Check out the Latest Articles:

Sabtu, 16 April 2011

NINDA DAN PASAMSA (Dhammapada 228) oleh "Bhikkhu Upasamo"

NINDA DAN PASAMSA

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa

Na cāhu na ca bhavissati, na cetarahi vijjati,

Ekantaṁ nindito poso, ekantaṁ vā pasaṁsito’ti.

Tidak akan ada satu orangpun yang akan terus dipuji dan terus dicela, baik waktu lalu,

sekarang atau akan datang.

(Dhammapada 228)


Nindā berarti celaan, caci-maki, hinaan, fitnah, kritikan, sedangkan pasaṁsā berarti sanjungan, pujian.

Setiap orang sangat mendambakan untuk mendapatkan pasaṁsā dan tidak menginginkan untuk mendapatkan nindā. Kita akan sangat senang dan bangga jika menerima pasaṁsā , namun akan sangat kecewa dan marah jika kita menerima nindā. Itulah kecenderungan cara kita hidup di dunia ini.

Ketika kita hanya menginginkan pasaṁsā dan menolak nindā, maka kita akan menderita karena perilaku kita masih belum sempurna, dan walaupun perilaku kita sudah sempurna seperti Sang Buddha sendiri, Beliau pun tidak selalu menerima pasaṁsā dalam hidupnya, tetapi masih juga menerima nindā. Seperti kejadian yang Beliau alami yaitu peristiwa Cinca dan Sundari yang memfitnahnya.

Sang Buddha dan para siswa-Nya terutama menerima nindā dari orang-orang yang tidak menyukainya, yaitu guru-guru agama sekte/aliran sesat. Sang Buddha dan siswa-siswa-Nya sangat terkenal, dihormati, mendapat banyak dukungan, sedangkan mereka tidak, sehingga mereka menjadi iri dan benci. Karena itu mereka melakukan segala cara untuk menjatuhkan nama baik Sang Buddha dan siswa-siswa-Nya.

Anda juga tidak terlepas dari nindā, apalagi kalau pekerjaan anda, karir anda sukses, tidak semua orang senang anda berhasil. Ada yang tidak suka dan iri kemudian menyebarkan berita-berita yang tidak benar, yang tak enak didengarkan. Jika anda sukses, kekurangan mereka semakin jelas. Mereka ingin membuat anda seperti mereka.

Jadi kalau anda menerima nindā ini, bisa berarti anda orang sukses. Seperti pohon yang tinggi, semakin tinggi pohon itu maka angin yang diterimanya juga semakin banyak. Semakin anda sukses, nindā yang anda terima juga semakin banyak. Tidak ada orang yang memperhatikan orang yang tidak berhasil dan tidak melakukan sesuatu.

Jadi kita semua akan menerima nindā dalam hidup walaupun perilaku kita sudah sempurna, apalagi kalau belum sempurna. Jadi jika saat ini kita mendapatkan banyak nindā dalam hidup, terimalah karena orang yang telah sempurna pun masih menerimanya.

Tidak ada seorangpun yang akan terus menerima nindā dan pasaṁsā dalam hidupnya, seperti yang disampaikan dalam Syair Dhammapada di atas (syair 228).

Syair tersebut muncul karena adanya peristiwa Atula dan lima ratus temannya mengunjungi tiga orang thera untuk mendengarkan Dhamma, yaitu Bhante Revata, Bhante Sariputta, dan Bhante Ananda. Mereka lalu mengunjungi Sang Buddha dan Sang Buddha menasehati mereka seperti Syair Dhammapada ke 227 dan 228: ”O, Atula, sudah sejak lama, bukan sekarang saja orang yang berdiam diri dicela, orang yang berbicara banyak dicela, orang yang berbicara sedikit dicela. Di dunia ini, tidak ada satu orangpun yang tidak pernah dicela”. ”Tak akan ada satu orangpun yang akan terus dipuji dan terus dicela, baik waktu lalu, sekarang, atau akan datang”.

Mudah menerima pasaṁsā tetapi sulit menerima nindā. Sang Buddha berkata bahwa orang yang dapat menerima nindā dengan sabar sebagai manusia mulia.

Peristiwa ini terjadi ketika Sang Buddha tiba di Kosambi. Magandiya yang memiliki dendam kepada Sang Buddha menyewa orang untuk mencaci-maki Sang Buddha saat Beliau memasuki kota untuk piṇḍapāta. Bhante Ananda memohon kepada Sang Buddha untuk pergi ke tempat lain.

Sang Buddha menolak dan berkata, ”Di kota lain kita mungkin juga dicaci-maki dan tidak mungkin untuk selalu berpindah tempat setiap kali seseorang dicaci-maki. Lalu Sang Buddha membabarkan Syair Dhammapada ke 321: ”Hanya binatang yang terlatih yang dapat dibawa ke dalam suatu pertemuan. Raja hanya menunggangi gajah atau kuda yang terlatih. Di antara manusia, yang dapat mengendalikan dirinya adalah yang paling mulia, ia dapat menghadapi caci-maki banyak orang”.

Apa akibatnya jika seseorang hidup hanya menginginkan pasaṁsā dan menolak nindā? Orang itu akan berada dalam kebingungan. Semua perbuatannya akan disertai keragu-raguan.

Kalau setiap perbuatan kita selalu mendapat kritikan dan celaan, ini bisa membuat orang menjadi takut bicara, takut untuk melakukan sesuatu karena berpikir ’jangan-jangan yang saya lakukan salah, ditertawakan atau digunjingkan orang lain’. Jadi, bagaimana kita menanggapi hal ini?

Kita tidak mungkin bisa menutup mulut semua orang. Apakah kita mengetahui atau tidak, sebenarnya apapun yang kita lakukan selalu dinilai oleh orang lain sebagai baik atau buruk. Jadi yang bisa kita lakukan adalah berpegang pada hukum.

Jadi selama kita masih hidup di dunia ini, maka kita akan terus mengalami nindā dan pasaṁsā. Pasaṁsā dengan senang hati kita menerimanya, yang sulit adalah mau menerima nindā dengan keseimbangan.

Orang tidak bijaksana menerima nindā dan pasaṁsā dalam hidupnya, demikian pula orang bijaksana. Yang berbeda adalah sikap atau cara dalam menghadapinya.

Orang bijaksana memahami nindā dan pasaṁsā sebagai kondisi dunia yang terus berganti, mereka tidak kekal. Kadang menerima nindā, kadang menerima pasaṁsā. Jadi ketika menerimanya, orang bijaksana tidak terlena dalam pasaṁsā dan tidak kecewa jika menerima nindā.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar