Doa Sang Katak
SETAN MENGORGANISASI PENCIPTAAN
Menurut suatu kisah, ketika Tuhan menciptakan dunia dan
mengagumi keindahannya, Setan juga ikut kagum, dengan
caranya sendiri, tentu saja, sebab sambil melihat yang ajaib
ganti ajaib, ia terus berseru: "Alangkah indahnya! Mari,
nanti diorganisasi!"
"Diambil semua senangnya!"
Apakah anda pernah mencoba mengorganisasi sesuatu seperti
damai? Pada saat anda melakukannya, anda menghadapi konflik
kuasa dan perang antar kelompok dalam organisasi.
Satu-satunya jalan untuk berdamai itu membiarkannya
bertumbuh liar.
TANDA SALIB ATAU CINTA
Seorang uskup memeriksa kelayakan kelompok calon untuk
dibaptis.
"Dengan tanda apa orang bisa mengenal anda sebagai Katolik?"
tanyanya.
Tidak ada jawab. Jelas tidak ada yang menantikan pertanyaan
itu. Uskup mengulangi pertanyaannya. Lalu ia mengatakannya
sekali lagi, kali ini dengan membuat Tanda Salib, untuk
menunjukkan kepada yang lain jawaban yang benar.
Tiba-tiba salah satu calon menangkapnya. "Cinta" katanya.
Uskup agak kecewa. Hampir saja ia berkata, "Salah," tetapi
tepat waktu ia masih menguasai dirinya.
UJIAN BAGI AHLI BEDAH DI WINA
Seorang ahli bedah di Wina menyatakan kepada para mahasiswa,
bahwa ahli bedah membutuhkan dua hal: bebas rasa muak dan
kemampuan mengamati.
Lalu ia mencelupkan jari dalam cairan yang memuakkan dan
menjilatnya, lalu mempersilakan setiap mahasiswa untuk
berbuat yang sama. Semua mereka mengeraskan diri dan
berhasil melakukan hal sama tanpa berkedip.
Lalu dengan senyum ahli bedah berkata: "Saudara-saudara
kuucapkan selamat, karena lulus ujian pertama. Tetapi
sayang, belum yang kedua, sebab tidak satu pun dari kalian
memperhatikan, bahwa jari yang kujilat tadi bukan jari yang
kumasukkan dalam cairan."
PENYELENGGARAAN ILAHI DALAM TIGA PERAHU PENYELAMAT
Seorang imam duduk di muka meja dekat jendela menyiapkan
khotbah tentang Penyelenggaraan Tuhan, ketika ia mendengar
sesuatu seperti ledakan. Segera ia melihat orang lalu-lalang
berlari-lari dalam kepanikan dan menemukan, bahwa bendungan
telah meledak, sungai meluap dan rakyat sedang diungsikan.
Imam melihat air semakin tinggi di jalanan bawah. Ia merasa
sedikit sulit menekan rasa panik yang mencengkam, tetapi ia
berkata: "Di sini aku sedang menyiapkan khotbah tentang
Penyelenggaraan Tuhan, dan aku mendapat kesempatan untuk
mempraktekkan khotbahku. Aku tidak akan lari seperti
lainnya. Aku akan tetap tinggal di sini dan percaya akan
penyelenggaraan ilahi untuk menolong aku."
Ketika air sudah sampai di jendela, perahu penuh orang
lewat. "Naiklah, pastor" teriak mereka. "Ah tidak anak,"
kata Pastor penuh percaya. "Aku percaya Penyelenggaraan
Tuhan akan menolong aku."
Pastor memang betul naik ke atap, tetapi ketika air sampai
di sana, seperangkat orang dalam perahu lewat, mendesak
pastor agar naik, sekali lagi ia menolak.
Kali ini ia naik ke puncak menara lonceng. Ketika air sampai
di lututnya, seorang petugas dalam perahu motor dikirim
untuk menolongnya. "Terimakasih, saudara," kata Pastor
dengan senyum tenang. "Aku percaya kepada Tuhan. Ia tidak
akan meninggalkan aku."
Ketika pastor tenggelam dan naik ke surga, pertama-tama yang
ia lakukan ialah mengeluh kepada Tuhan. "Aku percaya
kepada-Mu. Mengapa Engkau tidak berbuat apa-apa untuk
menolong aku."
"Ah," kata Tuhan. "Aku sudah mengirim perahu tiga kali."
TUHAN AKAN MEMELIHARA SANG MESIAS
Seorang petani kaya lari masuk rumah di suatu hari dan
berteriak dengan suara takut, "Rebeka, ada kabar
menggemparkan di kota - Mesias ada di sini!"
"Apa yang menggemparkan?,' tanya istrinya. "Aku berpendapat
itu luar biasa. Engkau terkesima karena apa?"
"Terkesima karena apa?" seru si suami. "Setelah
bertahun-tahun berjerih payah, kami akhirnya bisa makmur.
Kami punya seribu ekor ternak, lumbung kami limpah gandum
dan pohon-pohon penuh buah. Sekarang kami harus meninggakan
ini semua dan ikut dia."
"Tenang dulu," kata istrinya menghibur, "Tuhan Allah kita
itu baik. Ia tahu, betapa banyak kami orang Yahudi selalu
harus menderita. Kami menghadapi Firaun, ada Haman, ada
Hitler, selalu ada saja. Tetapi Tuhan yang baik tahu jalan
untuk menangani mereka semua, bukan? Hanya percayalah
suamiku tercinta. Ia akan tahu jalan menangani Mesias ini
juga."
YEREMIA DAN BANGKU LANDASAN
Yeremia jatuh cinta pada seorang wanita jangkung. Setiap
malam sepulang kerja ia datang ke rumahnya, dan setiap malam
ia ingin sekali menciumnya tetapi sangat malu untuk
memintanya.
Pada suatu malam ia memberanikan diri. "Bolehkah saya
menciummu?" Ia bersedia. Tetapi Yeremia terlalu pendek, maka
mereka mencari sesuatu yang dapat ia gunakan sebagai
landasan untuk berdiri. Mereka menemukan sebuah bangku
landasan pandai besi yang tertinggal, yang membuat Yeremia
setinggi yang diperlukan.
Setelah mereka berjalan lagi sejauh kira-kira setengah
kilometer atau lebih, Yeremia berkata, "Bolehkah saya
mencium sekali lagi, sayang?"
"Tidak," kata si wanita. "Saya sudah memberimu satu. Itu
cukup untuk malam ini."
Yeremia berkata, "Tetapi mengapa kamu membiarkan saya
membawa terus bangku celaka ini?"
Cinta menanggung beban dan merasa tidak ada beban!
"SALAH SATU DIANTARA KAMU ADALAH MESIAS"
Seorang Guru sedang bermeditasi di dalam gua di Himalaya. Ia
membuka matanya, dan melihat seorang tamu tak
disangka-sangka duduk di hadapannya, yakni seorang abbas
dari sebuah pertapaan terkenal.
"Anda mencari apa?" tanya sang Guru.
Abbas menceritakan sebuah kisah sedih. Pada suatu ketika
pertapaannya itu termashur di seluruh dunia Barat.
Kamar-kamar pertapaannya penuh dengan para aspiran muda dan
gerejanya menggema karena nyanyian para rahibnya. Tetapi
masa-masa berat telah menimpa pertapaan. Umat tidak lagi
berbondong-bondong datang untuk menyegarkan jiwanya, arus
aspiran muda mengering, dan gereja pun tinggal diam. Masih
ada segelintir rahib bertahan dan mereka ini melakukan
tugasnya dengan berat hati.
Inilah yang bapa abbas ingin tahu. "Apakah ini disebabkan
oleh dosa-dosa kami, bahwa pertapaan merosot sampai keadaan
sekarang ini?"
"Ya" kata sang Guru, "dosa ketidaktahuan."
"Dan dosa bagaimana itu kiranya?"
"Seorang dari antaramu itu sang Mesias menyamar dan kamu
tidak tahu akan hal ini." Sesudah berkata itu Guru menutup
matanya dan kembali bermeditasi lagi.
Selama perjalanan sulit pulang kembali ke pertapaannya,
jantung abbas berdebar cepat karena memikirkan bahwasanya
Mesias -- ya sang Mesias sendiri -- sudah kembali ke dunia,
dan ada di pertapaan itu juga. Bagaimana mungkin ia khilaf
tidak mengenalinya? Dan siapa gerangan ia itu? Bruder koki?
Bruder koster? Bruder ekonom? Bruder Prior? Bukan, dan bukan
dia, kekurangannya terlalu menyolok, sayang! Tetapi sang
Guru mengatakan, bahwa ia menyamar. Apakah cacat itu
penyamarannya? Kalau memikirkan itu, setiap orang di
pertapaan punya cacat. Dan salah satu dari mereka itulah
Mesias!
Kembali dalam biara ia mengumpulkan para rahib dan
menceritakan, apa yang sudah ia temukan. Mereka saling
memandang tidak percaya. Mesias? Di sini? Tak dapat
dipercaya. Tetapi ia diandaikan ada di sini menyamar. Ya,
mungkin. Bagaimana seandainya itu si anu? Atau orang lain di
sana itu? Atau ...
Satu hal yang menjadi pasti: Kalau Mesias ada di sana
menyamar, tentu mereka tidak bakal mengenalnya. Maka mereka
berusaha memperlakukan setiap orang dengan hormat dan
tanggapan baik. "Kamu tidak pernah tahu," kata mereka kepada
diri mereka sendiri, bilamana mereka bergaul satu sama lain
di antara mereka, "barangkali inilah orangnya."
Akibat semua ini, suasana di pertapaan menjadi penuh
semangat kegembiraan. Segera sesudahnya, berpuluh-puluh
aspiran ingin masuk menjadi anggota Ordo -- dan sekali lagi
gereja kembali hingar bingar oleh karena nyanyian suci dan
riang dari para rahib yang mengumandangkan semangat
cintakasih.
Apakah gunanya memiliki mata, bilamana hati menjadi buta?
BELI BIBIT JANGAN BUAH
Seorang wanita bermimpi masuk ke sebuah toko baru di pasar,
dan terkejut, menemukan Tuhan di belakang toko.
"Engkau menjual apa di sini?" ia bertanya.
"Apa saja yang menjadi keinginan hatimu," kata Tuhan.
Hampir tak berani percaya apa yang didengarnya, wanita itu
memutuskan minta hal-hal paling baik, yang dapat diinginkan
seorang manusia. "Aku minta ketenteraman hati dan cinta dan
bahagia dan bijaksana dan bebas dari sakit." katanya, lalu
sebagai pikiran kemudian ditambahkan, "Tidak hanya untuk
saya. Untuk semua orang di dunia."
Tuhan tersenyum. "Kukira, engkau menafsirkan aku salah,
nak," kata-Nya. "Kami tidak menjual buah di sini. Hanya
benih."
GEREJA HUTAN
Pada suatu waktu dulu, ada hutan, di mana burung-burung
bernyanyi di waktu siang, dan serangga di waktu malam.
Pepohonan tumbuh segar dan bunga-bunga berkembang dan segala
macam mahkluk berkeliaran dalam kebebasan.
Dan semua orang, yang masuk di dalamnya, masuk dalam
kesunyian, tempat kediaman Tuhan, yang bersemayam dalam
keheningan dan keindahan alam.
Tetapi kemudian tiba masa ketidak-sadaran, ketika menjadi
mungkin bagi orang untuk membangun gedung seribu kaki
tingginya dan merusak sungai dan hutan dan gunung dalam
sebulan. Lalu rumah-rumah ibadat dibangun dari kayu-kayu
hutan dan dari batu-batu di bawah tanah hutan. Kubah, menara
dan puncak menara menjulang tinggi di langit. Udara penuh
dengan suara dan lonceng, dengan doa dan nyanyian dan
khotbah.
Dan Tuhan tiba-tiba tak punya rumah.
BUDDHA DENGAN HIDUNG HITAM JELEK
Seorang petapa putri mencari penerangan budi dan membuat
patung Budha dari kayu dan menutupinya dengan lapis emas
indah. Bentuknya menarik sekali dan ke mana pun ia pergi, ia
membawanya serta.
Tahun-tahun sudah lewat, dan masih terus membawa patung,
petapa putri itu menetap di salah satu kuil kecil, di mana
ada banyak patung Budha, setiap patung dengan altarnya
sendiri.
Ia mulai membakar kemenyan di muka Budha emasnya setiap hari
tetapi ia menemukan dengan kecewa, bahwa sebagian asapnya
menyeleweng ke altar-altar tetangga.
Maka ia membuat cerobong kertas, lewat mana asap langsung
akan naik menuju ke Budha. Ini membuat hidung pada patung
emas itu menjadi hitam dan jelek sekali.
KAMU BOLEH MENANGIS HANYA DI PAROKIMU SENDIRI
Pengkhotbah memang lebih dari biasa pandai berbicara dan
semua saja, tetapi juga semua, mencucurkan airmata. Namun
tidak sungguh semua, sebab di bangku depan, ada seorang pria
memandang lurus ke depan, tidak tersentuh oleh khotbah.
Setelah selesai kebaktian, ada orang bertanya "Anda
mendengar khotbahnya, bukan?"
"Tentu saja" kata pria tadi kaku. "Aku tidak tuli!"
"Bagaimana pendapat anda?"
"Kupikir, bagiku mengharukan, aku bisa menangis."
"Dan mengapa, kalau boleh tanya, anda tidak menangis."
"Karena" kata pria tadi. "Aku tidak termasuk paroki ini."
Renungan (Pembelah Kayu)
Ada seorang pembelah kayu, yang terus-menerus menyia-nyiakan
waktu dan tenaga membelahi kayu dengan kapak tumpul, sebab
ia tidak punya waktu untuk berhenti dan mengasah kapak itu.
(DOA SANG KATAK 1, Anthony de Mello SJ, Penerbit Kanisius,
Cetakan 12, 1996)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar