Doa Sang Katak
MENARI TANPA KAKI
Pada suatu ketika, di sebuah kamp tconsentrasi hiduplah
seorang tahanan, yang meskipun sudah dijatuhi hukuman mati
tetap tidak merasa takut dan merdeka. Pada suatu hari ia
tampak berada di tengah-tengah lapangan penjara sedang
bermain gitar. Sejumlah besar orang berkumpul di
sekelilingnya mendengarkan alunan musiknya dan di bawah
pengaruh musik itu mereka pun menjadi tidak merasa takut.
Ketika para pembesar penjara melihat ini, mereka melarang
orang itu bermain gitar.
Akan tetapi hari berikutnya, orang itu kembali lagi di
tempat yang sama, bernyanyi dan memainkan gitar dengan
orang-orang yang jumiahnya lebih besar lagi. Dengan marah
para penjaga menyeretnya dan memotong jari-jari tangannya.
Hari berikutnya ia kembali lagi, bernyanyi dan bermain musik
sedapat-dapatnya dengan jari-jarinya yang berdarah. Kali ini
orang-orang yang datang di sekelilingnya bersorak-sorai.
Para penjaga menyeretnya lagi dan membanting gitarnya sampai
hancur.
Pada hari berikutnya ia bernyanyi dengan segenap hatinya.
Nyanyian yang sangat indah! Begitu merdu dan menyentuh hati!
Orang banyak menggabungkan diri dan selama mereka bernyanyi
hati mereka menjadi begitu jernih seperti hatinya dan jiwa
mereka menjadi tak dapat ditaklukkan seperti jiwanya. Kali
ini penjaga begitu marah sehingga mereka memotong lidah
orang itu.
Keheningan menyelimuti seluruh penjara, sesuatu yang tak
terkalahkan oleh maut.
Semua orang heran, ketika pada hari berikutnya ia kembali ke
tempat yang sama sambil berlenggang dan menari diiringi
musik yang tidak dapat didengar oleh orang lain kecuali dia
sendiri. Segera saja semua orang saling bergandengan tangan,
menari di sekitar tubuhnya yang berdarah dan hancur,
sementara para penjaga berdiri terpaku penuh kekaguman.
Karir Sudha Chandran, seorang penari klasik India, terhenti
ketika berada di puncak ketenarannya, karena kaki kanannya
harus dipotong. Sesudah ia terbiasa lagi dengan kaki tiruan,
ia kembali menari. Sangat mengherankan, ia kembali sampai ke
puncak ketenarannya. Ketika ditanya bagaimana ia dapat
melakukan hal itu, dengan sederhana ia menjawab, "Anda tidak
membutuhkan dua kaki untuk menari."
MENCONTOH RAJA
Ketika "Messiah" karangan Handel untuk pertama kalinya
dipertunjukkan di London, raja hadir. Ia begitu terbuai oleh
perasaan religius ketika paduan suara menyanyikan bagian
Alleluia, sehingga di luar kebiasaan ia berdiri hening penuh
hormat terhadap karya besar yang sedang ia nikmati.
Ketika melihat ini, para bangsawan yang hadir di sana
mengikuti raja dan berdiri juga. Itu menjadi tanda bagi para
hadirin yang lain untuk berdiri.
Sejak saat itu, dianggap suatu keharusan untuk berdiri
setiap kali Alleluia dinyanyikan, tanpa peduli seperti
apakah sikap batin orang yang mendengarkan atau mutu
pembawaannya.
PERKARA SEMANGKA
Tiga orang anak yang dituduh telah mencuri buah semangka
dibawa ke pengadilan dan menghadap hakim dengan perasaan
takut. Mereka berpikir akan menerima hukuman berat karena
hakim itu dikenal sebagai orang yang sangat keras.
Hakim itu juga seorang pendidik yang bijaksana. Dengan satu
ketokan palu ia berkata, "Kalau di sini ada orang yang
ketika masih anak-anak belum pernah mencuri buah semangka,
silakan tunjuk jari." Ia menunggu. Para pegawai pengadilan,
polisi, pengunjung - dan hakim sendiri - tetap meletakkan
tangan mereka di meja mereka.
Ketika sudah puas melihat bahwa tidak ada satu jari pun yang
diangkat dalam sidang itu, hakim itu berkata, "Perkara
ditolak."
MENGENAKAN PIKIRAN ORANG LAIN
Seorang filsuf yang hanya mempunyai sepasang sepatu minta
tolong seorang tukang sepatu untuk memperbaikinya, dan ia
akan menunggu.
"Sekarang sudah waktunya tutup." kata tukang sepatu itu.
"Oleh karena itu saya tidak dapat memperbaikinya sekarang.
Mengapa engkau tidak datang besok pagi saja?"
"Saya hanya mempunyai sepasang sepatu ini, dan saya tidak
dapat berjalan tanpa sepatu."
"Baik, untuk sementara engkau saya pinjami sepatu."
"Apa! Memakai sepatu orang lain? Kauanggap apa saya ini?"
"Mengapa engkau menolak menggunakan sepatu orang lain di
kakimu kalau engkau begitu saja membawa pikiran-pikiran
orang lain di kepalamu?"
MISA UNTUK SEEKOR ANJING
... namun kadang-kadang baik juga!
Seseorang berkata kepada pastor paroki, Pastor, kemarin
anjing saya mati. Dapatkah pastor mempersembahkan misa untuk
kedamaian jiwanya?"
Pastor itu marah. "Kami tidak mempersembahkan misa untuk
binatang," katanya tajam. "Mungkin dapat engkau coba di
gereja baru di sebelah sana. Mungkin mereka mau berdoa untuk
anjingmu."
"Saya sungguh mencintai makhluk kecil itu," kata orang itu,
"dan saya ingin melepasnya dengan baik. Saya tidak tahu
berapa biasanya yang dipersembahkan untuk
kesempatan-kesempatan seperti ini. Apakah lima ratus ribu
dollar cukup?"
"Tunggu sebentar," kata pastor itu. "Engkau tadi tidak
mengatakan kepada saya bahwa anjingmu katolik!"
LIN CHI MEMPUNYAI LIMA MURID
... Pencari yang sungguh-sungguh amat jarang ...
Ketika raja mengunjungi pertapaan-pertapaan Guru Agung Zen
Lin Chi, ia heran karena melihat lebih dari sepuluh ribu
petapa tinggal bersama Guru Agung itu di sana.
Karena raja ingin tahu berapa persis jumlah petapa di situ,
ia pun bertanya, "Berapa banyakkah muridmu?"
Lin Chi menjawab, "Empat atau paling banyak lima."
NAIK KE SORGA ATAU MATI
Seorang pastor masuk ke tempat minum dan menjadi marah
karena ada banyak sekali anggota jemaahnya yang ada di sana.
Ia mengumpulkan mereka dan membawa masuk ke gereja.
Kemudian dengan sungguh-sungguh ia berkata, "Semua yang
ingin masuk surga, maju ke sebelah kiri." Semua maju ke
sebelah kiri, kecuali satu orang yang tetap tinggal di
tempatnya.
Pator memandang orang itu dengan galak dan berkata, "Engkau
tidak ingin masuk surga?" "Tidak," kata orang itu.
"Apakah engkau bermaksud tetap berdiri di situ dan
mengatakan kepada saya bahwa engkau tidak ingin masuk surga
kalau engkau mati?"
"Tentu saya ingin masuk surga kalau saya mati. Saya pikir
pastor mau ke surga sekarang!"
Kita dapat nekad - hanya kalau kendali kita lepas.
NAMA TERKENAL SUATU PENJARA
Mereka membanggakan diri karena selalu masuk akal hal yang
selanjutnya mau mereka buktikan dengan cara-cara yang
mengejutkan:
Seorang Gubernur mengunjungi suatu Lembaga Pemasyarakatan
dan berbicara dengan seorang gelandangan yang mohon
pengampunan.
"Apa yang kurang dengan tempat ini? Engkau tinggal lebih
enak di sini daripada dulu-dulu bukan?"
"Ya tuan," jawabnya, "Tetapi saya tetap ingin keluar."
"Apakah engkau tidak mendapat makan cukup?"
"Mereka memberi cukup makanan. Ini bukan soalnya."
"Lalu apa?"
"Ah tuan, hanya ada satu keberatan saya terhadap tempat ini:
reputasi tempat ini yang diketahui di seluruh negeri."
"YANG PUTIH ATAU YANG HITAM?"
Seorang gembala sedang menggembalakan dombanya. Seorang yang
lewat berkata, "Engkau mempunyai kawanan domba yang bagus.
Bolehkan saya mengajukan beberapa pertanyaan tentang
domba-domba itu?" "Tentu," kata gembala itu. Orang itu
berkata, "Berapa jauh domba-dombamu berjalan setiap hari?"
"Yang mana, yang putih atau yang hitam?" "Yang putih." "Ah,
yang putih berjalan sekitar enam kilometer setiap hari."
"Dan yang hitam?" "Yang hitam juga."
"Dan berapa banyak rumput mereka makan setiap hari?" "Yang
mana, yang putih atau yang hitam?" "Yang putih." "Ah, yang
putih makan sekitar empat pon rumput setiap hari." "Dan yang
hitam?" "Yang hitam juga." "Dan berapa banyak bulu yang
mereka hasilkan setiap tahun?" "Yang mana, yang putih atau
yang hitam?" "Yang putih." "Ah menurut perkiraan saya, yang
putih menghasilkan sekitar enam pon bulu setiap tahun kalau
mereka dicukur." "Dan yang hitam?" "Yang hitam juga."
Orang yang bertanya menjadi penasaran. "Bolehkah saya
bertanya, mengapa engkau mempunyai kebiasaan yang aneh,
membedakan dombamu menjadi domba putih dan hitam setiap kali
engkau menjawab pertanyaanku?" Gembala itu menjawab, "Tentu
saja. Yang putih adalah milik saya." "Ooo, dan yang hitam?"
"Yang hitam juga," kata gembala itu.
Pikiran manusia membuat pemisahan-pemisahan yang bodoh, yang
oleh Sang Kasih dilihat sebagai satu.
(DOA SANG KATAK 2, Anthony de Mello SJ,
Penerbit Kanisius, Cetakan 12, 1990)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar