Check out the Latest Articles:

Kamis, 23 Februari 2012

Kekuatan Paritta Untuk Mengatasi Rintangan-Rintangan Dalam Kehidupan


oleh: Bhikkhu Subalaratano

Namo tassa bhagavato Arahato Sammasambuddhassa
Namo tassa bhagavato Arahato Sammasambuddhassa
Namo tassa bhagavato Arahato Sammasambuddhassa
"Katâ me rakkhâ, katâ me parittâ"
Penangkal yang dibuat ini, semoga menjadi pelindung.

        Paritta (Pali) atau Paritrana (Sanskrit) dan Pirit (diucapkan sebagai: pirith dalam bahasa Sinhala) pada pokoknya berarti perlindungan. Paritta-sutta atau khotbah Sang Buddha merupakan perlindungan yang kuat. Perlindungan ini diperoleh dari mendengar atau membaca Paritta-sutta. Pelaksanaan membaca dan mendengar paritta-sutta ini telah dilakukan sejak awal sejarah Buddha-Dhamma. Kata paritta digunakan oleh Sang Buddha pertama kali dalam suatu khotbah yang dikenal sebagai "Khanda-paritta" dalam Culla-vagga (Vinaya Pitaka III, hal.109). Kita dapat pula menjumpai kata ini pada Anguttara-nikaya dalam judul "Ahi (metta) sutta" jilid III, hal.72. Khotbah ini dianjurkan oleh Buddha untuk dipergunakan para anggota Sangha sebagai suatu perlindungan atau penjaga. Sang Buddha dalam khotbah ini menekankan agar para Bhikkhu memancarkan metta atau cinta kasih kepada semua makhluk hidup. Sesungguhnya pembacaan paritta menimbulkan ketenangan batin bagi mereka yang mendengarkan asalkan menggunakan pikiran dan akal budinya. Begitu pula bagi mereka yang telah memiliki keyakinan akan kebenaran kata-kata Sang Buddha. Ketenangan batin seperti itulah yang membuat orang sakit menjadi sembuh. Selain membuat batin bahagia, ketenangan batin mampu pula mengatasi keresahan. Mereka yang mendengarkan paritta yang diucapkan oleh Sang Buddha dahulu merasakan pengaruhnya yang kuat. Hal ini terjadi karena mereka mengerti ucapan Sang Buddha. Sang Buddha sendiri pernah minta dibacakan paritta dan Beliau juga minta agar orang lain membacakan paritta untuk muridnya yang sedang sakit. Kegiatan semacam ini masih tetap berlangsung sekarang ini di negara yang ada Umat Buddha.
        Sang Buddha dan para Arahat dapat berkonsentrasi langsung kepada paritta-sutta tanpa bantuan orang lain. Meskipun demikian ketika mereka sedang sakit, mereka lebih suka mendengarkan orang lain membaca paritta. Kemudian mereka memusatkan pikiran kepada Dhamma yang diuraikan dalam sutta itu. Kadang-kadang dalam keadaan sakit yang melemahkan pikiran, sugesti dari luar dapat lebih berguna daripada sugesti dari dalam (auto-sugesti). Menurut ajaran Sang Buddha, pikiran sangat dekat dengan badan jasmani. Sehingga keadaan batin mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan jasmani. Sebagian dokter menyatakan bahwa tidak ada penyakit yang betul murni disebabkan oleh jasmani saja. Bahkan keluhan jasmani yang paling ringan sekalipun, misalnya sakit gigi, dapat disebabkan oleh keadaan batin. Masalah ini pernah ditulis dalam makalah yang dibacakan di depan Kongres Gigi Amerika tahun 1937. Penulis makalah tersebut mengemukakan bahwa anak-anak yang hidup dengan diet yang cukup masih saja dapat menderita kerusakan gigi. Pada umumnya setelah diselidiki, diketahui bahwa kehidupan anak-anak tersebut di rumah atau di sekolah tidak memberinya ketenangan. Kerusakan gigi dapat terjadi karena penderita mengalami ketegangan batin. Sejauh gangguan ini bukan disebabkan oleh akibat perbuatannya sendiri (akusala kamma-vipaka) yang tidak dapat diubah, maka ada kemungkinan untuk merubah keadaan batin ini agar mampu menciptakan kesehatan lahir dan batin.

a. Kekuatan Kebenaran
        "Kemanjuran" paritta disebabkan oleh gabungan beberapa faktor. Pembacaan paritta merupakan ungkapan saccakiriya yaitu suatu ungkapan pernyataan tentang Kebenaran. Kekuatan pernyataan itu merupakan suatu perlindungan. Hal ini berarti mengembangkan kekuatan kebenaran untuk mencapai hal yang diinginkan. Pada akhir setiap sutta, pembaca memberkati pendengarnya dengan kata-kata: "etena sacca vajjena sotthi te hotu sabbada" artinya dengan kekuatan kebenaran kata-kata ini, semoga engkau selamat dan sejahtera. Terdapat suatu ungkapan bahwa, "kekuatan Dhamma atau Kebenaran akan melindungi pengikut Dhamma" (Dhammo have rakkhati Dhammacarim), yang jelas menunjukkan dasar pemikiran diadakannya pembacaan paritta. Keyakinan akan kekuatan saccakiriya atau pernyataan Kebenaran untuk dapat menyembuhkan penyakit ataupun melindungi sebenarnya hanyalah salah satu segi manfaat dari paritta.

b. Kekuatan Moral
        Beberapa paritta mengungkapkan tentang hidup yang bermoral. Titik awal dari Buddha-Dhamma adalah sila (moral). Melalui dasar sila yang kuat seseorang akan mampu mencapai tingkat konsentrasi pikiran. Apabila moral melindungi orang yang melaksanakan, maka jika seseorang mendengarkan pembacaan paritta dengan diiringi suatu perenungan akan Kebenaran kata-kata Sang Buddha dan penuh keyakinan bahwa kata-kata itu pernah diucapkan oleh orang yang telah mencapai Penerangan Sempurna, maka ia akan memiliki pikiran yang dipenuhi oleh moral tinggi sehingga ia mampu mengalahkan segala pengaruh jahat dan ia juga akan terbebas dari kesulitan.

c. Kekuatan Cinta Kasih
        Sabda-sabda Sang Buddha selalu berisikan cinta kasih. Beliau berkelana di India melalui jalan-jalan raya, melewati kampung-kampung dan menyinari serta menghangatkan semua makhluk dengan pancaran sinar cinta kasihnya. Beliau memberi petunjuk, menerangkan ajaranNya kepada banyak orang. Beliau membimbing mereka yang mendengarkan ajaranNya mencapai kesempurnaan. Oleh karena itu pembaca paritta juga diharapkan bertindak seperti itu pula. Membaca paritta dengan hati penuh cinta kasih dan kasih sayang, mengharapkan pendengarnya memperoleh kebahagiaan serta perlindungan dari segala gangguan. Cinta kasih merupakan tenaga yang aktif. Setiap tindakan yang didasari dengan cinta kasih yang murni akan dilaksanakan dengan pikiran yang bersih. Tindakan yang bertujuan untuk membantu, memberi semangat, melancarkan jalan serta mempermudah mengatasi penderitaan, mendapat Berkah Tertinggi.
        C.A.F. Rhys Davids menulis keterangannya tentang metta: Sesuai dengan ajaran Sang Buddha, pernyataan metta bukanlah hanya merupakan kata-kata manis saja. Pernyataan ini hendaknya harus diikuti dan diungkapkan dengan jiwa raga yang diliputi oleh Metta, bukan oleh rasa permusuhan. Hal ini telah diungkapkan mulai dari Sutta dan Vinaya sampai dengan Visuddhi-Magga karya Buddhaghosa, bahwa pikiran adalah benda. Tindakan pikiran, akal budi atau emosi mampu bekerja seperti tenaga di antara tenaga-tenaga lain. Mengenai hal ini orang Eropa masih jauh ketinggalan dibandingan dengan sikap orang India.

d. Kekuatan Suara
        Terdapat keyakinan bahwa getaran suara yang dihasilkan dari pembacaan paritta-sutta berbahasa Pali dengan suara yang nyaring dan merdu (harmonis dalam nada) akan menentramkan syaraf serta menghasilkan ketenangan pikiran. Suara pembacaan paritta yang nyaring dan merdu ini juga memberikan keselarasan pada sistem jasmani.
        Apakah pengaruh buruk yang timbul dari makhluk jahat dapat ditanggulangi dengan pembacaan paritta-sutta? Pengaruh buruk adalah akibat dari pikiran jahat. Oleh karena itu pengaruh buruk ini dapat diatasi dengan pikiran yang sehat. Satu cara yang pasti untuk menimbulkan keadaan pikiran yang sehat adalah mendengarkan serta merenungi pembacaan paritta dengan seluruh akal budi dan keyakinan. Demikian besar serta dahsyatnya kekuatan konsentrasi sehingga dengan memperhatikan sungguh-sungguh akan Kebenaran yang terdapat dalam paritta, orang akan mampu mengembangkan keadaan pikiran yang sehat.
        Pembacaan paritta-sutta juga mampu mendatangkan berkah material, dengan dicapainya keadaan pikiran yang sehat melalui konsentrasi dan keyakinan sewaktu mendengarkan pembacaan paritta. Karena menurut Sang Buddha usaha yang benar adalah faktor yang diperlukan untuk mengatasi penderitaan. Mendengarkan pembacaan paritta dengan cara yang benar akan membangkitkan tenaga untuk melindungi kemajuan duniawi serta kemajuan batin.
        Penyakit jasmani dan batin yang menjadi penyebab segala penderitaan dan kemalangan hanya membutuhkan satu jenis obat saja. Obat itu adalah Kebenaran Kesunyataan (Dhamma). Karena itulah mendengarkan Dhamma melalui pembacaan paritta dengan sikap yang benar akan memberikan manfaat. Manfaat yang diperoleh adalah keadaan pikiran yang sehat, sehingga menimbulkan kesehatan jasmani serta batin dan juga kemajuan material serta spritual. Pengaruh pembacaan paritta juga tidak terbatas oleh jarak, mampu mengatasi jarak yang bagaimanapun jauhnya.
        Umat Buddha menyadari bahwa paritta merupakan kekuatan yang dahsyat, selalu berhasil dimanfaatkan, merupakan suatu pelarut yang luar biasa. Meskipun demikian apakah paritta selalu mampu menghasilkan perlindungan serta berkah sesuai dengan yang diharapkan?
        Dalam hal ini perlu kita ingat kembali kata-kata dari Y.A. Nagasena dalam menjawab pertanyaan Raja Milinda.
        Pertanyaan Raja Milinda adalah mengapa pembacaan paritta tidak mampu melindungi seseorang dari kematian. Jawaban Y.A. Nagasena, yaitu pembacaan paritta tidak berhasil oleh tiga hal:
1. halangan kamma (kammavarana).
2. halangan berasal dari kekotoran batin (kilesavarana).
3. halangan karena kurang keyakinan (asadhanataya).
        Kamma berarti tindakan, bukan hasil tindakan. Oleh karena itu tindakan dapat dinetralisir dengan tindakan yang lain. Kamma bukanlah sesuatu yang bersifat statis melainkan selalu berubah. Di sini berarti bahwa tindakan harus selalu ditingkatkan ke arah yang baik (berguna), sehingga tindakan yang telah terjadi dapat dinetralisir oleh tindakan yang lain.
        Oleh karena itu tindakan yang tidak baik dari pendengar pembacaan paritta akan mengakibatkan pengaruh yang buruk bagi dirinya sendiri.
        Apabila pikiran pendengar dikotori dengan pikiran jahat, maka hasil positif yang diharapkan dari pembacaan paritta tidak akan pernah dapat terwujudkan. Namun, meskipun demikian pendengar yang memiliki pikiran tidak bersih itu, jika ia memiliki keyakinan yang kuat akan "kemanjuran" paritta itu maka unsur penting ini dapat membantu tercapainya hal yang diinginkan.
        Agar kekuatan-kekuatan dari pembacaan paritta ini dapat mewujudkan tujuan yang akan dicapai, Umat Buddha selalu melaksanakan Sila, Samadhi dan Pañña di dalam hidupnya. Dengan sikap hidup yang demikian, maka pikiran selalu bersih, bebas dari kekotoran batin. Dengan pikiran yang bersih maka penangkal yang dibuat akan menjadi perlindungan yang aman.***

Sumber:
Bunga Rampai Dhammadesana II, Bhikkhu Subalaratano (penyusun), Yayasan Dhammadipa Arama, Jakarta, 1985.

1 komentar: