Doa Sang Katak
KERA DAN HYENA
Seekor kera dan seekor hyena sedang berjalan melewati hutan.
Hyena itu berkata, "Setiap kali saya lewat semak-semak itu
seekor singa melompat dari dalamnya dan menganiaya saya.
Saya tidak tahu mengapa demikian. '
"Kali ini saya akan berjalan bersamamu," kata kera, "dan
membantumu melawan singa itu."
Maka mereka mulai berjalan melewati semak-semak. Pada waktu
itu singa itu menerkam hyena dan menganiayanya sampai hampir
mati. Sementara itu kera mengamati peristiwa itu dari jarak
yang aman pada sebuah pohon. Ia memanjatnya ketika singa itu
keluar dari semak-semak.
"Mengapa engkau tidak melakukan sesuatu untuk membantu
saya?" keluh hyena.
Jawab kera itu, "Engkau begitu banyak tertawa, saya pikir
engkau menang."
KRISHNA DALAM DOMPOLAN
Krishna berkata kepada Arjuna, "Engkau mengira saya adalah
penjelmaan Allah. Akan tetapi hari ini saya ingin menyatakan
sesuatu yang istimewa kepadamu. Ikutilah saya."
Arjuna mengikuti Krishna beberapa jauh. Lalu Krishna
menunjuk ke suatu pohon dan berkata, "Apa yang kaulihat di
sana?"
Arjuna menjawab, "Suatu batang anggur yang sangat besar dan
bertandan-tandan buah anggur tergantung padanya.
Krishna berkata, "Itu bukan buah anggur. Pergilah lebih
dekat dan amatilah dengan teliti."
Ketika Arjuna melakukan hal itu, hampir-hampir ia tidak
mempercayai matanya sendiri, karena di hadapannya adalah
Krishna-Krishna yang bergantungan pada Krishna.
Murid-murid minta agar sang Guru berbicara mengenai kematian
kepada mereka: "Akan seperti apa kematian itu?"
"Kematian akan seperti selubung yang terbuka dan engkau
dalam kekaguman akan berkata 'Jadi engkau itu!"
"KUDAMU MENDERITA SAKIT KUNING"
Sekelompok mahasiswa tidak puas dengan mutu bir yang
disajikan dalam kafetaria.
Beberapa dari mereka mendapat gagasan cemerlang untuk
mengambil sedikit bir dari botol, mengirimkannya ke
laboratorium rumah sakit dengan harapan menemukan yang ada
dalam bir.
Hari berikutnya mereka menerima catatan yang mengatakan:
"kuda anda menderita sakit kuning."
MANGKUK EMAS MILIK NAGARJUNA
Nagarjuna, seorang buddha suci yang agung, ke mana-mana
pergi hampir telanjang hanya terbungkus kain
compang-camping. Anehnya ia juga membawa mangkuk dari emas
yang diberikan kepadanya oleh raja yang pernah menjadi
muridnya untuk tempat minta-minta.
Pada suatu malam ketika ia hendak membaringkan diri dan
tidur di antara reruntuhan sebuah biara tua, ia melihat ada
seorang pencuri yang bersembunyi di balik sebuah tiang. "Ke-
sini, ambillah ini," kata Nagarjuna sambil mengacungkan
mangkuk yang biasa dipakai untuk minta-minta. "Dengan
demikian engkau tidak akan mengganggu saya pada waktu saya
sudah tertidur."
Dengan senang hati pencuri itu merebut mangkuk itu dan
pergi. Esok paginya ia kembali dengan mangkuk itu dengan
suatu permohonan. Ia berkata, "Ketika engkau melepaskan
mangkuk ini dengan hati yang begitu bebas tadi malam, engkau
membuat saya merasa begitu miskin. Ajarilah saya untuk
memperoleh kekayaan yang menumbuhkan ketidakterikatan hati
yang begitu bebas."
Tidak seorang pun dapat merebut dari padamu hal yang tak
pernah engkau rebut bagi dirimu sendiri.
MANTRA BERBAHAYA
Seorang guru sedang mengajar di suatu kelas. Pada waktu itu
sekelompok murid-murid yang masih muda minta kepadanya untuk
memberitahukan mantra keramat yang dapat menghidupkan
kembali orang yang sudah mati.
"Apa yang akan kalian buat dengan hal yang begitu berbahaya
itu?" tanya sang guru.
"Tidak untuk apa-apa, sekedar untuk meneguhkan iman kami,"
jawab mereka.
"Pengetahuan yang tidak matang itu sangat berbahaya,
anak-anakku," kata orang tua itu.
"Seperti apakah pengetahuan yang tidak matang itu?," tanya
mereka.
"Kalau pengetahuan itu memberikan kekuasaan kepada seseorang
yang belum mempunyai kebijaksanaan yang harus mendasari
pemakaiannya."
Murid-murid itu terus mendesak, sehingga orang suci itu
membisikkan mantra keramat itu ke telinga mereka sambil
berkali-kali minta agar mereka menggunakannya dengan sangat
hati-hati dan penuh pertimbangan.
Tidak lama sesudah itu, orang-orang muda itu berjalan-jalan
di padang. Mereka melihat setumpuk tulang yang sudah
memutih. Dengan sikap sembrono yang biasanya menjadi ciri
kelompok, mereka memutuskan untuk menguji mantra, yang
seharusnya hanya digunakan sesudah meditasi yang lama.
Segera sesudah mereka mengucapkan kata-kata keramat itu,
tulang-tulang itu langsung ditumbuhi daging dan berubah
menjadi serigala-serigala yang kelaparan, yang mengejar
mereka dan mencabik-cabik tubuh mereka.
"SAYA TAKUT ENGKAU AKAN MENCIUMKU"
Johanes dan Maria berjalan-jalan pada sore hari menjelang
malam. "John, saya sangat takut," kata Maria.
"Apa yang kautakutkan?"
"Saya takut, jangan-jangan engkau mencium saya."
"Bagaimana saya akan menciumnya kalau kedua tangan saya
membawa ember dan mengempit seekor ayam?"
"Saya takut, jangan-jangan engkau menaruh ayam itu di bawah
ember lalu mencium saya."
Terjadi lebih sering daripada yang kaupikirkan, yang dibuat
orang terhadap dirimu adalah yang kauminta dari mereka.
"KALAU KAUBIARKAN SAYA TERBAKAR, ENGKAU AKAN MENANGGUNG"
Seorang Gubernur kolonial berkata kepada seorang pemimpin
setempat, "Saya sangat menyesalkan penindasan yang dilakukan
oleh bangsa saya terhadap bangsamu. Engkau harus menolong
saya memecahkan masalahnya."
"Di mana letak masalahnya?" tanya pemimpin itu.
"Dengar kawan. Seandainya saya mengikatmu pada sebuah tiang
dan menyalakan api di sekitarmu, engkau akan punya masalah
bukan?"
"Apakah demikian? Seandainya engkau melepaskan saya, semua
akan beres. Seandainya engkau membiarkan saya terbakar, saya
akan mati. Dan engkau akan berhadapan dengan masalah!"
MELANGKAH JAUH TANPA MOBIL
Seorang wanita saleh sedang meratapi ulah angkatan muda,
"Sebabnya adalah mobil! Coba lihat, sekarang berapa jauh
mereka dapat pergi untuk berdansa dan berkencan. Pada zaman
kita dulu tidak demikian. Bukankah begitu, nenek?"
Wanita berumur delapan puluh tujuh tahun: "Yah, pasti dulu
kita pergi sejauh mungkin pada waktu itu."
MEMANDANGI LUBANG
Seorang kikir menyembunyikan emas di bawah pohon dalam
tamannya. Setiap minggu ia menggalinya dan memandanginya
berjam-jam. Pada suatu hari seorang pencuri menggalinya dan
membawanya lari. Ketika si kikir itu datang lagi untuk
memandangi harta kekayaannya, yang ia temukan hanyalah
lubang yang kosong.
Orang itu mulai meraung-raung karena sedih, sehingga
tetangga-tetangganya datang berlarian untuk melihat ada apa.
Ketika mereka tahu masalahnya, salah seorang dari antara
mereka bertanya. "Apakah engkau sudah pernah menggunakan
emas itu?"
"Belum," kata si kikir. "Saya hanya memandanginya setiap
minggu."
"Baiklah, kalau demikian," kata tetangga itu, "demi kepuasan
yang sudah diberikan oleh emas itu, engkau dapat juga datang
setiap minggu untuk memandangi lubang itu."
Kita menjadi kaya atau miskin tidak karena uang tetapi
karena kemampuan kita untuk bergembira. Berjuang keras untuk
mencari kekayaan dan tidak mempunyai kemampuan untuk
bergembira sama dengan orang botak yang berjuang untuk
mengumpulkan sisir.
MEMBERITAHUKAN MANTRA KEPADA SEMUA ORANG
Seorang magang berlutut untuk dilantik menjadi murid. Guru
membisikkan suatu mantra rahasia ke telinganya, sambil
memberi peringatan kepadanya agar tidak mengatakannya kepada
orang lain.
"Apa yang akan terjadi seandainya saya mengatakannya?" sahut
magang itu.
Guru berkata, "Orang yang kauberitahu mantra itu akan
dibebaskan dari belenggu kebodohan dan penderitaan, akan
tetapi engkau sendiri akan dikucilkan dari lingkungan murid
dan menderita."
Segera sesudah ia mendengar kata-kata ini, magang itu lari
ke tengah-tengah pasar, mengumpulkan orang banyak di
sekitarnya dan memberitahukan mantra rahasia ini kepada
semua orang.
Kemudian para murid memberitahukan hal itu kepada guru dan
minta supaya orang itu diusir dari pertapaan karena tidak
taat.
Guru tersenyum dan berkata, "Ia tidak perlu saya ajar lagi.
Tindakannya menunjukkan bahwa ia sendiri adalah guru."
MENARA TINGGI YANG GELAP
Mengenai hakikat pencarian hidup batin...
Seorang laki-laki berjalan-jalan dan sampai ke sebuah menara
yang tinggi. Ia masuk ke dalamnya dan semua gelap. Ketika ia
meraba-raba dalam kegelapan itu ia sampai pada sebuah tangga
lingkar. Terdorong oleh rasa ingin tahu yang besar sampai ke
manakah tangga itu, ia mulai menaikinya. Ketika ia naik, ia
merasakan kegelisahan tumbuh dalam hatinya. Ia menoleh ke
belakang dan menjadi sangat ketakutan karena setiap kali ia
naik satu anak tangga, anak tangga sebelumnya jatuh dan
hilang. Di hadapannya anak tangga terus melingkar ke atas
tetapi ia tidak tahu sampai ke mana; sedang di belakangnya
menganga suatu kekosongan yang amat gelap.
(DOA SANG KATAK 2, Anthony de Mello SJ,
Penerbit Kanisius, Cetakan 12, 1990)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar