Check out the Latest Articles:

Kamis, 23 Februari 2012

Memberi Dalam Dhamma Berarti Menambah


oleh: Bhikkhu Subalaratano


        Banyak orang terutama yang berwatak kikir akan tertawa mendengar kata-kata di atas. Karena baginya, orang yang telah memberikan sesuatu pasti akan mengurangi apa yang dimilikinya. Mana mungkin miliknya akan bertambah. Hal itu karena ia hanya melihat dengan menggunakan kaca mata duniawi, batinnya masih sangat terikat atau melekat kepada apa yang dimilikinya sekarang. Ia belum sadar bahwa apa yang dimiliki itu adalah merupakan buah dari kedermawanannya dahulu.
        Di jaman Sang Buddha, seorang yang sangat kikir bernama Toddeya, karena kedunguannya ia terikat kepada hartanya demikian hebat, setelah mati ia tumumbal lahir menjadi seekor anjing yang menjaga tempat dimana ia menyembunyikan hartanya itu. Barulah setelah Sang Buddha membuka tabir yang tak terlihat oleh mata manusia biasa kepada anak Toddeya, persoalan itu menjadi jelas. Anak tersebut kemudian sadar bahwa harta yang dimiliki oleh si dungu bukan memberikan kebahagiaan, tapi sebaliknya akan membawa orang itu ke alam penderitaan.
        Oleh karena itu bila kita menginginkan kebahagiaan yang benar, berbuatlah kebaikan dengan mengembangkan kedermawanan terhadap sesamanya. Sesuai dengan ajaran Sang Buddha, para umat dianjurkan untuk mengembangkan kedermawanannya. Memberikan dana kepada para bhikkhu, Samanera, fakir miskin dan usaha sosial bagi kesejahteraan masyarakat.
        Adalah menjadi kewajiban atas dasar cinta kasih bagi para bhikkhu menerima dana makanan yang dipersembahkan oleh umat (pindapata). Karena hal itu memberikan kesempatan kepada para umat mendapatkan ladang subur untuk menanam bibit kebajikan sesuai dengan kemampuannya. Kebajikan yang ditanam di tempat yang subur pasti akan menghasilkan buah kebahagiaan dikemudian hari.
        Sang Buddha sangat memuji sikap Y.A. Maha Kassapa yang dalam melakukan pindapata, selalu berjalan di tempat mereka yang kurang mampu. Maksudnya agar mereka mendapat kesempatan lebih dahulu untuk menanam kebajikan, sehingga keadaan mereka bisa segera berubah menjadi lebih baik. Bagi mereka yang dapat memberikan dana kepada orang suci memang sangat beruntung, karena kebajikan tersebut mempunyai kekuatan yang luar biasa. Dalam salah satu sutta yang diceritakan bahwa dana yang diberikan kepada seorang Arahat biasanya dalam 7 hari dapat memberikan buahnya.
        Maka demi kebaikan para Umat, Sang Buddha meletakkan peraturan bagi para bhikkhu (Patimokhasila). Jika para Bhikkhu-Sangha selalu kokoh dalam Dhamma-Vinaya, maka mereka adalah merupakan ladang subur bagi para umat. Oleh karena itu para umat juga berkewajiban menyokong agar para Bhikkhu-Sangha kokoh dalam sila-silanya.
        Dengan demikian para umat tidak kehilangan ladang subur untuk menanam bibit kebajikannya. Menurut hukum Kamma dan Punnabbhava, keadaan kita sekarang adalah merupakan buah dari perbuatan yang mendahuluinya. Jadi kalau sekarang kita miskin, adalah disebabkan perbuatan kita yang lampau, yaitu tidak dermawan.
        Cara yang tepat untuk mereka yang menginginkan cita-citanya tercapai, usahanya maju atau memperbaiki hidupnya ialah dengan jalan membuat kebajikan sebanyak-banyaknya. Tidaklah benar bahwa kekayaan dapat diminta di tempat keramat. Karena kekayaan seperti itu tidak akan memberikan kebahagiaan sejati. Hal ini hanya dikerjakan oleh mereka yang ingin cepat dan mudah memperoleh kekayaan semu tanpa memikirkan akibat yang pahit dikemudian hari.
        Kita memang tidak dapat menentukan kapan kebajikan itu akan diterima. Tetapi pemberian seorang bijaksana memiliki 8 sifat mulia yang dapat mempercepat masaknya buah kebajikan itu:
1. Sucim-deti: dana barang yang bersih (suci).
Barang yang diberikan benar-benar diperoleh dengan cara yang benar sesuai dengan Dhamma. Jadi bukan barang yang diperoleh dengan cara salah.
2. Panitam-deti: dana barang yang terbaik.
Barang yang diberikan adalah merupakan yang terbaik atau terpilih dari yang dimiliki. Jadi mungkin saja bagi seorang miskin, sekepal nasi merupakan yang terbaik dari yang dimilikinya.
3. Kalena-deti: dana diberikan tepat pada waktunya.
Seperti menanam bibit, subur tidaknya juga tergantung pada musim yang tepat. Demikian juga pemberian barang atau dana makanan harus tepat pada waktu dimana barang itu dibutuhkan. Pemberian makanan kepada bhikkhu atau samanera tepat diberikan pada waktu pindapata, atau sebelum lewat tengah hari.
4. Kappiyam-deti: dana barang yang layak diberikan.
Barang yang diberikan hendaknya dapat bermanfaat bagi yang menerima dan bukan yang membahayakan. Jadi pemberian yang mencelakakan penerimanya tidak disebut sebagai dana. Misalnya pemberian candu, alkohol dan sebagainya yang menyebabkan penerimanya menjadi mabuk.
5. Viccheya-deti: berdana secara bijaksana.
Dalam memberikan dana hendaknya dipilih orang yang tepat menerima atau penyalurnya. Seperti menanam bibit kita membutuhkan ladang yang subur. Pemberian dana kepada orang yang silanya kokoh pasti akan berbuah lebih baik daripada orang yang silanya kurang kokoh atau tidak memiliki sila (kemoralan).
6. Abhinam-deti: melaksanakan dana harus tetap (kontinyu).
Orang tidak semua dapat berdana dengan jumlah yang besar sekali saja. Maka hendaknya tanpa jemu laksanakanlah dana terus menerus dimana ada kesempatan sesuai dengan kemampuan. Sang Buddha bersabda: "Kebajikan yang dilakukan terus-menerus laksana menitiknya air, lama-lama dapat memenuhi sebuah tempayan".
7. Dadam cittam pasadeti: berdana harus dilaksanakan dengan pikiran tenang dan rela.
Ketenangan dan kerelaan merupakan sifat mulia yang menambah harumnya kebajikan.
8. Datva attamano hoti: setelah berdana batin merasa senang.
Kesenangan dan kebahagiaan ini dapat kita limpahkan dengan merenungkan kepada para leluhur kita. Hal ini bisa dicapai bilamana dalam berdana batin tidak melekat. Kebahagiaan ini masih terasa bila ingatan itu timbul kembali dalam pikiran.
        Dengan memiliki 8 sifat mulia ini, orang bijaksana tidak akan ragu bahwa kebajikan yang dilaksanakan pasti akan cepat berbuah, menghasilkan keberuntungan dan kebahagiaan di dalam hidupnya. Jadi benarlah kata-kata: "memberi dalam dhamma berarti menambah".***

Sumber:
Bunga Rampai Dhammadesana, Bhikkhu Subalaratano (penyusun)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar