Check out the Latest Articles:

Senin, 18 April 2011

Pandangan Agama Buddha terhadap Bunuh Diri : Bhikkhu Guṇasīlo

Pandangan Agama Buddha terhadap Bunuh Diri



Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa
Paṇḍupalāso va dāni ’si, yamapurisāpi ca ta upaṭṭhitā
Uyyogamukhe ca tiṭṭhasi, pātheyyam’pi ca te na vijjati.

Sekarang ini engkau bagaikan daun kering dan layu, para utusan raja kematian (yama) telah menantimu. Engkau telah berdiri di ambang pintu keberangkatan, namun tidak kau miliki bekal untuk perjalanan nanti.


(Dhammapada 235)

Akhir-akhir ini kita sering sekali mendengar tentang kematian akibat bunuh diri. Kasus bunuh diri bukan saja terjadi di negara Indonesia saja, tetapi di negara lain juga terjadi, seperti yang telah diberitakan di surat-surat kabar. Di Seoul, Korea Selatan, makin banyak warga yang memilih bunuh diri. Kasus bubuh diri yang mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah itu, terjadi akibat depresi gara-gara kondisi perekonomian yang sulit serta perubahan drastis masyarakat. Di Korea, tingkat bunuh diri pada tahun 2005 adalah rekor tertinggi nasional sekaligus menjadi yang tertinggi di antara anggota organisasi kerjasama ekonomi dan pembangunan menurut pejabat Biro Pusat Statistik (BPS).

Data BPS menunjukkan, dari total jumlah kematian yang mencapai 245.511 pada tahun 2005 itu, 12.047 diantaranya mati akibat bunuh diri. Bunuh diri biasanya dilakukan oleh orang yang berusia lanjut. Media lokal menyebutkan: karena kesulitan ekonomi dan penyakit sering mendorong orang yang berusia lanjut memilih bunuh diri.

Menurut menteri kesehatan dan kesejahteraan Korea Selatan, tingkat bunuh diri di negaranya melonjak drastis dibanding anggota organisasi kerjasama ekonomi dan pembangunan (OECD) dalam 10 tahun terakhir. Statistik kesehatan (OECD) pada tahun 2002 menunjukkan bahwa 18,1% dari 100.000 orang Korea mati bunuh diri. Jumlah itu termasuk peringkat keempat bunuh diri di antara 29 negara. Peringkat pertama Hungaria, kedua Meksiko, ketiga Jepang, dan keempat Korea.

Sedangkan pada tahun 2005, Korea mencapai peringkat kesatu bunuh diri dengan jumlah total 26,1 % dari 100.000 orang mati bunuh diri.

Bunuh diri merupakan salah satu masalah sosial yang amat sukar dicari penyelesaiannya. Sejak jaman dahulu hingga sekarang, manusia telah mengenal cara-cara bunuh diri untuk mengakhiri hidupnya. Pada jaman dahulu, manusia melakukan bunuh diri karena gagal dalam melaksanakan tugas atau kalah dalam perang, dan sebagainya. Selain itu juga akibat dari tekanan ekonomi dan keterasingan yang semakin kuat sehingga orang makin mudah merasa kesepian di tengah keramaian. Akibatnya, bagi orang-orang depresi tersebut bunuh diri menjadi jalan keluarnya.

Adapun ciri-ciri orang yang ingin bunuh diri secara umum adalah sebagai berikut:

- Mengancam akan bunuh diri
- Pernah melakukan usaha bunuh diri
- Memberi pernyataan untuk mati
- Perubahan perilaku secara mendadak
- Tidak mau menjalani pengobatan sesuai petunjuk dokter
- Mudah marah
- Depresi dengan menangis
- Tidak dapat tidur
- Selera makan berkurang

Ada banyak teori mengenai orang bunuh diri. Bunuh diri ini terjadi jika hubungan individu dan masyarakat terputus sama sekali. Umumnya, bunuh diri ini diakibatkan oleh faktor stres atau tekanan hidup maupun tekanan ekonomi. Di Indonesia, kasus bunuh diri dikarenakan kondisi negara yang kacau sehingga rakyat jelata semakin miskin dan terbelenggu oleh kemiskinan tiada akhir. Dalam kondisi ini, bunuh diri merupakan tuntutan norma masyarakat yang mengaggap hal ini sebagai perbuatan terhormat. Kasus bunuh diri biasanya terjadi pada semua tahap usia, dengan kasus yang berbeda-beda. Pada remaja, misalnya karena putus cinta, kesulitan menghadapi lingkungan, maupun pergaulan. Pada orang tua, dikarenakan penyakit berat maupun kesepian karena tidak mendapat perhatian.

Menurut pandangan agama Buddha, dalam Kodhana Sutta, Avyakata Vagga, Aṅguttara Nikāya VII, Sang Buddha mengidentifikasi kecenderungan-kecenderungan penyebab bunuh diri adalah ketidakseimbangan pikiran. Ada beberapa orang di masyarakat serta hal-hal lainnya membuat mereka menjadi rendah diri, mudah kecewa, dan putus asa. Biasanya orang yang bunuh diri itu tidak memahami ajaran Sang Buddha tentang dukkha.

Dalam Pañcasīla Buddhis diterangkan bahwa bunuh diri termasuk pelanggaran sila pertama yaitu membunuh. Jadi, di dalam Pañcasīla Buddhis, sasaran pembunuhan makhluk hidup itu selain makhluk hidup lain juga termasuk diri sendiri. Oleh karena itu bunuh diri termasuk pelanggaran sila pertama, di mana pelakunya akan terlahir kembali di alam yang rendah sebagaimana yang tertulis dalam Jātaka Aṭṭhakathā: ’makhluk yang bunuh diri dengan senjata, minum racun, gantung leher, terjun ke tebing dengan didasari kemarahan, akan terlahir di alam neraka dan alam rendah lainnya.’ Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa kamma ditentukan oleh niat. Orang yang bunuh diri umumnya karena kebencian dan tidak tahan karena menghadapi penderitaan hidup. Hal ini akan membuat kembali ia lahir di alam rendah.

Sesungguhnya setiap orang mempunyai kecenderungan untuk bunuh diri, tergantung seberapa besar mental kepribadian seseorang yang dimilikinya. Orang yang kepribadiannya kaku lebih mudah melakukan bunuh diri jika ada perubahan-perubahan yang tidak menyenangkan terjadi pada dirinya, dibandingkan dengan orang yang kepribadiannya fleksibel.

Kepribadian bisa diajarkan sejak masa kanak-kanak. Anak diajarkan untuk bisa mengatasi masalah sendiri, tidak tergantung dengan orangtua atau orang lain, serta jangan selalu memenuhi keinginan anak. Hal ini agar anak terbiasa menerima kegagalan dan dapat mencari jalan keluar dari masalah tersebut.

Perbaikan kehidupan masyarakat seperti ekonomi, keamanan, perbaikan jaminan, pelayanan sosial, langsung atau tidak langsung merupakan pencegahan untuk bunuh diri.

Akan tetapi, dari semua cara tersebut, cara yang paling jitu dan efektif adalah sebagai warga masyarakat yang baik perlu menjalankan kepekaan terhadap kesulitan-kesulitan orang di sekitar kita, yaitu menyapa orang-orang yang sedang bersedih, mendengarkan keluhan-keluhan mereka, sadarkan dirinya bahwa kesulitan itu timbul dari cara berpikir yang salah. Oleh karena itu, dengan memperbaiki cara berpikir dan berusaha mencari hikmah atas segala semua kesulitan yang sedang dihadapi, maka biasanya bunuh diri dapat dicegah karena orang itu akan bangkit semangat untuk memperbaiki kualitas dirinya.

Sang Buddha bersabda: ’sungguh sulit untuk dapat dilahirkan sebagai manusia, sungguh sulit kehidupan manusia, sungguh sulit untuk dapat mendengarkan ajaran benar, begitu pula, sungguh sulit munculnya seorang Buddha.’ (Dhammapada 182). Maka, sungguh menyedihkan apabila kehidupan yang berharga ini hancur dengan cara yang bodoh.

Oleh karena itu, hendaknya kita sebagai umat Buddha yang baik, mulai sekarang bekalilah diri kita dengan keyakinan yang kuat sesuai dengan ajaran yang telah diajarkan oleh Sang Buddha, agar kita tidak terjatuh di dalam penderitaan.

Sumber: Dhammapada & Aṅguttara Nikāya VII
 
(02 Maret 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar