Berbasa-basi Sejenak
MAHAKARYA
Kepada seorang pelukis Sang Guru berkata, "Agar dapat
berhasil, setiap pelukis harus menggunakan waktu berjam-jam
dalam usaha dan kerja keras tanpa henti."
"Beberapa orang berhasil mengesampingkan ego. Ketika itu
terjadi, sebuah mahakarya pun lahir."
Lalu, seorang murid bertanya, "Siapa yang bisa disebut
seorang Mahaguru?"
Sang Guru menjawab, "Siapa saja yang mengesampingkan egonya.
Hidup orang itu adalah sebuah mahakarya."
DIMANA KEBENARAN?
Sang Guru selalu mengajarkan bahwa Kebenaran itu ada di
depan mata kita dan alasan kita tidak melihatnya adalah
miskinnya perspektif.
Pada suatu hari ia mengajak seorang murid naik gunung.
Ketika mereka berada pada pertengahan jalan, sang murid
memandang semak belukar dan mengeluh, "Manakah pemandangan
indah yang selalu Guru ceritakan itu?"
Sang Guru menjawab "Kamu sedang berdiri di atasnya, seperti
yang akan kamu lihat bila kita sampai di puncak."
KATA-KATA
Jarang Sang Guru begitu mengesankan seperti saat ia
memperingatkan akan daya sihir kata-kata.
"Hati-hatilah pada kata-kata," katanya. "Saat kamu kurang
waspada, kata-kata itu akan menampakkan wujud aslinya,
kata-kata itu akan memesonakan, memikat, menteror, membuat
kamu tersesat dari kenyataan yang mereka wakili, membuat
kamu mempercayai bahwa kata-kata itulah yang nyata."
"Dunia yang kamu lihat bukanlah Kerajaan seperti yang
dilihat anak-anak, melainkan dunia yang terpecah-pecah,
terpecah ke dalam beribu-ribu kepingan oleh kata ....
Kenyataan itu seolah-olah seperti riak gelombang samudra
yang kelihatan berbeda dan terpisah dari seluruh samudra."
"Ketika kata-kata dan pikiran diheningkan, Alam Semesta
berkembang - nyata, menyeluruh, dan satu dan kata-kata
tampil sebagaimana mestinya, sebagai not - bukan musik,
sebagai menu- bukan makanan, sebagai penunjuk arah - bukan
tujuan perjalanan."
OMONG KOSONG
Ketika Sang Guru berbicara tentang daya hipnotis kata-kata,
seseorang dari bagian belakang berteriak, "Anda omong
kosong! Jika saya mengatakan Allah, Allah, Allah, apakah itu
akan membuat saya ilahi? Dan jika saya mengatakan dosa,
dosa, dosa, apakah itu akan membuat saya jahat?"
"Duduk, bajingan!" kata Sang Guru.
Kontan saja, orang itu segera naik pitam. Mukanya merah
padam. Ia terdiam sesaat, lalu dengan suara serak ia
ungkapkan rasa tersinggung dan sakit hatinya.
Sang Guru kelihatan menyesal sekali dan kemudian berkata,
"Maafkan saya, Tuan, saya memang khilaf. Saya
sungguh-sungguh minta maaf atas kelancangan yang tidak
termaafkan itu."
Orang itu segera menjadi tenang.
"Nah, kini kamu tahu jawabnya. Satu kata membuat kamu naik
pitam dan yang lainnya menenangkan kamu," kata Sang Guru.
KEBIJAKSANAAN
Gubernur mengundurkan diri dari jabatan tingginya dan datang
kepada Sang Guru, minta diajar.
"Ajaran apa yang Saudara inginkan dari saya?" tanya Sang
Guru.
"Kebijaksanaan," jawabnya.
"Ah, Sahabatku! Betapa senangnya saya mengajarkan itu kalau
saja tidak ada satu rintangan besar."
"Apa?"
"Kebijaksanaan tidak dapat diajarkan."
"Kalau begitu, tak ada sesuatu pun yang dapat saya pelajari
di sini."
"Kebijaksanaan dapat dipelajari, tetapi tidak dapat
diajarkan."
REKAMAN
Beberapa murid sedang berwisata naik gunung bersalju. Di
mana-mana hening. Mereka ingin tahu kalau-kalau ada
suara-suara pada malam hari. Mereka memencet tombol RECORD
pada tape-recorder, meninggalkannya di muka tenda mereka dan
pergi tidur.
Setibanya di pertapaan, mereka memutar kembali tape itu.
Tidak ada suara sama sekali, sunyi semata.
Sang Guru, yang turut mendengarkan tape itu, menyela,
"Apakah kamu tidak mendengarnya?"
"Mendengar apa?"
"Harmoni semesta galaksi yang sedang bergerak," kata Sang
Guru.
Para murid saling berpandangan, takjub.
KELEKATAN DAN PERSEPSI
Kelekatan mengganggu persepsi kita, itulah tema yang kerap
kali muncul dalam perbincangan Sang Guru.
Para murid mendapatkan contoh yang sempurna ketika mereka
mendengar Sang Guru bertanya kepada seorang ibu, "Bagaimana
keadaaan anak perempuan Ibu?"
"O, putriku tersayang? Betapa beruntungnya dia! Dia
mempunyai suami yang hebat, yang memberinya sebuah mobil,
intan permata, dan pelayan-pelayan yang melayaninya. Sang
suami melayani makan pagi di tempat tidur dan anakku bisa
tidur bermalas-malasan sampai siang. Betapa hebat pria itu!"
"Dan kabar anak laki-lakimu?"
"Ah, betapa malang anak itu setelah menikah. Ia memberikan
mobil kepada istrinya, juga semua permata yang diinginkan
istrinya serta sejumlah pelayan untuk melayaninya. Dan
istrinya tetap tinggal di atas tempat tidur sampai siang!
Bahkan ia tidak mau bangun untuk menyediakan makan pagi bagi
suaminya."
AKSI BUNUH DIRI
Ada berita menghebohkan tentang seorang pria rohaniwan yang
telah meninggal dalam sebuah aksi bunuh diri.
Sementara tak seorang pun dalam pertapaan setuju dengan
tindakan rohaniwan itu, beberapa mengatakan bahwa mereka
mengagumi imannya.
"Iman?" kata Sang Guru.
"Ya, bukankah ia memiliki keberanian berdasarkan
keyakinannya?"
"Itu fanatisme, bukan iman. Iman menuntut keberanian yang
lebih besar: untuk menguji kembali keyakinan-keyakinan
seseorang dan menolak keyakinan-keyakinan itu jika tidak
sesuai dengan kenyataan."
POHON CEDAR
Ketika Sang Guru mendengar bahwa hutan cedar sebelah telah
terbakar, ia mengerahkan seluruh muridnya. "Kita harus
menanam kembali pohon-pohon cedar," katanya.
"Pohon cedar?" teriak murid tidak percaya. "Tapi pohon-pohon
itu membutuhkan waktu 2.000 tahun untuk tumbuh besar!"
"Oleh sebab itulah," kata Sang Guru, "tak boleh ada satu
menit pun terbuang. Kita harus segera mulai."
NAFKAH
Seorang teman berkata kepada seorang mahasiswa, "Untuk apa
kamu pergi kepada Sang Guru? Apakah ia akan membantu kamu
untuk mendapatkan nafkah?"
"Tidak, tetapi karena beliau saya akan mengetahui apa yang
harus saya lakukan dengan nafkah itu saat saya
mendapatkannya," jawabnya
DALAM KITAB
"Pembimbing rohanimu sama buta dan bingungnya dengan kamu,"
kata Sang Guru. "Jika menghadapi permasalahan hidup, segera
mereka mencoba mencari jawabnya dari dalam Kitab. Padahal,
hidup itu terlalu besar untuk dicocokkan dengan kitab mana
pun."
Untuk melukiskan hal itu, ia bercerita mengenai seorang
penjahat yang berkata, "Angkat tangan! Berikan uangmu atau
kalau tidak..."
"Kalau tidak, apa?"
"Sudahlah, jangan banyak bertanya dan membuat saya bingung!
Saya baru pertama kali ini merampok."
KEJAHATAN
"Bagaimana Sang Guru menjelaskan kejahatan di dunia ini?"
tanya seorang tamu.
Salah satu murid menjawab, "Ia tidak menjelaskannya. Ia
terlalu sibuk untuk mengurusi hal itu."
Kata yang lain, "Orang-orang senantiasa berjuang melawan
dunia atau menjadi jemu dengannya. Sang Guru selalu terpikat
dengan apa yang ia lihat, semuanya mengagumkan, hebat, dan
tidak dapat diduga."
PENGKHOTBAH
Pengkhotbah itu dipuji karena khotbahnya yang memikat.
Tetapi ia mengakui kepada teman-temannya bahwa khotbahnya
yang memikat itu tidak pernah berdampak seperti kata-kata
Sang Guru yang sederhana.
Setelah hidup bersama dengan Sang Guru selama seminggu, kini
ia mengetahui dengan tepat alasannya.
"Ketika ia berbicara," kata pengkhotbah itu, "bicaranya
bermuatan keheningan, sedangkan bicaraku bermuatan
pemikiran."
BEJANA TANAH
Sang Guru bisa dikatakan sangat menghormati tubuh manusia.
Ketika seorang murid mengatakan bahwa tubuh manusia itu
"bejana tanah liat," Sang Guru mengutip puisi Kabir:
"Dalam bejana tanah liat ini ada tebing-tebing dan
gunung-gunung Himalaya; tujuh samudra ada di sini, dan
berjuta-juta galaksi; dan musik segala penjuru, dan sumber
air terjun, dan sungai-sungai."
TUJUAN PENDIDIKAN
Ketika Sang Guru berjumpa dengan sekelompok guru sekolah, ia
berbicara banyak dan bersemangat karena ia sendiri pernah
menjadi seorang guru. Persoalan yang dimiliki para guru,
katanya, adalah bahwa mereka melupakan tujuan pendidikan:
bukan belajar, melainkan hidup.
Ia menceritakan saat ia melihat seorang pemuda yang sedang
memancing di sungai.
"Halo! Hari yang bagus untuk memancing?" katanya kepada
pemuda itu.
"Ya," jawab si pemuda.
Setelah beberapa saat, Sang Guru berkata, "Mengapa kamu
tidak pergi ke sekolah hari ini?"
"Seperti yang Guru katakan, karena hari ini bagus untuk
memancing. "
Dan ia menceritakan tentang rapor anak perempuannya "Nina
nilainya baik di sekolah. Ia akan jauh lebih baik jika
kegembiraan hidup yang murni tidak menghambat kemajuannya."
BURUNG BERKICAU
Sang Guru suka menunjukkan bagaimana alam bermandikan
kekudusan. Suatu ketika ia duduk di taman dan berseru,
"Lihatlah burung berwarna biru cerah yang bertengger di atas
cabang pohon itu. Ia meloncat ke atas dan ke bawah, naik dan
turun, mengisi dunia dengan kicaunya, membiarkan dirinya
terbuka pada kegembiraan, sebab tidak terpikirkan olehnya
mengenai hari esok."
Hidup Berharga
Seorang murid sangat mudah terserang depresi yang berkepanjangan. "Dokter menyarankan saya agar berobat guna menyembuhkan depresi saya," katanya.
"Baik, mengapa kamu tidak melakukannya?" tanya Sang Guru.
"Karena efek sampingnya akan merusak organ hati saya dan memperpendek hidup saya."
Kata Sang Guru, "Apakah kamu lebih suka mempunyai hati yang sehat daripada rasa bahagia? Satu tahun hidup lebih berharga daripada 20 tahun tidur."
Kemudian ia berkata kepada murid-muridnya, "Hidup itu seperti dongeng; yang penting bukan panjangnya, melainkan indahnya."
PERJALANAN
Seseorang bertanya kepada Sang Guru mengenai makna ungkapan
"Orang yang telah mendapat pencerahan melakukan perjalanan
tanpa gerakan."
Kata Sang Guru, "Duduklah di depan jendelamu setiap hari dan
amatilah pemandangan yang senantiasa berubah sementara bumi
membawa kamu melalui perjalanan tahunannya mengelilingi
matahari."
(Berbasa-basi Sejenak, Anthony de Mello,
Penerbit Kanisius, Cetakan 1, 1997)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar