Pandangan Kaum Buddhis Tentang Keadaan Pada Jaman Sekarang |
oleh: Narada Mahathera |
Sumber Asli: BUDDHIST VIEW ABOUT CONTEMPORARY CONDITIONS; Dharmasantosa V. (alih-bahasa) |
Dunia yang telah jemu dengan perang serta selalu bergolak ini tampaknya sudah hampir berantakan, walaupun tidak dapat diragukan lagi, telah hampir mencapai titik puncak dari kemajuan materiil. Ketidak-aslian dari orang-orang modern telah menciptakan keajaiban-keajaiban dalam segala suasana kehidupan, kecuali barangkali saja, di dalam lingkup moral. Jarang sekali, apabila memang pernah, kita mendengar tentang orang-orang suci dari agama apapun pada jaman sekarang ini.
Sebaliknya, para ilmuwan, telah mengalami kemajuan yang sangat menakjubkan dalam masing-masing bidangnya dan bahwasanya beberapa dari mereka telah mencapai kemajuan sedemikian pesatnya sehingga menyebabkan keruigian-kerugian yang tidak dapat diperbaiki kepada berjuta-juta kaum lelaki, wanita dan kanak-kanak. Bom-bom biasa yang berjatuhan dari langit menjadi barang kuno. Dampak sesudah dijatuhkannya bom atom hingga saat ini masih saja menghantui pikiran kita yang penuh kasih sayang. Bom-bom hidrogen serta bom-bom perang sudah siap untuk digunakan pada saat yang tepat. Sangat diragukan apakah kita akan selamat dari akibat penghancuran tersebut, terutama dari bom-bom baru yang masih akan dihasilkan atau ditemukan itu.
Para pemimpin militer yang berpikiran materialistis, sebaliknya mungkin disebabkan oleh keserakahan mereka untuk mendapatkan kekuasaan serta kebanggaan kedudukan, telah mengorbankan hal yang paling berharga di dunia —kehidupan— altar bagi kekuatan kejam demi untuk mencapai wibawa pribadi atau untuk hal-hal kecil yang sepele.
Sebagai akibat dari situasi menyedihkan di dunia ini, anak-anak kaum miskin dan yang tak berdayalah yang paling menderita; anak-anak yang hebat akan musnah pada waktu-waktu masih "muda", sedangkan "malaikat maut" akan memperoleh keuntungan dari kemenangan, kematian dan kehidupan.
Sementara konperensi-konperensi perdamaian, kongres dunia tentang kepercayaan dan lain sebagainya telah diselenggarakan, yaitu yang didorong oleh prinsip-prinsip tinggi, negara-negara besar maupun kecil mempersenjatai diri sendiri kuat-kuat, saling curiga dan saling menyegani satu sama lainnya.
Para sponsor serta pemimpin tanpa pamrih dari konperensi-konperensi perdamaian sudah barang tentu mendapatkan salam hangat terhadap usaha-usaha keras mereka untuk membangun dunia damai, dan bahagia bagi umat manusia. Tetapi manusia torgoda untuk bertanya apakah konperensi-konperensi perdamaian ini, amanat-amanat yang penuh inspirasi, serta naskah-naskah menggiurkan akan meninggalkan kesan pada pemerintah dari berbagai bangsa serta pada orang-orang yang menguasai atau mengontrol kehidupan dari orang-orang lain, atau apakah mereka itu akan dapat menyajikan suatu tujuan praktis. Apakah protes-protes yang dibuat oleh sejumiah kecil orang yang bermaksud baik di dalam ruangan terpencil akan mendatangkan hasil yang dapat diterima dengan senang hati atas kekuatan-kekuatan agresif yang militant —baik secara politis maupun religius— yang menghayati peraturan dunia ini bukan dengan cinta kasih dan kebenaran, tetapi dengan kekuatan dan kedigjayaan?
Siapakah yang harus disalahkan dengan keadaan yang patut disayangkan ini, di dalam dunia penuh kebohongan ini?
Tak seorangpun kecuali diri orang itu sendiri. Manusia membuat sorganya sendiri; manusia membentuk nerakanya sendiri. Diri sendirilah sang pencipta; diri sendirilah sang penghancur.
Di dalam diri manusia yang terbentuk dari beraneka ragam mesin-mesin itu, terdapat suatu kekuatan tak tampak yang disebut pikiran, yang bagaikan listrik, dapat bertindak sebagai musuh paling kejam atau teman yang paling akrab. Yang tersembunyi di dalam pikiran ialah tumpukan atau gundukan kotoran kejahatan serta merupakan gudang dari jasa-jasa kebajikan pula. Di dalam gundukan kekotoran ini terdapat tiga buah kekotoran yang mengotori serta menghancurkan dirinya. Pertama adalah lobha —yakni nafsu serakah atau kemelekatan, yang mempunyai kecenderungan untuk membuat. Kedua adalah dosa —yakni amarah, kebencian, keinginan jahat atau rasa tidak senang luar biasa yang cenderung menghancurkan. Ketiga adalah moha —yakni kebodohan atau keacuhan, yang cenderung pada kedua sifat di atas, yaitu membentuk dan menghancurkan.
Sang Buddha menguraikan bahwasanya nafsu itu bagaikari api yang tidak sejajar, kebencian sebagai suatu kejahatan tidak sejajar dan kebodohan sebagai jaring tidak sejajar.
Ketiga akar kejahatan ini, tersembunyi di dalam diri kita, dalam tingkatan yang beraneka ragam terutama bertanggung jawab bagi semua kesengsaraan hidup yang ada di dunia ini.
Kecuali ketiga akar-akar kejahatan umum ini dilenyapkan atau diperlemah dan sifat-sifat mulia sebagai lawannya —sifat kedermawanan, cinta kasih dan kebijaksanaan— sepenuhnya dikembangkan, maka tidak akan ada perdamaian serta kebahagiaan sejati yang terjamin.
Untuk merubah situasi atau keadaan dunia pada jaman sekarang menjadi lebih baik, maka sangat diperlukan perubahan-perubahan radikal dalam kondisi lingkungan secara fisik, ekonomis, politis, sosial, psikologis serta religius/agama. Harus diakui bahwasanya manusia itu bereaksi terhadap alam lingkungan mereka sebesar atau sebanyak alam lingkungan itu bereaksi pada mereka.
Pemerintahlah yang menentukan untuk memahami sebab musabab dan mengobati kekurangan itu; menghadirkan sedikit banyak pengembangan moril intern. Pemerintah-pemerintah dan badan-badan spirituil harus menyediakan alam lingkungan yang cocok serta fasilitas-fasilitas lain yang perlu sementara agama-agama harus menyediakan pengembangan moral untuk menjadikan orang penduduk ideal.
Dengan rasa terima kasih kita mencatat bahwa masing-masing pemerintah atau masyarakat sosial mencoba untuk melenyapkan kemiskinan, penyakit dan kebodohan yang menghantui di antara masa yang menimpa sebagian besar umat manusia. Ketiga kondisi ini lebih banyak terdapat di Asia dan di Afrika daripada di Eropa dan di Amerika yang memiliki kemajuan matariil lebih pesat.
Sehubungan dengan pendidikan yang cenderung untuk melenyapkan kebodohan, yaitu penyebab dari sebagian besar penderitaan dunia, sebuah kata-kata haruslah dicanangkan. Di dalam keremajaan mereka yang mengagumkan itu, anak-anak harus lebih diajarkan tentang bagaimana harus berpikir daripada apa yang dipikirkan. Kebebasan berpikir sangat penting di dalam pendidikan modern, dan harus mempunyai dasar atau landasan agama sehingga remaja yang dididik itu dapat dilatih dengan baik dalam moral maupun intelektual.
Semua orang di dunia bukan hanya berharap untuk memiliki kebebasan pikiran serta hak berbicara, tetapi juga kebebasan dari semua bentuk penjajahan atau penindasan yang masih terdapat di dunia yang beradab ini. Apabila naluri binatang dari orang mendorong bangsa yang kuat untuk melakukan "penyombongan, penindasan, penipuan" serta menindas bangsa-bangsa yang lebih lemah.
Sang Buddha mengatakan bahwa dunia ini telah dibentuk sedemikian rupa sehingga mayoritas umat manusia itu memiliki kedisiplinan yang amat buruk. Karena manusia hidup di dalam dunia semacam itu, pada waktu-waktu tertentu mereka terpaksa harus mengambil jalan tengah sesuai dengan keadaan.
Buku-buku kuno kami memberikan gambaran cerita yang bagus. Seekor ular didekati oleh seorang pertapa dan diajarkan untuk melatih cinta kasih kepada sesamanya. Pada suatu hari ketika ular itu sedang merebahkan dir di dalam hutan, seorang wanita, yang menyangka ular tersebut sebagai seutas tali mengambilnya serta mengikatkannya pada setumpuk kayu yang telah dikumpulkan oleh wanita itu. Ketika wanita itu tiba di rumah, ia melepaskan tumpukkan kayu tersebut dari ikatannya. Ketika ular itu kembali lagi ke tempat asalnya di hutan, sang pertapa menanyakan tentang keterlambatan ular tersebut.
"Guru nan baik, ketika saya sedang melatih meditasi cinta kasih di dalam hutan, seorang wanita yang datang mengumpulkan kayu, menyangka saya sebagai seutas tali, mengambil saya dan dipakai untuk mengikat kayu-kayu tersebut. Saya baru saja dilepas. Maafkanlah saya atas keterlambatan saya ini".
"Yah, ular yang baik, kau telah melakukan perbuatan baik dalam memancarkan cinta kasihmu sedemikian rupa. Sekadar menunjukkan bahwa kamu seekor ular, seharusnya kamu paling sedikit mengangkat kepalamu dan berdesis sedikit", kata si pertapa.
Dengan cara yang sama karena kita hidup bersama-sama dengan orang-orang yang memiliki berbagai macam perangai, pada waktu menggunakan diskriminasi kita yang bijaksana, kita mungkin harus berdesis sedikit?
Di dalam dunia yang penuh kekacauan ini, inilah saat yang paling menguntungkan untuk melihat ke dalam (introspeksi) dan menghasilkan jasa-jasa yang terpendam yang sebagian besar memberikan sumbangsih bagi perdamaian alami kita serta kebahagiaan yang tidak akan diperoleh, dan tak dapat dicapai hanya dengan kesenangan-kesenangan duniawi yang palsu itu.
Di dalam diri kita terdapat satu jasa baik, yang apabila dikembangkan, akan memberikan kita serta yang lain-lain suatu kebahagian luar biasa. Jasa baik tersebut adalah Metta Buddhis atau Maitri yang dapat dicapai dengan adanya kemauan atau niat baik tanpa kekerasan, cinta kasih, persahabatan; yang didefinisikan sebagai keinginan kuat untuk mencapai kesuksesan, kebahagian serta kesejahteraan bagi semua makhluk, semua bangsa, semua suku bangsa tanpa terkecuali. Serta tidak terbatas pada "tetangga-tetangga kita" atau kepada manusia saja. Jasa-jasa itu harus disalurkan pula kepada binatang-binatang yang tidak berdaya.
"Bagaikan seorang ibu yang melindungi anak tunggalnya", kata Sang Buddha. "Sekalipun membahayakan dirinya sandiri, demikian juga hendaknya kamu melebarkan cinta kasihmu tanpa batas kepada semua makhluk".
Mengomentari kekuatan yang tersembunyi dari jasa-jasa baik ini. Sang Buddha mengemukakan: "Sambil berkelana di antara celah-celah gunung saya berusaha agar semua singa-singa dan macan-macan mendekat oleh kekuatan cinta kasih-Ku. Dikelilingi oleh singa dan macan, macan tutul dan kerbau, oleh kijang, rusa jantan dan beruang, Aku berkelana di dalam hutan. Tiada makhluk yang takut kepada-Ku, Akupun tidak takut pada makhluk apapun. Kekuatan dari cinta-kasih-Ku adalah bantuan-Ku, dengan demikian, Aku berkelana di tepi-tepi gunung.
Situasi sekarang dari dunia yang bergolak ini sangat membutuhkan cinta kasih tanpa batas yang tidak mengenal hambalan-hambatan apapun juga. Apabila semua bangsa dan suku bangsa melatih Metta ini, tidak akan ada lagi musuh-musuh dan orang-orang asing karena cinta kasih universil yang disadari melalui pengertian, membentuk persaudaraan dari semua makhluk hidup.
Bersatu dengan cinta kasih adalah merupakan jasa berkah lain yang dapat menaikkan kita kepada keadaan seperti manusia luar biasa, Dewa atau Brahma. Karuna atau kasih sayanglah yang membuat hati yang lemah dan para muliawan menjadi tersentuh atas penderitaan orang-orang lain. Cinta kasih dari orang besar terdiri dan kesadaran akan kualitas diri sendiri dengan orang-orang lain dan juga substitusi orang-orang lain bagi diri sendiri. Apabila ia menyadari kenyataan ini, maka sifat ke-aku-annya akan memudar dan ia tidak membeda-bedakan dirinya sendiri dengan orang lain. Ia membalas kejahatan dengan kebaikan dan tidak akan gagal bagaikan bumi yang menderita dalam kesunyian tahadap semua yang dapat dilakukan baginya.
Apa yang dapat diperbuat dunia timur dan barat sekarang ini adalah menggabungkan kebijaksanaan spirituil Timur dengan pengetahuan ilmiah Barat untuk membangun zaman emas di mana semua orang, tak perduli dari kasta, suku, atau warna apapun, dapat hidup dalam keharmonisan yang sempurna bagaikan penduduk yang ideal dari satu dunia.***
Sumber: |
BUDDHA CAKKHU No.20/XII/91; Yayasan Dhammadipa Arama. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar