Berbasa-basi Sejenak
oleh Anthony de Mello SJ BAHASA ILAHI
Sewaktu mendengar Sang Guru mengidungkan ayat-ayat Sanskrit
dengan merdu, seorang ahli bahasa Sanskrit sangat terpikat.
Lalu ia berkata, "Saya mengetahui bahwa tak ada bahasa di
bumi ini seindah bahasa Sanskrit untuk mengungkapkan hal-hal
yang ilahi."
"Jangan bodoh," kata Sang Guru. "Bahasa yang ilahi bukan
Sanskrit. Bahasanya adalah Keheningan."
MENCELA DIRI
Sang Guru merasa geli atas jenis pencelaan diri palsu yang
dimaksudkan sebagai kerendahan hati. Ia menceritakan
perumpamaan ini kepada para murid:
Dua orang pergi ke sebuah gereja untuk berdoa. Mereka itu
seorang imam dan seorang koster. Imam itu mulai menepuk dada
dan memohon, "Tuhan, saya adalah orang yang paling rendah.
Saya tidak pantas menerima rahmat-Mu! Saya hampa, bukan
apa-apa, kasihanilah saya."
Tidak jauh dari imam itu sang koster juga menepuk dada dan
memohon, "Kasihanilah saya, ya Tuhan. Saya adalah seorang
pendosa, bukan apa-apa."
Imam itu menoleh dengan angkuh. "Ha!" katanya. "Lihat siapa
itu yang berani-beraninya menyatakan dirinya bukan apa-apa!"
PENGARUH SPIRITUALITAS
"Sebutkan satu pengaruh praktis dan nyata dari
spiritualitas," kata seorang skeptis yang siap berdebat.
"Salah satunya ialah," kata Sang Guru, "ketika seseorang
menyerang kamu, kamu dapat membangkitkan rohmu ke ketinggian
yang tidak dapat dicapai oleh serangan mana pun."
DEMI KEBENARAN
"Hanya orang bodohlah yang ragu-ragu untuk menyerahkan
segala sesuatu demi Kebenaran," kata Sang Guru.
Dan ia menceritakan perumpamaan berikut kepada mereka
Ketika ditemukan minyak di suatu kota kecil, para pemilik
tanah dengan senang hati menjual setiap petak tanah mereka
kepada Perusahaan Minyak demi keberuntungan.
Seorang nenek tua menolak menjual tanahnya, berapa pun
harganya.
Tawaran mencapai angka sangat tinggi, sampai satu Perusahaan
Minyak menyatakan bahwa perusahaannya siap untuk memberikan
harga berapa pun yang diminta oleh nenek tua itu. Namun, si
nenek tetap bersiteguh. Oleh karena itu, seorang teman
bertanya mengapa. Kata nenek tua itu, "Tidakkah kamu lihat:
jika saya menjualnya, saya akan kehilangan satu-satunya
sumber pendapatan saya?"
KAYA NAMUN MALANG
"Saya kaya, namun malang. Mengapa?"
"Karena kamu menghabiskan terlalu banyak waktu untuk mencari
uang dan terlalu sedikit untuk bercinta," kata Sang Guru.
TEKNOLOGI MODERN
Suatu hari ketika pembicaraan beralih ke teknologi modern,
Sang Guru menceritakan tentang temannya. Temannya itu ingin
mengembangkan cita rasa musik dalam diri anak-anaknya, maka
ia membelikan sebuah piano untuk mereka.
Ketika sampai di rumah, anak-anaknya mengamati piano itu
dengan penuh kebingungan. "Bagaimana menyambungkannya ke
arus listrik?" kata mereka.
TAWAR-MENAWAR HIDUP
Ketika masih muda, Sang Guru banyak melakukan perjalanan
keliling dunia. Ketika berada di pelabuhan Shanghai, Cina,
ia mendengar ribut-ribut di samping kapalnya. Ketika ia
melihat ke luar, dilihatnya seorang pria di atas sebuah
sampan sedang membungkuk sambil mencengkeram kucir seorang
pria lain yang menggelepar-gelepar di dalam air.
Pria dalam sampan itu berulang kali membenamkan pria yang
lain ke dalam air, kemudian menaikkannya lagi. Kedua orang
itu berdebat seru sejenak sebelum "acara penenggelaman" itu
berlangsung lagi.
Sang Guru memanggil awak kapal dan bertanya apa yang mereka
pertengkarkan. Anak muda itu mendengarkan beberapa saat,
lalu tertawa dan berkata, "Tidak ada apa-apa, Pak. Pria
dalam sampan itu menginginkan 60 yuan untuk tidak
menenggelamkan pria yang lain. Pria dalam air mengatakan,
'Tidak, 40 yuan saja.'"
Setelah para murid tertawa karena cerita itu, Sang Guru
berkata, "Adakah di antara kamu yang tidak melakukan
tawar-menawar atas satu-satunya Kehidupan yang ada?"
Semuanya diam.
PERMAINAN
Suatu ketika Sang Guru menunjuk pada suatu pengertian Hindu
bahwa semua penciptaan merupakan "leela," yakni permainan
Allah, dan alam semesta merupakan lapangan bermain-Nya.
Tujuan spiritualitas, kata Sang Guru, adalah menjadikan
seluruh kehidupan sebagai permainan.
Pernyataan itu berkesan terlalu naif bagi seorang tamu
puritan. "Lalu tidak adakah artinya bekerja?"
"Tentu saja ada. Tetapi pekerjaan menjadi spiritual hanya
ketika diubah menjadi permainan."
PERBUATAN TANPA PAMRIH
Beberapa orang bertanya kepada Sang Guru, apa yang dia
maksudkan sebagai "perbuatan tanpa pamrih." Ia menjawab,
"Perbuatan yang dicintai dan dilakukan demi perbuatan itu
sendiri, tidak demi pengakuan atau keuntungan atau hasil."
Kemudian ia menceritakan tentang seseorang yang disewa oleh
seorang peneliti. Orang itu dibawa ke halaman belakang dan
diberi sebuah kapak.
"Apakah kamu melihat batang pohon yang terletak di sana itu?
Saya ingin agar kamu memotongnya. Syaratnya, kamu hanya
boleh menggunakan bagian punggung dari kapak itu, bukan
bagian yang tajam. Kamu akan mendapatkan 100 dolar per jam
untuk itu."
Orang itu berpikir bahwa peneliti itu sinting, namun upahnya
menggiurkan, maka mulailah ia bekerja.
Dua jam kemudian ia datang dan berkata, "Pak, saya berhenti
saja."
"Ada apa? Bukankah kamu suka bayaran yang akan kamu peroleh?
Saya akan melipatgandakan upahmu!"
"Tidak, terima kasih," kata orang itu. "Bayarannya baik.
Tetapi kalau saya memotong kayu, saya harus melihat
kepingan-kepingan kayu beterbangan."
PENDIDIKAN ANAK
Bagi sepasang suami-istri yang cemas mengenai pendidikan
anak-anak mereka, Sang Guru mengutip pepatah seorang guru
Yahudi
"Jangan membatasi anak-anakmu pada pengetahuanmu sendiri
karena mereka lahir pada zaman yang berbeda."
KEPUASAN DAN PENDERITAAN
"Mengapa orang tidak bahagia? Karena mereka mendapatkan
kepuasan yang janggal dari penderitaan mereka," kata Sang
Guru.
Ia menceritakan bagaimana ketika suatu kali ia berada di
tempat tidur bagian atas di sebuah kereta api, pada suatu
malam. Ia tidak bisa tidur, karena dari tempat tidur bawah
seorang wanita terus-menerus mengeluh, "Oh, betapa hausnya
saya ... Aduh, betapa hausnya saya."
Terus-menerus suara keluhan itu terdengar. Akhirnya, Sang
Guru turun ke bawah, berjalan melalui gang sepanjang kereta
api, mengisi dua cangkir besar dengan air, membawanya dan
memberikannya kepada wanita malang itu.
"Bu, ini ada air."
"Oh, baik sekali Anda. Terima kasih."
Sang Guru kembali ketempat tidur. Ia menyamankan badannya
dan ketika hampir pulas dari bawah terdengar lagi suara
keluhan, "Oh, betapa hausnya saya tadi... Aduh, betapa
hausnya tadi."
BETAPA LEBIH BAIK ...
Seorang pekerja sosial mencurahkan beban hatinya kepada Sang
Guru. Betapa akan lebih banyak dan lebih baik yang dapat
dilakukannya bagi kaum miskin, seandainya saja ia tidak
harus menghabiskan begitu banyak waktu dan tenaga untuk
melindungi diri dan karyanya terhadap fitnah dan salah
paham.
Sang Guru mendengarkan penuh perhatian. Ia menjawab dengan
satu kalimat. "Tidak seorang pun melemparkan batu pada pohon
yang tak berbuah."
TINDAKAN TANPA PAMRIH
Sang Guru ditanyai, "Dapatkah tindakan mengantar orang
kepada Pencerahan?"
"Hanya tindakanlah yang mengantar kepada Pencerahan,"
jawabnya, "tetapi mestinya tindakan tanpa pamrih, yang
dilakukan demi tindakan itu sendiri."
Suatu ketika Sang Guru duduk dengan anak seorang bintang
sepak bola. Ayahnya sedang latihan. Ketika sang ayah
menembakkan bola dan masuk gawang, setiap orang
bersorak-sorai. Anak itu tidak terkesan. Ia hanya duduk saja
dan kelihatan jenuh.
"Ada apa dengan kamu?" kata Sang Guru. "Apakah kamu barusan
tidak melihat ayahmu menciptakan gol itu?"
"Ya, Ayah memang jitu melakukannya pada hari Selasa ini.
Tetapi pertandingannya baru pada hari Jumat. Waktu itulah
gol benar-benar dibutuhkan."
Sang Guru menyimpulkan, "Tindakan-tindakan dianggap bernilai
jika menolong kamu mencapai tujuan-tujuan, bukan demi
tindakan itu sendiri. Sayang sekali!"
DEVOSI
Sang Guru tidak melakukan praktek devosi.
Ketika ditanya soal itu, ia berkata:
"Sebuah lampu kehilangan sinarnya jika berada di samping
matahari; bahkan candi yang paling tinggi pun kelihatan
begitu kecil di kaki Gunung Himalaya."
TEMPAT IBADAH
"Sang imam mengatakan kepada saya bahwa rumah ibadah itu
merupakan satu-satunya tempat bagi saya untuk beribadah Apa
pendapatmu?"
"Imam itu bukan orang yang tepat untuk dimintai pendapat
mengenai hal ini," kata Sang Guru.
"Tetapi, bukankah ia ahlinya?"
Sang Guru menceritakan pengalamannya ketika ia berada di
luar negeri. Pada waktu itu ia menyimak dua buku panduan
bagi wisatawan. Pemandu wisata yang menemaninya mengerutkan
dahi dan, sambil menunjuk pada salah satu dari buku itu, ia
berkata, "Buku yang satu ini sangat jelek. Yang itu lebih
baik."
"Mengapa? Karena buku itu memberi lebih banyak informasi?"
Si pemandu menggelengkan kepala. "Buku itu mengatakan beri
pemandu 5 dolar. Yang ini mengatakan beri pemandu 50 sen."
HUKUM AGAMA
Kepada seseorang yang selama bertahun-tahun mempelajari
hukum agamanya, Sang Guru berkata, "Cinta merupakan kunci
untuk hidup baik, bukan agama atau hukum."
Kemudian ia menceritakan ini.
Ada dua siswa sekolah minggu yang bosan dengan pelajaran
agama. Yang satu mengusulkan untuk membolos saja.
"Bolos?... Tetapi ayah kita akan menangkap kita dan memukul
kita."
"Kita balas memukul!"
"Apa? Memukul ayah? Apa kamu sudah gila? Apakah kamu lupa
bahwa Allah memerintahkan untuk menghormati ayah dan ibu
kita?"
"Benar ... Nah, kalau begitu, kamu memukul ayahku dan aku
memukul ayahmu."
LABEL
Sang Guru berkata bahwa tidak ada artinya menyatakan diri
sebagai orang India, Cina, Afrika, Amerika, Hindu, Kristen,
atau Muslim karena semuanya ini hanyalah label.
Kepada seorang murid yang mengklaim dirinya seorang Yahudi
tulen, Sang Guru berkata dengan ramah, "Kamu dikondisikan
sebagai orang Yahudi, tapi itu bukan identitas dirimu. "
"Lalu, apa identitasku?"
"Tak sesuatu pun," kata Sang Guru.
"Maksud Guru, aku adalah kekosongan dan kehampaan belaka?"
kata murid yang tidak percaya itu.
"Tak ada sesuatu pun yang dapat diberi label," kata Sang
Guru.
YANG TIDAK DAPAT DIUSAHAKAN
Kepada para murid yang secara naif yakin bahwa tak ada
sesuatu pun yang tidak dapat mereka capai jika mereka
menghendakinya dan mengusahakannya, Sang Guru berkata, "Yang
terbaik dalam hidup tidak dapat diusahakan adanya."
"Kamu dapat berusaha memasukkan makanan ke dalam mulut,
tetapi kamu tidak dapat mengusahakan rasa lapar. Kamu dapat
berusaha telentang di tempat tidur, tetapi kamu tidak dapat
mengusahakan tidur. Kamu dapat berusaha memberikan pujian
kepada seseorang, tetapi kamu tidak dapat mengusahakan rasa
kagum. Kamu dapat berusaha menceritakan rahasia, tetapi kamu
tidak dapat mengusahakan kepercayaan. Kamu dapat berusaha
melakukan tindak pelayanan, tetapi kamu tidak dapat
mengusahakan cinta."
MENGUBAH ORANG LAIN
"Setiap kali kamu berusaha mengubah orang lain," kata Sang
Guru, "tanyakan pada dirimu sendiri berikut ini: Apa yang
akan diberikan oleh perubahan itu: kebanggaan, kesenangan,
atau keuntunganku?"
Ia menceritakan kisah ini kepada mereka:
Seorang pria mau melompat dari jembatan. Seorang polisi
bergegas menghampirinya, "Jangan! Jangan!" Sambung si
polisi, "Jangan lakukan itu. Mengapa seorang muda seperti
kamu yang bahkan belum lagi hidup, sampai berpikir untuk
terjun ke dalam air?"
"Karena saya bosan hidup."
"Nah, dengarkan saya. Jika kamu terjun ke dalam sungai itu,
saya harus terjun juga menyusulmu untuk menyelamatkanmu.
Mengerti? Air itu dingin sekali. Saya baru saja sembuh dari
radang paru-paru. Tahu maksud saya? Saya bisa mati. Saya
mempunyai istri dan empat anak. Apakah kamu mau hidup dengan
beban pikiran seperti ini? Tentu saja tidak. Maka dengarkan
saya. Jadilah orang baik-baik. Bertobatlah dan Allah akan
mengampuni kamu. Pulanglah. Nah, dalam kesendirianmu dan di
rumahmu yang sepi itu, gantunglah dirimu. "
(Berbasa-basi Sejenak, Anthony de Mello,
Penerbit Kanisius, Cetakan 1, 1997)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar