oleh: YM Bhikkhu Girirakkhito Mahathera
Saya akan memberikan khotbah yang erat hubungannya dengan hari Magha Puja. Semoga ini dapat memacu semangat dan tekad saudara untuk lebih giat meningkatkan pengamalan terhadap agama Buddha. Apabila tadi telah dijelaskan bahwa 1250 orang Arahat yang memiliki ca-abhinna, dengan tanpa diundang mereka semua hadir pada suatu saat yang bersamaan untuk mendengarkan wejangan Sang Buddha, maka saya harus menyampaikan kepada saudara-saudara bahwa ajaran Sang Guru Agung Buddha Gautama itu betul-betul sangat tinggi, sangat bermanfaat. Buktinya terdapat 1250 orang Arahat, dan tentu juga para Anagami, Sakadagami, dan Sotapatti, yang tak dapat dihitung banyaknya. Mereka adalah tergolong orang-orang yang sukses bertemu dengan agama Buddha, menghayati agama Buddha, dan kemudian meraih hasilnya, dari apa yang bisa dicapai dalam melaksanakan Buddha Dhamma.Kalau diumpamakan, Buddha Dhamma atau agama Buddha itu adalah suatu universitas yang terbuka. Dia tidak harus melalui SMP, SMA, atau Fakultas ini atau Fakultas itu, tetapi siapa saja, yang tua, yang muda, mereka bisa belajar. Inilah yang saya umpamakan seperti universitas Terbuka. Dan buktinya, pada zaman Sang Buddha masih hidup, banyak sekali yang meraih sukses. Mereka bukan mendapat gelar Doktor, Insinyur, Sarjana Hukum, atau sarjana-sarjana lainnya, tetapi gelarnya adalah Arahat, Anagami, Sakadagami, Sotapatti. Dan kalau dibandingkan kesempurnaan pengetahuannya dengan sarjana-sarjana yang dilahirkan pada masa ini, saya kira kesempurnaan pengetahuannya jauh lebih hebat. Mereka yang menjadi Arahat bisa memiliki pengetahuan yang luar biasa, bahkan bukan saja pengetahuan duniawi tetapi sampai mampu terbang, datang ke Veluvana Arama (Hutan Bambu), mampu menerima perintah Sang Buddha untuk hadir tanpa diundang. Bayangkan! Bukankah ini suatu kemajuan yang puncak-puncaknya, yang pernah dicapai oleh para siswa Buddha pada zaman-zaman lampau?
Saudara, sekarang saya berusaha untuk mengambil makna, arti, dan hakikat dari Hari Magha Puja ini. Setelah mendengar apa yang diuncarkan tadi oleh para bhikkhu Sangha, kita melihat bahwa yang patut kita renungkan atau resapkan kembali, adalah:
Pertama: | "Jangan berbuat jahat, dan perbanyaklah kebajikan"; ini adalah termasuk moral atau sila. |
Kedua: | "Praktikkan Kesabaran"; ini merupakan sarana kehidupan spritual yang sangat bermanfaat. |
Ketiga: | "Sucikan hati dan pikiran". |
Saudara apabila kita membicarakan tentang Sila, sekedar untuk kita ingat kembali, maka Sila itu dapat kita bagi menjadi lima, yaitu: Panca Sila, Attha Sila, Dasa Sila atau Dasakusala kammapatha, Samanera Sila dan Bhikkhu Sila. Tetapi semuanya itu dapat diringkas menajdi hanya 2, yaitu Sila orang awam, dan Sila para Samanera dan Bhikkhu.
Namun kalau kita teliti kembali, ia hanya 3, yaitu tata tertib untuk mengatur perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran. Dari semua Sila ini dapat pula digolongkan menjadi 2 kategori, yaitu: Sila yang masih bersifat duniawi (lokiya Sila), dan Sila yang sudah tergolong di atas duniawi (lokuttara Sila).
Lokiya Sila, walaupun itu sebanyak 227 yang dilakukan oleh para bhikkhu, 117 dilakukan oleh para Samanera, 10 yang diambil oleh umat Upasaka tertentu, 8 sila yang diambil oleh umat Upasaka tertentu dan dilakukan pada waktu-waktu tertentu, kemudian 5 sila oleh Upasaka biasa, maka kelimanya itu, apabila mereka masih mempunyai pandangan salah atau Sakkayaditthi —keliru memandang alam semesta dengan segala isinya, keliru memandang diri kita ini, yang dianggap sebagai milik kekal, kepunyaanku— maka Sila yang dilakukannya, biarpun banyak, itu masih goyah! Kadang-kadang betul, tetapi kadang-kadang diracuni oleh pandangan keliru sehingga menjadi salah. Jadi dengan demikian, Sila yang tergolong lokiya atau duniawi, tidak menjamin seratus persen untuk bisa masuk sorga atau Nibbana. Tetapi Sila yang dilakukan oleh mereka yang sudah menghancurkan pandangan keliru, mereka yang tergolong Sotapatti, mereka yang walaupun umat biasa tetapi telah mencapai kehancuran Sakkayaditthi atau pandangan keliru, mereka akan melakukan sila yang tergolong Lokuttara Sila atau Sila di atas duniawi. Mengapa? Karena mereka telah menghancurkan pandangan yang keliru. Bagi para Sotapatti atau orang yang sudah menghancurkan pandangan keliru, maka "Panatipata Veramani" bukan saja sekedar tidak membunuh makhluk hidup, tetapi yang terpenting adalah tidak membunuh kesejahteraannya, kedamaiannya, ketenangannya, keseimbangannya, keharmonisannya, dengan pandangan keliru. Saudara, kalau Senjata Nuklir, Bom Atom, Bom Kimia, atau Bom Hidrogen itu dikatakan dahsyat dan mengerikan, itu hanya bagi orang-orang awam. Saya yakin para Arahat itu tidak akan takut kepada Bom Hidrogen. Beliau akan rela, apa maunya, kalau itu memang sudah alamiah jatuh di Bumi kami, terima kasih. Tetapi para Arahat, para Sotapatti itu paling takut dengan senjata sakkayaditthi, senjata pandangan keliru atau pandangan salah, yang menganggap badan jasmani ini milikku/kepunyaanku, yang menganggap perasaan itu milikku/kepunyaanku, menganggap pikiran itu milikku/kepunyaanku. Ini sangat berbahaya, karena bukan saja menghancurkan kehidupan pada saat ini, tetapi ia menyakiti kehidupan ini dengan sangat lihai. Apalah artinya Bom Hidrogen! Mungkin hanya dalam 1 menit, kita sudah tidak merasakan sakit apa-apa, lalu kita sudah mati. Tetapi kalau Sakkayaditthi atau pandangan keliru ini, itulah rajanya setan, rajanya iblis, rajanya santet, yang membuat kita menderita seumur hidup. Demikianlah ibaratnya pandangan keliru ini, yang membuat susah kehidupan kita, tidak pernah tenang, damai, tidak pernah selaras, tidak pernah harmoni, selalu bentrok, agitasi, tidak puas. Maka oleh karena itu, marilah kita lebih takut, lebih ngeri kepada Bom Sakkayaditthi daripada Bom Hidrogen.
Saudara-saudara, kalau kita belajar Dhamma, justru ke situ arah pikiran kita. Saya lebih takut, lebih ngeri dengan Avijja atau kebodohan, saya lebih takut dan sangat ngeri dengan pandangan keliru. Demikianlah saudara-saudara, maka untuk mengeliminir atau menjinakkan pandangan keliru, kemelekatan, dan avijja atau kebodohan ini, bukan dilawan dengan bom, bukan ditangkis dengan senjata anti bom hidrogen dan sebagainya, tetapi persisnya ditangkis dengan Sila, Kesabaran, dan Pikiran yang terjaga. Maka oleh karena itu saya bangkitkan semangat saudara-saudara untuk melakukan Sila lagi.
Saudara jangan terseret oleh pandangan keliru bahwa kalau kita melakukan Sila, ini tidak boleh, itu tidak boleh, jual daging tidak boleh, jual senjata tidak boleh, jual yang bersifat racun tidak boleh, jual udang tidak boleh, ekspor sapi tidak boleh, lalu apa yang bisa dikerjakan? Itu dianggap membuat kemunduran total. Saudara, itu pandangan picik menurut duniawi. Tetapi pandangan Dhamma tidak sepicik itu. Kalau saudara-saudara melakukan Sila, maka kemakmuran, kesejahteraan, penghormatan, pujian, dan sorga akan dinikmati.
Saudara-saudara mungkin saja dalam kehidupan ini tidak meraih sukses dalam materi; yang lain punya mobil mercy, kita hanya punya Honda roda-dua. Yang lain punya istana, kita hanya punya rumah yang sederhana. Tetapi kalau saudara rajin melaksanakan Sila —Atthasila, Dasasila— dengan konsekuen, dengan bersih, dan murni, saya kira kehidupan di dalam dunia ini pun akan damai, dan istimewanya setelah saudara meninggal, saudara akan lahir di alam sorga. Keindahan, kemewahan, kecemerlangan, kegemerlapan di alam Dewa jauh lebih tinggi daripada di dunia ini. Kalau saudara dilahirkan di Sorga Catummaharajika saja, saudara bisa hidup nyaman, nikmat, jauh lebih nikmat daripada di dunia ini untuk selama 9 juta tahun. Apalah artinya kita hidup di sini untuk hanya 80 tahun. Jadi meski saudara sekarang sederhana, setelah mati tiba-tiba menjadi satpam di Sorga Tusita. Kalau saya, jadi satpamnya saja mau, tetapi di Sorga Tusita, tidak usah jadi presiden; begitu ibaratnya. Kalau saudara lahir di Tusita Loka, usia saudara 144 juta tahun, mungkin lebih. Jadi lama sekali. Itu ganjarannya. Memang di sini kita hidup sederhana saja. Tetapi kalau kita kaya-raya namun tidak melakukan sila, setelah selesai hidup di sini, tamatlah riwayatnya! Bukan ke Sorga tetapi ke Neraka. Jadi tidak usah irihati kepada orang kaya-raya, tidak usah jor-joran. Kalau saudara hanya punya modal 50 juta dan si B punya bermilyar-milyar, jangan coba-coba saudara menandingi dia. Jangan! Nanti saudara akan ringsek sendiri. Lebih baik doakan agar si B bisa sejaya-jayanya, sehingga beliau bisa membantu vihara-vihara yang lain. Lebih baik begitu. Itu namanya positif. Tetapi kalau saing-saingan, itu namanya negatif.
Apa manfaatnya melakukan sila, dan apa jeleknya kalau tidak melakukan sila? Manfaatnya, saudara sama sekali tidak akan dicurigai oleh siapa pun. Kalau si B sudah kaya-raya, tetapi beliau juga melaksanakan sila, itu namanya kebajikan yang serba multi. Orang percaya, orang tidak curiga, orang menghargai, orang menghormati, hidupnya sejahtera, hidupnya makmur. Maka itu, lakukanlah sila dengan sebaik-baiknya. Kalau orang melakukan sila, ia ibaratnya berhias dengan perhiasan yang mahal-mahal, yang sesungguhnya jauh lebih tinggi nilainya daripada perhiasan emas berlian. Perhiasan emas berlian itu hanya cocok dipakai oleh orang-orang muda, dan harus cantik. Kalau ia memakai perhiasan yang mahal-mahal maka sinarnya akan gemerlapan. Kalau di dalam pesta ada wanita cantik yang pakai perhiasan yang mahal-mahal, orang semuanya kagum, melongo, mulutnya terbuka, sampai 'buyung' atau lalat masuk ke mulutnya. Tapi kalau perhiasan yang mahal-mahal itu dipakai oleh orang yang kulitnya hitam, tua bangka, orang bukan melongo, tetapi meludah, "Iih, tua bangka, tidak pantas pakai perhiasan begitu". Tetapi kalau perhiasan sila, yang tua, yang tidak cantik, yang gemuk, yang kurus kering, kalau pakai sila, semuanya akan baik. Maka oleh karena itu berhiaslah dengan sila. Oleh karena itu saya anjurkan kepada anda mulai saat sekarang, setiap bulan purnama dan hari gelap bulan, lakukan 8 sila. Bertekad tidak makan selewat pk. 12:00, pada setiap bulan purnama dan gelap bulan. Kalau sudah maju, sudah biasa, sudah menjadi kondisi, saudara tambah lagi, satu bulan menjadi 4 kali. Setelah itu, ditambah lagi, 1 bulan menjadi 12 kali. Terus itu dilakukan, akhirnya sudah menjadi kondisi, seumur hidup saudara sudah bisa melakukan 8 sila. Akhirnya, "Bhante, saya minta dicukur saja kepala saya". Tetapi kalau semuanya jadi Bhikkhu dan bhikkhuni, saya tidak setuju, itu tidak mungkin terjadi di dunia ini. Dan kalau mau melakukan sila yang baik, saudara tidak mutlak harus menjadi bhikkhu atau samanera. Menjadi orang awam saja cukup, dan bisa melakukan sila dengan baik. Hapuskan pandangan keliru, hapuskan pandangan yang percaya kepada takhayul, maka saudara akan mampu lebih murni melakukan sila daripada bhikkhu, seperti saya atau yang lainnya. Tapi kalau para bhikkhu sudah mempunyai pandangan yang benar, sudah mampu menghancurkan pandangan keliru, jangan dilawan!
Demikianlah saudara-saudara tentang sila ini, tidak ada tandingannya, dan saudara akan bisa mencapai sorga. Saya sekarang lewatkan saja anjurkan tentang sila ini, sekarang saya akan menganjurkan tentang melatih kesabaran. "Khanti Paramam Tapo Titikkha". Kesabaran itu adalah jalan tol bagi orang-orang yang sudah melatih spritual. Saudara-saudara, kita masih jauh sekali dari memiliki kesabaran. Kalau misalnya saudara harus menunggu, sudah janji, orang tidak datang, saudara jengkel, marah; itu namanya anda tidak punya Khanti Adhivaseti. Saudara harus punya Khanti Adhivaseti, sabar menunggu, sabar menderita. Kalau panas, usahakan sabar, kalau anda dingin usahakan sabar. Itu namanya Khanti Adhivaseti. Khanti Metta, saudara harus mengeliminir kekurangan kesabaran itu dengan Metta, cinta kasih.
Saudara harus bisa mengerem ucapan, itu namanya Khanti Sovaca. Ucapan itu direm, sabar, sabar. Di Indonesia ada istilah "Sabar menjadi Subur". Tetapi ada yang melanjutkan lagi “"kalau terlalu sabar, masuk liang kubur", katanya. Itu memang ada benarnya untuk urusan kita yang masih duniawi. Tapi kalau Dhamma, tidak begitu. Teruskan berjuang! Sedikit demi sedikit, kita maju terus. Kemudian miliki Khanti Akodhana, yaitu kendalikan kemarahan dengan kesabaran. Belajar juga harus sabar.
Misalnya dalam latihan Vipassana Bhavana, kalau para siswa itu melirik ke kanan, melirik ke kiri, "Wah, dia itu koq sudah 2 jam duduk, aku koq tidak tahan, ah aku akan pura-pura, 3 jam bisa duduk". Jadi itu namanya tidak sabar. "Kalau dia 2 jam, saya harus bisa 3 jam, kalau dia bisa 3 jam, saya harus bisa 4 jam". Akhirnya ringsek sendiri. Kalau temannya bisa tidak tidur sampai pk. 11 malam. Dia iri, dia cemburu, "Saya harus tidur jam 12 malam”". Temannya bangun pk. 4 pagi, dia harus bangun pk. 3. Itu adalah ketidak-sabaran. Akhirnya pada siang hari seperti kelelawar, ngantuk begini. Jadi belajar pun harus sabar. Nibbana itu tidak bisa diraih dengan semangat yang menggebu-gebu, sebab nibbana atau kebebasan itu tidak punya kondisi. Kita tidak tahu kapan akan tercapai. Maka itu kesabaran itu harus dipupuk.
Saudara, sekarang tentang "Sucikan hati dan pikiran". Tentang mensucikan hati dan pikiran ini sangat penting dan paling penting. Sebab kehidupan kita ini tergantung pada pikiran. Pikiran itulah dunia kehidupan kita. Kalau saudara putus asa, maka dunia anda tidak menentu. Kalau saudara lesu mental, putus pacaran, maka dunia ini tidak indah lagi, dunia ini terasa jelek. Itulah tergantung dari pikiran saudara, begitulah keadaan dunia saudara. Maka itu pikiran yang harus dijaga, dirawat. Menurut agama Buddha, ada ajaran yang dinamakan Citta Samvedhi. Itu artinya periksa pikiran. Cobalah, apakah dengan meditasi, menyepi, merenung, periksalah pikiran, "Oh, saya masih banyak kelobhaan, saya masih sering-sering marah, saya masih sering-sering mengkhayal —mengkhayalkan ini, mengkhayalkan itu— saya masih punya kemelekatan, saya masih punya nafsu besar". Renungkan! Merenungkan dan memeriksa ini sangatlah perlu. Apa saja kalau tidak ada kontrolir, tidak ada inspektur, akan jadi kacau. Sekolah jadi ambruk kalau tidak diperiksa-periksa. Tetapi kalau diperiksa, guru-gurunya mulai rajin. Pikiran ini juga kalau sering diperiksa, sama seperti kalau inspektur memeriksa perusahaan, maka ketuanya, wakilnya ketuanya, sekretarisnya akan giat, begitu. Kemudian periksalah apakah saya pernah mempunyai pikiran-pikiran yang luhur, yang disebut Mahagatha? Punyakah cinta kasih, punyakah simpati, punyakah welas-asih, punyakah kesabaran, punyakah yang luhur-luhur? Periksa! Kalau belum, kita harus rajin meningkatkannya. Setelah itu apakah pikiran kita mempunyai konsentrasi atau tidak, bisakah pikiran ini dikonsentrasikan atau tidak? Kemudian belajarlah dengan giat untuk itu.
Akhirnya saudara harus membahagiakan pikiran, yang dalam bahasa Pali disebut Abhidhammodhayam Cittam: bahagiakan pikiran saudara. Kalau sedih jangan dibiarkan sedih, kalau marah jangan dibiarkan marah, kalau cemburu jangan dibiarkan cemburu. Bahagiakanlah pikiran anda, bukan dengan uang, bukan dengan nonton, bukan dengan plesir, bukan dengan pergi ke karaoke, dan lain sebagainya. Tetapi persisnya hiburlah dengan Dhamma. Sekarang, saat mendengar uraian Dhamma ini, artinya saudara sedang menghibur pikiran, membahagiakan pikiran dengan Dhamma. Maka sering-seringlah mendengarkan atau membaca tentang Dhamma, agar saudara dapat membahagiakan pikiran saudara, karena ini sangatlah perlu. Lebih-lebih kalau saudara sering melatih meditasi atau Vipassana, di situ saudara mengkonsentrasikan pikiran, mengembangkan pandangan terang. Konsentrasi ini adalah bahasa Palinya Sammadaham Cittam. Tetapi mungkin saja saya boleh memberitahukan bahwa tidak perlu duduk 6 jam, 8 jam, 10 jam, tidak seperti patung itu yang sejak duduk di sini tidak pernah bergerak-gerak sampai sekarang. Jadi saudara tidak perlu begitu. Cukup kalau saudara-saudara mencapai Samahito: pikiran tetap tenang, tidak goyah; Parisudho: pikiran bersih tanpa noda; dan pikiran dalan keadaan Kammaniyo: aktif, waspada, siap siaga, tidak malas.
Jadi kalau saudara sudah mampu memiliki pikiran yang stabil, tidak goyah, bersih, murni, siap siaga, itulah namanya pikiran yang gentle (halus, lembut —Red.), pikiran yang Mudhu. Pikiran yang gentle inilah yang kita perlukan, karena pikiran yang gentle ini siap untuk belajar Dhamma, siap untuk menyelidiki Anicca, Dukkha, Anatta, Sunyata, Tathata, Paticcasamuppada. Tapi kalau pikiran keruh, pikiran sedih, pikiran kesal, pikiran linglung, dia tidak mampu. Saudara-saudara, kalau saya boleh mengambil perumpamaan dalam istilah modern, kita ini berusaha untuk menjaga batin, menyehatkan batin, maka itu istilah modernnya disebut Mental Higieny. Jadi menjaga jangan sampai pikiran itu kena penyakit, tetapi sehat, normal. Sebab kalau tidak normal, kalau sampai gila, kalau pikiran goyah, bisa berpengaruh pada badan kita sendiri. Mungkin daya tahan terhadap infeksi dan penyakit itu sangat kurang. Begitulah, maka jagalah pikiran. Setelah saudara memiliki konsentrasi yang baik maka sekarang renungkan Anicca, Dukkha, Anatta. Pengertian akan Anicca, Dukkha, dan Anatta ini ampuh luar biasa. Ia sanggup melemahkan dan menghancurkan kemelekatan. Di situ letak rahasianya. Bukan Dewa Brahma dari langit yang akan mengeliminir kemelekatan dan nafsu kita, bukan! Bukan dengan berdoa: "Arahat, Arahat, Arahat" seribu kali satu hari, tidak! Bukan dengan menyebut: "Nibbana, Nibbana, Nibbana" seribu kali satu hari; tidak! Tetapi persisnya datang dari usaha sendiri. Membangkitkan kebijaksanaan, pengertian terang, jelas dan komplit tentang Anicca, Dukkha, Anatta, Sunyata, Tathata, Paticcasamuppada inilah yang mampu mengeliminir kemelekatan, nafsu, kebodohan. Apabila sudah mampu memiliki pengertian tentang Anicca, Dukkha, Anatta secara komplit maka saudara boleh meningkat. Pasti ada keinginan nafsu yang dapat dieliminir sedikit demi sedikit. Maka saudara sudah mengkerut, mundur dari nafsu menyergap apa yang diinginkan. Inilah permulaan dari Viraga. Saudara harus merenungkan viraga ini. Namanya Viraga Nupassi. "Oh, saya sudah dapat menghentikan merokok", nah itu sudha viraga dari rokok. "Oh, saya sudah dapat berhenti main judi", nah itulah viraga dari main judi. "Oh, saya sudah bisa berhenti keluyuran", nah itu namanya sudah viraga dari keluyuran. "Oh, saya sudah bisa berhenti dari sikap yang boros", itu sudah viraga dari boros. Renungkan viraga itu, manfaatnya, kegunaannya, faedahnya; akhirnya saudara boleh merasa bahagia, saudara akan maju setapak lagi sampai pada tingkat Nirodha Nupassi. Nirodha Nupassi artinya sudah berhenti. Sekarang walaupun ada yang main judi di sebelah anda, walaupun dulu anda penjudi, anda acuh-tak-acuh saja, tidak mampir. Tapi kalau masih ada niat mampir dan ikut main, itu kambuh lagi namanya. Tetapi walaupun sekarang di samping saudara ada orang main judi, saudara tidak hirau, nah itu namanya Nirodha, berhenti. Kalau Nirodha ini sudah matang, saudara boleh meneruskan dengan apa yang dinamakan Patinissaga Viraga Nupassi, artinya saudara sekarang sudah betul-betul melepaskan beban.
Ada cerita kiasan yang sering saya sampaikan kepada siswa-siswa vipassana. Sang Buddha sendiri tersenyum ketika Beliau mencapai penerangan sempurna. Beliau berpikir, dulu aku ini pencuri, perampok. Kenapa begitu saudara-saudara? Karena siapapun yang menganggap bahwa rumah sebagai miliknya, istri sebagai miliknya, anak sebagai miliknya, mobil sebagai miliknya, itu namanya pencuri. Sebab semua itu adalah milik alam, tidak bisa dimiliki untuk seterusnya, nonsens. Pada suatu saat, mobil atau rumah akan berubah atau dijual lalu diganti dengan yang lain, atau ditinggal mati. Jadi bukan milik. Apa saja di dunia ini hanyalah hak pakai. Kalau punya istri, itu hak untuk kumpul hidup, bukan "kumpul kebo", tapi hak untuk hidup. Toh nanti akan cerai, pada waktu mati. Semuanya hak pakai, hak guna usaha. Semuanya milik alam. Tidak ada milikku —anatta. Ingat sama "Anatta, Anatta, Anatta". Jadi sekarang lakukan kewajiban dengan baik, supaya dapat nama baik untuk kelak, kita siap untuk bye bye dengan segala sesuatu yang pernah kita miliki dan pernah kita ajak berkumpul atau pernah menjadi hak pakai dan hak guna usaha kita. Kita akan siap melambaikan tangan "bye-bye, farewell, selamat berpisah". Itulah kebijaksanaan, itulah Wisdom.
Jadilah umat Buddha yang dewasa. Tidak seperti sekarang ini, masih cengeng, masih kanak-kanak; sedikit-sedikit tersinggung, sedikit-sedikit salah terima, sedikit-sedikit cekcok, sedikit-sedikit marah, dll.
Saya menganjurkan kepada saudara-saudara, kita harus kenal diri sendiri; siapa umat Buddha itu, apa umat Buddha itu, sampai di mana umat Buddha itu. Kita harus mengenal kelemahannya, kekurangan disiplinnya, mungkin protokulernya jelek dan sebagainya. Maklum itu kita punya, kita akan perbaiki.
Sekali lagi saya sampaikan kepada saudara-saudara, ambillah hikmah dari peringatan hari Magha Puja ini, yaitu meningkatkan sila, meningkatkan kesabaran, dan meningkatkan usaha untuk membersihkan, menjaga, dan merawat pikiran.
Akhirnya, saya ucapkan selamat merayakan hari Magha Puja.***
Sumber:
|
Mutiara Dhamma X, Ir. Lindawati T. (Editor)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar