Doa Sang Katak
"SAKIT KEPALAMU PINDAH KE KEPALAKU"
Seorang muda yang sedang mempersiapkan diri untuk menjadi
pastor diberitahu bahwa yang diharapkan oleh umat ialah imam
yang dapat mendengarkan keluhan-keluhan mereka.
Mendengarkan, mendengarkan, mendengarkan ... Mungkin ia
tidak akan mampu membantu, namun ia selalu dapat
mendengarkan dengan penuh perhatian. Maka ia memutuskan
untuk mengerjakan itu kalau nanti ia diberi tugas di
parokinya yang pertama.
Betapa pun dirinya memberontak, ia memaksa diri untuk
mendengarkan, mendengarkan, mendengarkan ... dan orang
sangat menghargainya. Akan tetapi tampaknya ada sesuatu yang
tidak berjalan baik. Misalnya, seorang ibu tua datang dan
mengeluh bahwa ia sakit kepala. Sakit kepala itu sangat
nyeri. "Coba katakan, apa yang mengganggu," kata pastor itu
ramah. Lalu ibu tua itu berbicara, berbicara, berbicara
terus sementara pastor mendengarkan, mendengarkan dan
mendengarkan.
Tampaknya berhasil. "Pastor, satu jam yang lalu saya datang
kemari dengan kepala sakit. Dan sekarang sudah hilang,
hilang, hilang."
Dan pastor itu berpikir, "Saya mengerti, mengerti, mengerti.
Karena sekarang kepala saya yang sakit!"
SIAPA YANG MEMBUAT SANDWICH
Orang yang belum mengalami penerangan batin tidak mampu
melihat bahwa dirinya sendirilah yang merupakan sebab
kesedihannya.
Ketika itu adalah saat makan siang di pabrik. Seorang
pekerja membuka bungkusan makan siangnya dengan sedih. "Ah,
roti keju lagi!" gerutunya dengan suara keras.
Ini terjadi pada hari berikutnya, berikutnya dan berikutnya
lagi. Seorang pekerja lain yang selalu mendengar gerutu
kawannya itu berkata, "Kalau engkau tidak suka roti keju,
mengapa engkau tidak minta kepada istrimu untuk menyiapkan
makanan yang lain?"
"Karena saya tidak berkeluarga. Saya menyiapkannya sendiri."
SATU KAKI DIJULURKAN KELUAR LINGKARAN
... banyak yang tidak bersungguh-sungguh ...
Sepasang pengantin yang sedang berbulan madu sedang menuju
ke tempat tidur di hotel mereka ketika seorang perampok
bertopeng masuk ke kamar mereka. Perampok itu membuat sebuah
lingkaran di lantai dengan sebuah kapur, memberi isyarat
kepada sang suami dan berkata, "Berdiri di lingkaran ini.
Kalau engkau keluar dari lingkaran ini, saya akan menembak
kepalamu."
Sementara sang suami berdiri di tempatnya, perampok itu
mengambil semua barang yang dapat ia bawa dan memasukkannya
ke dalam kantong. Ketika ia hendak pergi ia melihat
pengantin putri yang cantik yang hanya terbungkus selembar
kain. Ia menghampirinya, membunyikan radio, berdansa
dengannya, memeluk dan menciuminya - dan hampir saja
memperkosanya seandainya pengantin putri itu tidak
melawannya dengan berani.
Ketika akhirnya perampok itu pergi, pengantin putri itu
memandang suaminya dan berteriak, "Lelaki macam apa kau! Kau
hanya diam terpaku di tengah-tengah lingkaran dan tidak
melakukan sesuatu pun sementara saya hampir saja diperkosa!"
"Tidak benar kalau saya tidak melakukan sesuatu," protes si
suami.
"Apa yang kaulakukan?"
"Saya menentang perintahnya. Setiap kali ia membelakangi
saya, saya mengeluarkan kaki saya dari lingkaran!"
Bahaya yang siap kita hadapi adalah bahaya yang dapat kita
hadapi dari jarak yang aman.
"SAYA BERJANJI AKAN PERCAYA"
Kebanyakan kita memandang mereka dengan kacamata
pertimbangan-pertimbangan yang sudah terbentuk sebelumnya.
Majikan: "Engkau tampak lelah. Ada apa?"
Sekretaris: "Ah, saya ... tidak, bapak tidak akan percaya
kalau saya katakan."
"Tentu saya akan percaya."
"Tidak, bapak tidak akan percaya. Saya yakin."
"Sungguh, saya akan percaya. Saya berjanji."
"Saya bekerja terlalu keras hari ini."
"Saya tidak percaya."
"SAYA KALAH DUA DOLAR"
Sepasang suami-istri pergi mengunjungi kawannya yang tinggal
di bagian lain suatu negeri dan diajak melihat pacuan kuda.
Karena terpesona oleh kuda-kuda yang saling mengejar berlari
mengelilingi lapangan pacuan, kedua orang itu sepanjang sore
terus bertaruh sampai akhirnya mereka tinggal mempunyai uang
tidak lebih dari dua dollar.
Pada hari berikutnya si suami merayu istrinya supaya ia
dibiarkan pergi ke tempat pacuan sendiri. Pada pertandingan
yang pertama ada kuda yang taruhannya lima puluh dibanding
satu. Ia memasang taruhannya dan menang. Ia mempertaruhkan
seluruh uangnya pada lomba berikutnya dan sekali lagi
menang. Sepanjang sore ia bertaruh dan berhasil mengumpulkan
lima puluh tujuh ribu dollar.
Dalam perjalanan pulang ke rumah ia melewati sebuah tempat
judi. Suatu suara dari dalam yang kedengarannya sama dengan
suara yang telah mendorongnya untuk memilih kuda taruhan,
rasanya berkata, "Berhentilah di sini dan masuklah." Maka ia
berhenti, masuk dan berdiri di depan meja rulet. Suara itu
berkata, "Nomor tiga belas." Orang itu menaruh seluruh
limapuluh tujuh ribu dollar yang ia miliki pada nomor tiga
belas. Roda berputar. Bandar judi mengumumkan, "Nomor empat
belas."
Maka orang itu pulang ke rumah dengan kantong sama sekali
kosong. Istrinya menyapanya dari beranda, "Bagaimana
jadinya?"
Suaminya mengangkat bahu dan berkata, "Yang dua dollar juga
amblas."
Coba pikirkanlah Engkau tidak pernah kehilangan lebih
daripada itu apa pun yang kauhilangkan.
SEANDAINYA IA MENOLAK?
Samuel sedang tenggelam dalam kesedihan, dan tidak ada yang
dapat menyalahkan. Tuannya telah menyuruhnya keluar dari
rumahnya dan ia tidak tahu harus pergi ke mana. Tiba-tiba ia
melihat titik terang. Mungkin ia dapat hidup dengan teman
baiknya, Moshe. Pikiran ini sangat menenangkan hati Samuel,
sampai suatu pikiran lain datang di benaknya: "Apa yang
membuatmu begitu yakin bahwa Moshe akan memperbolehkanmu
tinggal di tempatnya?" "Mengapa tidak?" kata Samuel
menanggapi pikiran itu dengan sedikit bernafsu. "Sayalah
yang mendapatkan tempat di mana ia sekarang tinggal; sayalah
yang meminjaminya uang untuk membayar uang sewa selama enam
bulan pertama. Pastilah sekurang-kurangnya ia akan
memperbolehkan saya tinggal sekitar seminggu di rumahnya
kalau saya dalam kesulitan seperti ini."
Ini menenangkan hatinya, sampai sesudah makan malam pikiran
serupa datang lagi: "Seandainya dia menolak?" "Menolak?"
kata Samuel. "Demi Allah, mengapa ia sampai menolak? Segala
sesuatu yang dimilikinya adalah berkat jasa saya. Sayalah
yang mencarikan pekerjaan baginya; sayalah yang
memperkenalkannya kepada istrinya yang cantik yang sudah
melahirkan tiga anak yang begitu ia banggakan. Akankah ia
menolak membiarkan saya tinggal barang satu minggu di
rumahnya? Tidak mungkin! "
Ini menenangkan hatinya, sampai ia pergi tidur dan ternyata
ia tak dapat memejamkan mata karena pikiran lain datang
lagi, "Tetapi andaikan saja, andaikan saja ia menolak. Lalu
mau apa?" Ini sangat mengganggu Samuel. "Persetan, bagaimana
mungkin ia dapat menolak?" katanya dengan nada marah. "Orang
itu hari ini masih hidup karena jasa saya. Waktu ia masih
kecil saya menyelamatkannya ketika ia mau tenggelam. Akankah
ia menjadi orang yang begitu tidak tahu terima kasih dan
membiarkan saya di jalanan dalam musim dingin seperti ini?"
Namun pikiran itu terus datang saja. "Andaikan ..." Samuel
yang malang itu bergulat ciengan pertanyaan itu. Akhirnya ia
bangkit dari tempat tidurnya sekitar jam dua pagi, pergi ke
rumah Moshe dan membunyikan bel di rumahnya, panjang sekali.
Moshe yang masih setengah tidur itu membuka pintu dan
berkata setengah terkejut, "Samuel! Ada apa? Mengapa datang
kemari tengah malam seperti ini?" saat itu Samuel menjadi
sangat marah tidak dapat menahan diri dan berteriak, "Akan
saya katakan mengapa saya pergi ke sini pada tengah malam
seperti ini! Kalau kaupikir saya mau minta agar engkau
memperbolehkan saya tinggal barang sehari di rumahmu, engkau
keliru. Saya tidak mau berurusan denganmu, rumahmu, istrimu
atau keluargamu. Persetan dengan semua itu!" Setelah
mengucapkan kata-kata itu ia berbalik dan pergi.
SEGALA SESUATU ADALAH AGAMA
Seorang pengkhotbah dari Amerika bertanya kepada seorang
pelayan restoran di Beijing arti agama bagi orang Cina.
Pelayan itu mengajaknya ke luar ke balkon dan bertanya, "Apa
yang bapak lihat?"
"Saya melihat jalan, rumah dan orang berjalan serta bus dan
taksi mondar-mandir."
"Apa lagi?"
"Pohon-pohon."
"Apa lagi?"
"Angin yang berhembus."
Orang Cina itu merentangkan tangannya dan berseru, "Itulah
agama!"
Engkau mencarinya dengan cara seseorang mencari penglihatan
dengan mata terbuka! Begitu jelas sampai sulit dilihat.
(DOA SANG KATAK 2, Anthony de Mello SJ,
Penerbit Kanisius, Cetakan 12, 1990)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar