Doa Sang Katak
HUKUMAN BAGI ORANG SELIBAT
Ada seorang pertapa, yang hidup wadat dan menganggap suatu
tugas dalam hidupnya berjuang melawan seks dalam dirinya dan
orang lain.
Pada waktunya ia meninggal. Dan muridnya, yang tidak dapat
tahan karena terkejutnya, meninggal tidak lama kemudian.
Ketika murid sampai di dunia seberang sana, ia tidak percaya
apa yang ia lihat, di sana Gurunya yang tercinta dengan
wanita cantik sungguh luar biasa duduk di pangkuannya!
Rasa terkejut menyingkir, ketika ia mulai berpikir, bahwa
Gurunya itu menerima pahala karena taraknya menolak seks di
dunia. Ia mendekatinya dan berkata, "Guru yang tercinta,
sekarang aku tahu Tuhan itu adil, karena engkau diganjar di
surga oleh karena kekerasanmu di dunia."
Guru nampaknya gusar. "Dungu," katanya, "ini bukan surga,
dan aku tidak sedang diganjar - Ia ini sedang menjalani
hukuman."
--o000o--
Kalau sepatu cocok, kaki dilupakan; Kalau ikat pinggang
cocok, pinggang dilupakan; Kalau semua selaras, si aku
dilupakan. Lalu apa guna semua kekerasanmu itu?
JAWABAN DEWI LAKSMI YANG TERTUNDA
Tidak ada gunanya doa kita dikabulkan kalau tidak dikabulkan
pada waktu yang tepat:
Di zaman India kuno banyak tenaga dicurahkan untuk upacara
Yeda yang dikatakan begitu ilmiah dalam pelaksanaannya,
hingga kalau para orang suci berdoa mohon hujan, tidak
pernah ada kekeringan. Demikianlah seseorang mencurahkan
usaha mau berdoa, sesuai dengan upacaranya, kepada dewi
kekayaan, Laksmi, dan mohon supaya dijadikan kaya.
Ia berdoa tanpa hasil sepanjang sepuluh tahun lamanya.
Sesudahnya setelah waktu berlalu, ia tiba-tiba melihat sifat
tipuan pada kekayaan itu dan memilih hidup sebagai petapa di
pegunungan Himalaya.
Ia duduk bermeditasi pada suatu hari, dan ketika ia membuka
matanya ia melihat di depannya luar biasa seorang wanita
cantik, gemilang dan gemerlapan seakan-akan ia terbuat dari
emas.
"Siapa engkau itu dan engkau berbuat apa di sini?" tanyanya.
"Aku ini dewi Laksmi, yang kau hormati dengan mendaras
kidung nyanyian selama duabelas tahun," kata sang wanita,
"Aku ini menampakkan diri untuk mengabulkan keinginanmu."
"Ah, sang dewi tercinta," seru orang itu. "Aku sekarang
sudah mendapat berkat bermeditasi dan kehilangan keinginanku
akan kekayaan. Engkau datang terlambat. Katakan, mengapa
engkau datang begitu lambat?"
"Untuk berkata kepadamu sebenarnya," jawab sang dewi, "Jika
ingat akan sifat upacara yang kaulakukan begitu setia,
engkau sepenuhnya pantas menjadi kaya. Tetapi, karena
cintaku kepadamu dan keinginanku akan kesejahteraanmu, maka
kutahan dulu."
Jika anda boleh pilih, maka yang anda utamakan pengabulan
permohonan anda atau rahmat tetap berdamai entah doa
dikabulkan atau tidak?
KEKURANGAN SANG ILMUWAN
Dulu ada seorang ilmuwan, yang menemukan seni untuk
menciptakan kembaran dirinya begitu sempurna, hingga tidak
mungkin orang membedakan yang ciptaan dari pada yang asli.
Pada suatu hari ia mendengar, bahwa malaikat maut mencari
dia. Maka ia menciptakan selusin kembaran dari dirinya.
Malaikat bingung, tak bisa mengetahui, mana dari tigabelas
sosok di mukanya itu yang sang ilmuwan. Maka ia meninggalkan
mereka semua dan pulang ke surga.
Tetapi tidak lama, karena ia kenal kodrat manusia, Malaikat
kembali dengan akal pandai. Ia berkata, "Tuan memang seorang
genius, bisa berhasil menciptakan tiruan-tiruan dirimu
begitu sempurna. Namun aku menemukan suatu kesalahan dalam
karyamu, perkara kecil saja."
Ilmuwan segera muncul keluar dan berteriak: "Tidak mungkin.
Mana kesalahannya?"
"Tepat di sini," kata malaikat, dan ia mengambil sang
ilmuwan dari antara tiruannya dan dibawa pergi.
LAILA DAN RAMA
Laila dan Rama saling mengasihi, tetapi terlalu miskin untuk
menikah sekarang. Mereka diam di berbagai desa terpisah oleh
sungai besar, yang didiami banyak buaya.
Pada suatu hari Laila mendengar, bahwa Rama sakit keras
tanpa ada yang merawat. Ia bergegas ke tepi sungai dan
mendesak tukang perahu, agar menyeberangkan dia, meskipun ia
tidak punya uang untuk membayarnya.
Tetapi tukang perahu jahat itu menolak, kalau ia tidak mau
tidur dengan dia malam itu. Wanita celaka ini memohon dan
mendesak, tetapi tidak berdaya. Maka karena putus-asa ia
setuju dengan syarat si tukang perahu.
Ketika ia akhirnya sampai ke tempat Rama, ia menemukannya
hampir mati. Tetapi ia tinggal bersama dia sebulan lamanya,
dan merawatnya sampai sembuh kembali. Pada suatu hari Rama
bertanya, bagaimana ia dapat menyeberangi sungai. Karena
tidak bisa berbohong kepada kekasihnya, ia menceritakan apa
nyatanya.
Ketika Rama mendengar ceritanya, ia menjadi marah sekali,
karena ia menilai keutamaan melebihi hidup. Ia mengusir dia
dari rumahnya dan tidak sudi melihat dia lagi.
"LOBAK ITU KEPUNYAANKU!"
Seorang perempuan tua meninggal dan dibawa ke Takhta Hakim
oleh para malaikat. Namun ketika Hakim memeriksa catatan, ia
tidak dapat menemukan tindakan cintakasih satu pun yang
dilakukannya kecuali sebuah lobak, yang pernah diberikannya
kepada pengemis kelaparan.
Tetapi demikian besar kekuatan satu tindakan cinta, hingga
lalu diputuskan, bahwa ia diangkat ke surga dengan kekuatan
lobak itu. Lobak itu dibawa ke muka hakim dan diberikan
kepadanya. Pada saat ia menyentuhnya lobak mulai naik
seperti ditarik oleh penggerak tak kelihatan, mengangkat
perempuan itu ke surga.
Datanglah seorang pengemis. Ia memegang pinggiran pakaiannya
dan diangkat bersama dia; orang ketiga berpegang pada kaki
pengemis itu dan ikut diangkat juga. Tidak lama sudah ada
deretan panjang orang-orang terangkat ke surga oleh lobak
itu. Dan mungkin aneh nampaknya, perempuan itu tidak merasa
beratnya orang itu semua, yang berpegangan pada dia;
nyatanya, karena ia memandang ke surga, ia tidak melihat
mereka.
Mereka meningkat semakin tinggi sampai mereka hampir
mendekati pintu gerbang surga. Pada waktu itu perempuan tadi
melihat ke bawah untuk terakhir kali melintaskan pandangnya
ke dunia dan melihat deretan orang di belakangnya.
Ia menjadi marah. Ia memerintahkan denqgan lambaian tangan
dan berteriak. "Pergi, pergi semua kamu. Lobak ini
kepunyaanku."
Karena melambaikan tangan itulah ia melepaskan lobak sesaat
saja - dan ia jatuh ke bawah membawa seluruh rombongan.
Hanya ada satu penyebab dari setiap kejahatan di dunia. "Itu
kepunyaanku."
UPACARA PEMAKAMAN BAGI SI KURA-KURA
Anak kecil patah hati menemukan kura-kuranya berbaring di
atas punggungnya, diam tanpa gerak, di dekat kolam.
Ayahnya berusaha menghiburnya. "Jangan menangis, nak. Kami
akan mengatur pemakaman indah untuk si kura-kura. Kami akan
membuat peti kecil, dipelipit dengan kain sutera dan
menyuruh tukang untuk membuat nisan bagi makamnya, dengan
nama kura-kura diukir di dalamnya. Lalu kami akan
menempatkan bunga-bunga segar di atas makamnya setiap hari
dan pagar jeruji di sekelilingnya."
Si anak kecil mengusap air-matanya dan menjadi senang sekali
dengan rencana itu. Ketika semua sudah selesai, perarakan
dibentuk - ayah, ibu, pembantu dan anak pemimpin upacara
pemakaman - lalu mulai bergerak anggun menuju kolam untuk
mengambil kura-kura. Tetapi kura-kura itu hilang.
Tiba-tiba mereka melihat si kura-kura muncul dari kedalaman
kolam dan berenang keliling dengan gembira. Anak kecil
memandang sahabatnya itu penuh kecewa, lalu berkata: "Mari,
kita bunuh."
Sebetulnya bukan engkau, yang menarik perhatianku tetapi
sensasi, yang kuperoleh dengan mencintai engkau.
MEMBELI KUPON LOTRE
Orang beragama saleh mengalami masa sulit. Maka ia mulai
berdoa cara berikut: "Tuhan, ingatlah tahun-tahun yang sudah
lewat aku mengabdi-Mu sebaik mungkin, tidak minta apa-apa
sebagai balasan. Sekarang aku sudah tua, bangkrut lagi.
Sekarang aku akan mohon kebajikan-Mu untuk pertama kalinya
di dalam hidup, dan aku yakin Engkau tidak akan berkata
Tidak: Biarlah aku putus lotre."
Hari - lewat- lalu minggu - lalu bulan. Tetapi tak terjadi
sesuatu. Akhirnya, hampir-hampir putus asa, ia berteriak
pada suatu malam. "Mengapa aku tak Kauberi kesempatan,
Tuhan?"
Ia tiba-tiba mendengar suara Tuhan menjawab, "Berilah aku
kesempatan dulu! Mengapa engkau tidak membeli kupon lotre?"
NELAYAN MENJADI ORANG SUCI
Pada suatu malam seorang nelayan menyelinap di kebun orang
kaya dan menebarkan jalanya dalam kolam penuh ikan. Si
pemilik mendengarnya dan menyuruh peronda mengejar dia.
Ketika melihat orang banyak mencari dia ke mana-mana dengan
obor menyala, si nelayan cepat-cepat melumasi tubuhnya
dengan debu dan duduk di bawah pohon, seperti kebiasaan
orang-orang suci di India.
Pemilik dengan para perondanya tidak bisa menemukan pencuri,
meskipun dicari sampai lama. Yang ditemukan hanya seorang
suci, berlumuran debu duduk di bawah pohon tenggelam dalam
renungan.
Hari berikutnya tersiar kabar di mana-mana, bahwa seorang
bijak agung bermaksud tinggal menetap di halaman orang kaya
tadi. Orang berdatangan membawa bunga dan buah-buahan dan
makanan, dan bahkan banyak uang untuk menyampaikan hormat
bakti, karena ada kepercayaan bahwa derma, yang diberikan
kepada orang suci, menurunkan berkat Tuhan kepada pemberi.
Si nelayan jadi orang bijaksana, heran akan nasibnya yang
baik. "Lebih gampang cari nafkah dari kepercayaan
orang-orang ini daripada bekerja tangan," katanya kepada
dirinya. Maka ia terus merenung-renung dan tidak ingin
kembali bekerja lagi.
OOM YORIS?
Lagi-lagi pengandaian:
Sepasang suami-istri pulang dari pemakaman Oom Yoris, yang
hidup bersama mereka duapuluh tahun lamanya dan merupakan
beban begitu rupa hingga hampir berakhir menghancurkan
perkawinan mereka.
"Ada sesuatu yang ingin kukatakan kepadamu, bu," kata suami,
"Jika tidak demi cintaku kepadamu, aku tidak mau tinggal
bersama Oom Yorismu satu hari saja."
"Aku punya Oom Yoris!" teriaknya gemetar, "Aku kira, Oom
Yoris itu punyamu!"
PENDAPATAN DAN PELEPASAN
Dua rahib mengadakan perjalanan. Yang satu mengikuti
spiritualitas "pendapatan," yang lain lebih percaya akan
"pelepasan." Sepanjang hari mereka berdiskusi tentang
spiritualitas masing-masing, sampai malam mereka tiba di
pinggir sungai.
Kini yang percaya akan "pelepasan" tidak membawa uang, Ia
berkata: "Kami tidak bisa membayar tukang perahu untuk
menyeberangkan kami, tetapi mengapa memikirkan tubuh. Kami
bermalam di sini menyanyikan kemuliaan Tuhan, dan esok kami
pasti menemukan orang baik hati, yang akan membayar ongkos
penyeberangan kami..'
Yang lain berkata: "Di sisi sungai ini tidak ada desa, tidak
ada dukuh, gubug atau pondok. Kami akan ditelan binatang
buas atau digigit ular atau mati kedinginan. Di sisi sungai
lain kami akan bisa bermalam aman dan enak. Aku punya uang
untuk membayar tukang perahu."
Setelah mereka aman di sisi sungai lainnya, ia membuktikan
kepada temannya: "Tahu engkau, nilainya menyimpan uang? Aku
dapat menyelamatkan hidupmu dan hidupku. Apa yang terjadi
pada kita, seandainya aku ini orang pengikut "pelepasan"
seperti engkau."
Yang lain menjawab: "Karena engkau ikut pelepasan, maka
itulah yang menyeberangkan dan menyelamatkan kita, sebab
engkau membagi uangmu untuk membayar tukang perahu, bukan?
Apalagi karena tidak punya uang dalam kantongku, kantongmu
menjadi kepunyaanku Kulihat, aku tidak pernah kekurangan,
aku selalu dicukupi."
(DOA SANG KATAK 1, Anthony de Mello SJ,
Penerbit Kanisius, Cetakan 12, 1996)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar