Check out the Latest Articles:

Sabtu, 11 Juni 2011

KARMA, KELAHIRAN KEMBALI, DAN ILMU GENETIKA


Oleh :
Buddhadasa. P. Kirthisinghe

Kebahagiaan dan penderitaan, yang umum dialami sebagai nasib dari semua makhluk hidup, terutama bagi manusia, itu menurut pandangan Agama Buddha, tidak dianggap sebagai hadiah atau hukuman, yang diberikan oleh seorang Deva kepada roh yang telah melakukan perbuatan yang baik atau yang buruk. Umat Buddha mempercayai hukum alam, yang dinamai hukum 'sebab dan akibat', yang umum berlaku pada semua gejala-gejala alam. Umat Buddha tidak percaya kepada seorang Deva yang dianggap maha kuasa, dan oleh karena itu hukum 'sebab dan akibat', yang merupakan hukum alam itu, berlakunya tidak dapat dihambat oleh Deva, bahwa juga tidak dapat dihambat oleh semua Buddha, walaupun semua Buddha itu telah memiliki cinta-kasih yang universal.

Hukum 'sebab dan akibat' itu dalam bahasa Sanskrit, dinamai 'karma' dan didalam bahasa Pali, dinamai 'kamma', yaitu bahasa-bahasa yang dipergunakan didalam Agama Buddha. Didalam kata-katanya Sang Buddha, kita temui ajaran yang bunyinya sebagai berikut: " 'Karma' kita sendirilah, atau perbuatan kita sendirilah, yang baik, dan yang buruk, yang menghadiahi dan menghukum kita". Apakah 'karma' itu?. 'Karma' adalah suatu kekuatan, yang kebajikannya, menimbulkan reaksi yang mengikuti sesuatu aksi; 'karma' adalah energi yang membuat jalan keluar; atau yang menyebabkan kita sekarang ini, hidup di alam ini; dan kehidupan kita yang baru ini adalah merupakan suatu aliran kehidupan yang tak habis-habis energinya, yang mengalir secara berlanjut, tanpa henti-hentinya.

Oleh karena itu, Yang Mulia Piyadassi Thera berkata : "Selama ada kemauan selama itu ada perbuatan. Selama ada perbuatan, selama itu ada suatu realitas kejam, yang timbul sebagai akibat dari suatu 'karma' yang buruk; dan selama ada perbuatan, hadiah serta hukuman, itu bukan merupakan kata-kata yang kosong. Keinginan itu menimbulkan perbuatan; perbuatan menimbulkan hasil; hasil itu mempertunjukkan dirinya sebagai suatu corporealitas baru, yang diisi dengan keinginan yang baru. Energi yang bersifat kenyal (= elastis) itu selalu mengubahnya menjadi kehidupan yang segar, dan kita hidup secara abadi melalui keinginan kita yang kuat untuk hidup. Adapun yang menjadi medium-nya, sarana-nya, yang membuat semua kemungkinan itu ada, adalah 'karma'.

Seperti yang dikatakan oleh Dr. Paul Bahlke, dari Jerman, yang dikemukakan didalam naskahnya yang berjudul 'Essay-Essay Buddhis', kita juga berpendapat bahwa, adalah pengetahuan tentang hukum sebab dan akibat, aksi dan reaksi, yang mendorong seseorang untuk mencegah dirinya untuk tidak berbuat jahat dan untuk memperbanyak perbuatan-perbuatan yang baik. Seseorang yang mempercayai hukum sebab dan akibat, mengetahui dengan sangat baik, bahwa hanya perbuatan dirinya sendirilah, yang membuat kehidupannya berisi penderitaan, dan sebaliknya, hanya perbuatan dirinya sendiri pula, yang membuat kehidupannya berisi kebahagiaan.

Keadaan seseorang, hari ini, adalah merupakan hasil dari jutaan pengulangan-pengulangan dari fikiran-fikiran dan perbuatan-perbuatannya. Dia bukan makhluk yang sekali tercipta telah berkeadaan seperti sekarang ini; dia berkeadaan selalu menjadi keadaan yang baru, dan senantiasa tetap mengalami perubahan-perubahan, menjadi sesuatu yang baru, berikutnya lagi. Watak-wataknya ditentukan sebelumnya, oleh pemilihan-pemilihannya sendiri. Jenis fikirannya, dan jenis perbuatannya, yang dia pilih, menjadi kebiasaan-kebiasaannya, dan selanjutnya ini menentukan dia untuk menjadi manusia dengan watak-watak yang tertentu.

"Karma itu secara mutlak bersifat tidak mengenal belas kasihan, dan cara bekerjanya tidak pandang bulu. Sama keadaannya seperti sebuah cermin yang telah dibersihkan dengan sangat baik, itu mampu memantulkan pada permukaannya, gambar yang sebaliknya, hingga ke hal yang sekecil-kecilnya, demikian juga "karma" itu dapat memberikan kepada orang yang melakukan perbuatan, akibat yang membalik, yang tepat sama dengan jenis perbuatan yang telah dilakukannya."

Yang tersebut dimuka tadi, sama seperti sabda Sang Buddha, sebagai berikut : "Tidak ada tempat untuk persembunyian di langit, atau di kedalaman dari samudera, pun juga tidak dapat dengan cara masuk ke dalam gua di sebuah gunung, atau juga di mana pun di Bumi ini, jika anda ingin menghindar dari terkena akibat dari buah perbuatan anda."

Cara untuk bebas dari 'karma' tidak dapat diajarkan, itu hanya dapat dihayati; tujuan tersebut hanya dapat dicapai dengan menghayati kebajikan-kebajikan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan didalam kehidupan. Setiap individu haruslah merasa perlu untuk dapat bebas dari ikatan karma. Didalam tangan kita sendirilah letak dari kekuatan pembentuk nasib kita sendiri. Orang-orang lain dapat menolong kita secara tidak langsung, tetapi kebebasan dari penderitaan, itu haruslah kita sendiri yang melakukannya, dan kita sendirilah yang haruslah menempa, dengan landasan diri kita sendiri pula.

Psychologi (= ilmu-jiwa)-nya Buddhis, mengungkapkan bahwa pada diri manusia itu terdapat kemungkinan-kemungkinan yang masih bersifat terpendam, dan potensi-potensi untuk mencapai kemungkinan-kemungkinan itu harus diperkembangkan dan direalisir, dengan usaha-usaha yang nyata. Manusia adalah merupakan kumpulan dari perbuatan-perbuatan yang baik dan yang jahat. Dia selalu mengalami perubahan, ke arah menjadi baik, atau menjadi jahat. Perubahan ini tidak dapat dihindari, dan tergantung sama sekali kepada perbuatan-perbuatannya sendiri, dan tidak tergantung kepada sesuatu yang lain. Dengan perbuatan-perbuatan kita, kita membentuk watak-watak kita, kepribadian kita, individual kita. Harus hanya melalui perbuatan-perbuatan kita sendiri saja, kita dalam berusaha untuk mengubah kembali diri kita, dan untuk memenangkan atau membebaskan diri kita, dari penderitaan-penderitaan.

Adalah keharusan kita sendiri untuk dapat hidup, adalah keinginan kita sendiri untuk dapat hidup, adalah ketergantungan kita kepada hiduplah, yang membuat permainan aksi dan reaksi, yang tak ada henti-hentinya ini, bergerak terus dengan tidak putus-putusnya. Selama kita gagal untuk melihat sifat yang sebenarnya dari hukum sebab dan akibat, sifat yang sebenarnya dari persebaban moral, selama itu pula masih terdapat keinginan dan ketidak-tahuan didalam diri kita, dan dengan demikian kita akan masih berkeadaan terikat kepada "Roda Kelahiran dan Kematian Secara Berulang-Ulang" itu. Apabila unsur penyebab dari sesuatu, telah dapat kita hancurkan maka secara automatis kemunculan unsur akibatnya, akan berhenti. Penderitaan akan menjadi lenyap, apabila akar-akar yang kecil-kecil dan bermacam-macam, dari penderitaan, telah dapat dilenyapkan. Seseorang, misalnya, yang membakar biji buah mangga, hingga menjadi abu, mengakibatkan berhentinya kekuatan pertumbuhan, dan biji buah mangga itu tidak akan pernah dapat menjadi sebuah pohon buah mangga. Itu sama keadaannya dengan yang terjadi pada sesuatu yang terkena persyaratan-persyaratan (= terkena kondisi-kondisi) dan yang terdiri dari komponen-komponen, apakah itu benda mati, atau makhluk hidup.

Sama seperti bahwa bayangan itu mengikuti bendanya, dan sama seperti bahwa asap itu muncul setelah ada api, demikian jugalah unsur akibat itu baru muncul, setelah ada unsur penyebabnya, dan penderitaan atau kebahagiaan itu muncul, setelah pada diri orang, ada fikiran dan perbuatan, yang bersifat buruk, atau baik. Tidak ada akibat-akibat disekeliling kita, di dunia ini, kecuali ada unsur-unsur penyebabnya, yang mungkin tidak tampak, atau belum terbabar, yang lalu mangejawantah (= manifest); dan bagaimana pun jenis penyebabnya, itu menghasilkan akibat-akibat, yang perbandingannya tepat sama dengan jenis-jenis penyebabnya. Orang-orang menuai hasil panenannya, yang berupa penderitaan, karena di masa yang lampau, yang waktunya dekat, atau jauh (di masa kelahirannya yang lampau), atau dalam kelahirannya yang sekarang ini, mereka pernah menanam benih kejahatan; dan orang-orang menuai hasil panenannya, yang berupa kebahagiaan, karena hal itu merupakan hasil perbuatan mereka di masa yang telah lalu, dalam menanam benih kebaikan-kebaikan.

  • "Seseorang yang bekerja sangat keras, mengerjakan tugasnya sebagai pelayan, mungkin saja, pada suatu ketika, didalam, kelahirannya yang akan datang, menjadi Pangeran yang baru.
  • Seorang Raja yang memerintah sebuah Kerajaan, mungkin saja, lalu dalam kehidupannya di dunia, pada kelahirannya yang akan datang, menjadi pengembara yang miskin, dengan pakaian compang-camping, karena dalam kehidupannya yang sekarang ini, Sang Raja telah berbuat sesuatu yang sangat buruk, dan telah melalaikan kewajibannya dalam berbuat kebaikan."

Biarlah seseorang mau bermeditasi terhadap ajaran tentang hukum sebab dan akibat ini, biarlah dia berusaha untuk memahaminya, dan semoga dia rajin menanam benih-benih kebaikan, dan rajin pula melenyapkan bintik-bintik kotor dari sifat-sifat jahatnya, yang terdapat didalam hatinya, yang merupakan hasil dari perbuatan-perbuatan jahatnya di masa kelahirannya yang lampau, bagaikan petani yang rajin melenyapkan rumput-rumput pengganggu tanaman di kebunnya.

KELAHIRAN KEMBALI

Kelahiran kembali, atau keadaan tetap hidup terus sesudah orang meninggal dunia (dan lalu pada suatu ketika terlahirkan lagi di dunia), diterima sebagai fakta kehidupan, didalam Agama Buddha. Energi atau kekuatan yang terkumpul ini berlanjut terus untuk memanifestasikan diri pada kesadaran di berbagai lapisan alam lainnya. Menurut hukum konservasinya energi dan hukum bahwa zat itu tidak dapat dihancurkan, kita yakini bahwa didalam proses kelahiran kembali, itu tidak ada sesuatu yang hilang. Vitalitas atau kekuatan karma yang lenyap dari tubuh kita, itu lalu (didalam kelahiran kembali) memulai cyclus pengambilan tubuh, yang baru.

Kekuatan karma tersebut adalah aliran kehidupan (= santati = life flux) yang berlanjut terus dalam mencari jalan untuk memanifestasikan dirinya, dari satu alam kehidupan ke alam kehidupan berikutnya, dan energi karma ini didukung oleh kekuatan keinginan (untuk hidup). Ini adalah kekuatan karma yang sifatnya tidak nampak.

'Karma' adalah suatu bentuk energi, yang kita bawa dari kehidupan yang satu (kelahiran yang satu) ke kehidupan (kelahiran) yang berikutnya yang bersifat 'kusala' dan 'akusala', yaitu yang sifatnya baik dan buruk. Apabila kita telah meninggal dunia, materi karma kita, berubah didalam bentuk energi, sampai dicapainya rahim yang bersesuaian, dimana telur (= ovum) dan mani (= sperma) bergabung, untuk memvitalisasikannya. Sang Ayah dan Sang lbu hanya menyediakan materi untuk kehidupan makhluk yang baru. Faktor karma atau kekuatan individual (vinnana, atau kesadaran kelahiran kembali) adalah keadaan yang mengkondisikan, mempersyarati, suatu kehidupan yang baru. Ini tidak menyangkal keterangan dari ilmu pengetahuan (= science) tentang genetika, yang menerangkan bahwa anak itu mewarisi ciri-ciri dari orang tuanya dan sanak keluarganya yang dekat. Seorang anak itu juga dibentuk oleh lingkungan sekitar sosial, tetapi semuanya itu dikondisikan oleh "karma"-nya.

Didalam Agama Buddha, diterangkan bahwa terdapat lima dunia kehidupan, yang berkeadaan berbeda yang satu dengan yang lainnya, dan oleh karena itu, memungkinkan terdapatnya lima jalan untuk kelahiran kembali. Adapun ke-lima alam kehidupan itu adalah : alam kehidupan hewan, alam kehidupan roh (yang dinamai "spirit' atau "ghost"), alam neraka, alam kehidupan manusia, dan alam "sakkaloka" atau surga.

ILMU PENGETAHUAN GENETIKA

Ilmu Genetika adalah studi mengenai physiology tentang reproduksi (menurunkan jenis, mempunyai keturunan) dan ketrampilan mengembang-biakkan tanam-tanaman dan hewan-hewan.

Semua warisan (= heredity) itu ditransmisi-kan (= diliyerkan) dari satu generasi ke generasi berikutnya, melalui cel-cel sex yang sangat kecil, yang dinamai sperm (= mani, pada pria) dan ova (= telur, pada wanita). Kedua cel itu bergabung didalam rahim, untuk membentuk telur yang dibuahi, yang tumbuh menjadi foetus (= janin bayi) dan akhirnya lahirlah seorang bayi.

Ayah dan ibu itu keduanya penting didalam transmisi, atau peliyeran, warisan. Inti-inti dari cel-cel sex itu berisi chromosome-chromosome, dan setiap sperma manusia itu berisi 24 chromosome, separo (= setengah) dari jumlah itu berisi cel-cel yang normal, dan jumlah ini bervariasi pada hewan-hewan lainnya dan pada tanam-tanaman.

Fertilisasi atau pembuahan itu terdiri dari bergabungnya inti sperma dengan inti ovum. Cel telur yang telah dibuahi ini lalu membagi dua, lalu menjadi empat, lalu menjadi delapan, dan akhirnya menjadi bilyunan cel-cel tubuh orang dewasa. Gregor Johann Mendel meng-identifikasi-kan unit-unit warisan sebagai gene-gene. Kita dapati unit-unit kehidupan didalam chromosome-chromosome dan didalam molekul yang wujudnya sangat kecil. Setiap ciri yang tampak pada tanaman-tanaman dan pada hewan-hewan itu mempunyai gene-gene, yang seperti telah dikatakan dimuka, itu dibawa chromosome-chromosome, yang terdapat didalam inti-inti dari semua cel kehidupan. Mendel telah menemukan hukum pewarisan, sebagai berbanding 3 dan 1, pada tanaman-tanaman dan pada hewan-hewan. Beliau juga telah menemukan gene-gene yang dinamai yang bersifat dominant dan yang bersifat recessive. Eksperimen klassik beliau telah menolong memperkuat theori-theorinya Charles Darwin, mengenai : asal dari jenis-jenis (= the origin of species), sekesi alamiah (= the natural selection). Dan tentang "Perjuangan untuk dapat tetap hidup dengan jalan mengadakan penyesuaian-diri, siapa yang kuat akan dapat tetap hidup terus" (= the survival of the fittest in the struggle for existence).

Sekarang telah diketahui bahwa gene-gene itu memisah diri menjadi separo (= setengah) dari jumlah mereka didalam cel-cel sex (sperma dan ovum), dan dinamai haploid-haploid dan menggabung kembali didalam telur yang sudah dibuahi, untuk membentuk suatu complement yang lengkap dari gene-gene, seperti cel-cel orang tuanya (= induknya).

Oleh karena itu anak-anak didalam sesuatu keluarga menjadi tampak serupa. Tetapi dari sudut moral, intelleklual, dan emosional, kemiripan mereka itu dapat sangat dekat, atau sangat jauh. Inilah yang dimaksudkan dengan 'karma' yang dikondisikan, yang dipersyarati. Orang tua yang tinggi intelleknya, dapat menurunkan anak-anak yang bodoh, atau sebaliknya, tergantung dari, 'karma' orang tuanya, dan 'karma' anak-anaknya.

Terdapat studi yang sangat menarik terhadap anak-anak kembar, yaitu studi terhadap anak-anak kembar, yang dilahirkan dari telur-telur yang dibuahi secara terpisah, dengan studi terhadap anak-anak kembar, yang dilahirkan dari satu telur yang dibuahi, yang menghasilkan dua anak kembar. Adalah bersifat alamiah bagi anak kembar, yang dilahirkan dari telur-telur yang dibuahi secara terpisah, yang hasilnya menunjukkan kesamaan warisan (= hereditary) yang berkeadaan berbeda, sebagai saudara-saudara perempuan dan saudara-saudara laki-laki yang biasa. Tetapi itu tidak benar bagi anak kembar dua yang identik, yang dilahirkan dari satu telur yang dibuahi dan lalu menjadi dua anak kembar.

Telah diselidiki oleh team sarjana besar - yaitu : Newman, Freeman, dan Holzinger dari Universitas Chicago yang termasyhur itu -, bahwa setelah anak kembar dua dari satu telur itu tumbuh menjadi besar, mulai tampak terdapat perbedaan-perbedaan diantara mereka itu. Yang satu mungkin berat tubuhnya sedikit lebih dari yang satunya; yang satu mungkin lebih cepat pandai didalam belajar, dari pada yang satunya; yang satu bersifat mudah marah atau mudah tersinggung dari pada yang satunya. Jawaban terhadap pertanyaan mengapa ada perbedaan, memisahkan diri, tidak lagi tetap berkeadaan sama, sebagai yang sama-sama berasal dari genetica dari anak kembar yang identik, itu adalah karena itu dikondisikan, dipersyarati, oleh 'karma', - hal ini merupakan suatu faktor yang tak dapat dihindarkan.

REFERENSI.

- Baptist, Egerton C.

The Supreme Science of the Buddha, Ceylon, 1954

- Carter, C.O

Human Heredity, Pelican, 1969.

- Dahlke, Paul

Buddhist Essays, Ceylon, 1961.

- Dunn & Dolzhansky

Heredity, Race and Society, Mentor Book, 1960.

File dalam format Microsoft Word dapat anda Download di >> CLICK ME <<

Tidak ada komentar:

Posting Komentar