran yang terdapat dalam paritta, orang akan mampu mengembangkan keadaan pikiran yang sehat.
Pembacaan paritta-sutta juga mampu mendatangkan berkah material, dengan dicapainya keadaan pikiran yang sehat melalui konsentrasi dan keyakinan sewaktu mendengarkan pembacaan paritta. Karena menurut Sang Buddha usaha yang benar adalah faktor yang diperlukan untuk mengatasi penderitaan. Mendengarkan pembacaan paritta dengan cara yang benar akan membangkitkan tenaga untuk melindungi kemajuan duniawi serta kemajuan batin.
Penyakit jasmani dan batin yang menjadi penyebab segala penderitaan dan kemalangan hanya membutuhkan satu jenis obat saja. Obat itu adalah Kebenaran Kesunyataan (Dhamma). Karena itulah mendengarkan Dhamma melalui pembacaan paritta dengan sikap yang benar akan memberikan manfaat. Manfaat yang diperoleh adalah keadaan pikiran yang sehat, sehingga menimbulkan kesehatan jasmani serta batin dan juga kemajuan material serta spritual. Pengaruh pembacaan paritta juga tidak terbatas oleh jarak, mampu mengatasi jarak yang bagaimanapun jauhnya.
Umat Buddha menyadari bahwa paritta merupakan kekuatan yang dahsyat, selalu berhasil dimanfaatkan, merupakan suatu pelarut yang luar biasa. Meskipun demikian apakah paritta selalu mampu menghasilkan perlindungan serta berkah sesuai dengan yang diharapkan?
Dalam hal ini perlu kita ingat kembali kata-kata dari Y.A. Nagasena dalam menjawab pertanyaan Raja Milinda.
Pertanyaan Raja Milinda adalah mengapa pembacaan paritta tidak mampu melindungi seseorang dari kematian. Jawaban Y.A. Nagasena, yaitu pembacaan paritta tidak berhasil oleh tiga hal:
1. | halangan kamma (kammavarana). |
2. | halangan berasal dari kekotoran batin (kilesavarana). |
3. | halangan karena kurang keyakinan (asadhanataya). |
Oleh karena itu tindakan yang tidak baik dari pendengar pembacaan paritta akan mengakibatkan pengaruh yang buruk bagi dirinya sendiri.
Apabila pikiran pendengar dikotori dengan pikiran jahat, maka hasil positif yang diharapkan dari pembacaan paritta tidak akan pernah dapat terwujudkan. Namun, meskipun demikian pendengar yang memiliki pikiran tidak bersih itu, jika ia memiliki keyakinan yang kuat akan "kemanjuran" paritta itu maka unsur penting ini dapat membantu tercapainya hal yang diinginkan.
Agar kekuatan-kekuatan dari pembacaan paritta ini dapat mewujudkan tujuan yang akan dicapai, Umat Buddha selalu melaksanakan Sila, Samadhi dan Pañña di dalam hidupnya. Dengan sikap hidup yang demikian, maka pikiran selalu bersih, bebas dari kekotoran batin. Dengan pikiran yang bersih maka penangkal yang dibuat akan menjadi perlindungan yang aman.***
Sumber:
|
Bunga Rampai Dhammadesana II,
Bhikkhu Subalaratano (penyusun), Yayasan Dhammadipa Arama, Jakarta,
1985.
|
Artikel ny bgus
BalasHapus