Check out the Latest Articles:

Minggu, 17 April 2011

Ringkasan Milinda Panha 7

Ringkasan Milinda Panha 7

Bagian

Tujuh Ingatan



1. "Dalam berapa cara, Nagasena, ingatan muncul?"

"17 cara, O Baginda. Yaitu:



1. Karena pengalaman pribadi, seperti misalnya ketika Yang Ariya Ananda dapat mengingat kembali kehidupannya yang lalu (tanpa perkembangan khusus).

2. Karena bantuan dari luar, seperti misalnya ketika orang mengingatkan temannya yang pelupa.

3. Karena keagungan suatu peristiwa, seperti misalnya ketika seorang raja mengingat penahbisannya atau seseorang mencapai tingkat sotapana.

4. Karena kesan yang membawa manfaat, seperti misalnya ketika seseorang mengingat hal-hal yang menyenangkan hatinya.

5. Karena kesan yang merugikan, seperti misalnya ketika orang mengingat hal-hal yang menyakitkan.

6. Karena kemiripan penampilan, seperti misalnya ketika seseorang mengingat ayahnya, ibunya, atau saudaranya setelah melihat orang yang mirip mereka.

7. Karena ketidak-miripan, seperti misalnya ketika orang mengingat seseorang setelah melihat orang yang sama sekali berbeda dengan orang itu.

8. Lewat bantuan perkataan, seperti misalnya ketika seseorang diingatkan temannya.

9. Lewat tanda, seperti misalnya ketika seseorang mengenali kereta waktu melihat merknya.

10. Lewat usaha untuk mengingat, seperti misalnya ketika seseorang terus menerus disemangati.

11. Lewat pengetahuan mengeja, seperti misalnya ketika seseorang yang melek huruf ingat bahwa huruf ini mengikuti huruf itu.

12. Lewat ilmu hitung, seperti misalnya ketika seorang akuntan bekerja dengan pengetahuannya tentang angka.

13. Lewat hafalan, seperti misalnya ketika seorang penyair yang mengulang sajak di luar kepala.

14. Lewat meditasi, seperti ketika seorang bhikkhu mengingat kehidupannya yang lalu.

15. Lewat referensi buku, seperti ketika seorang raja mengingat kembali peraturan yang telah dibuat sebelumnya dengan referensi sebuah buku.

16. Lewat sumpah, seperti ketika seseorang mengingat, dengan melihat barang-barang yang menumpuk dan keadaan barang-barang tersebut berada di bawah sumpah.

17. Lewat hubungan, seperti ketika seseorang melihat atau mendengar sesuatu ia teringat akan hal lain yang berhubungan dengannya".



2. "Anda katakan bahwa seseorang yang telah menjalani kehidupan jahat selama 100 tahun, hanya dengan memikirkan Sang Buddha pada saat kematiannya, dapat dilahirkan di alam dewa; dan bahwa seseorang yang baik, hanya karena satu tindakan jahat, dapat dilahirkan di neraka. Dua hal ini saya tidak percaya".

"Bagaimana pendapat Baginda, dapatkah batu kerikil kecil terapung di air tanpa perahu?"

"Tidak".

"Tetapi bahkan batu sekereta penuh dapat terapung bila di dalam perahu. Demikian juga Baginda harus memikirkan perbuatan baik bagaikan perahu".



3. "Apakah kalian, para bhikkhu, berjuang untuk menghilangkan penderitaan masa lalu, masa kini dan masa mendatang?"

"Tidak, kami berjuang agar penderitaan ini berakhir dan tidak ada penderitaan lain yang muncul".

"Tetapi, Nagasena. Apakah pada masa sekarang ini terdapat penderitaan di masa mendatang itu?"

"Tidak".

"Kalau begitu, para bhikkhu luar biasa pandai mampu berjuang untuk menghilangkannya!"

"Apakah musuh Baginda pernah bangkit untuk menentangmu, O Baginda?"

"Ya".

"Apakah hanya ketika mereka bangkit saja maka Baginda bersiap-siap untuk berperang?"

"Tidak sama sekali. Semua telah dilakukan sebelumnya untuk menangkal bahaya yang akan terjadi di masa mendatang".

"Tetapi, O Baginda. Apakah pada masa sekarang ini terdapat bahaya di masa mendatang itu?"

"Tidak, Yang Mulia".

"Kalau begitu, Baginda luar biasa pandai mampu berjuang untuk menghilangkannya!"

"Jawaban yang baik, Nagasena. Anda pandai menjawab".



4. "Seberapa jauhkah Alam Brahma itu?"

"Sangat jauh, O Baginda. Dari Alam Brahma sebongkah batu besar membutuhkan waktu 4 bulan untuk mencapai tanah meskipun batu itu jatuh 48.000 league tiap hari".

"Tetapi, bagaimanakah seorang bhikkhu dapat begitu cepat pergi ke sana dengan kekuatan kesaktiannya?"

"Di manakah Baginda dilahirkan?"

"Ada sebuah pulau bernama Alasanda; saya dilahirkan di sana".

"Berapa jauhnya dari sini?"

"Sekitar 200 league".

"Dapatkah Baginda mengingat apapun yang Baginda lakukan di sana?"

"Ya".

"Begitu cepatnya Baginda menempuh 200 league. Sama seperti itulah seorang bhikkhu dapat mencapai Alam Brahma dengan kekuatan kesaktiannya".



5. "Jika seseorang meninggal dunia dan kemudian terlahir di Alam Brahma, serta pada saat yang sama seseorang lain yang meninggal dunia dan kemudian terlahir di Kashmir, siapakah yang akan sampai terlebih dahulu?"

"Berapa jauhkah kota kelahiran Baginda dari sini?"

"200 league".

"Dan berapa jauhkah Kashmir?"

"12 league".

"Manakah di antaranya yang lebih cepat Baginda ingat?"

"Keduanya sama, Yang Mulia".

"Demikian juga, O Baginda. Orang-orang yang meninggal pada saat yang sama itu akan terlahir pada saat yang sama pula".



6. "Ada berapakah faktor Penerangan Sempurna itu?'

"Tujuh, O Baginda".

"Dengan berapa banyak faktorkah seseorang mencapai kesadaran akan kebenaran?"

"Satu, yaitu penyelidikan kebenaran, karena tidak ada apapun yang dapat dimengerti tanpa adanya itu".

"Kalau demikian mengapa dikatakan ada tujuh?'

"Dapatkah pedang Baginda yang ada di dalam sarungnya memotong apapun jika tidak digenggam tangan?'

"Tidak, Yang Mulia".

"Demikian jugalah, O Baginda. Tanpa ada faktor-faktor Penerangan lainnya penyelidikan kebenaran tidak mencapai kesadaran akan kebenaran".



7. "Manakah yang lebih hebat, perbuatan baik ataukah perbuatan tercela?"

"Perbuatan baik, O Baginda. Orang yang berbuat salah kemudian merasa menyesal dan menyadari kesalahannya, dengan begitu perbuatan tercelanya tidak akan bertambah. Tetapi orang yang melakukan perbuatan baik tidak merasakan penyesalan dan timbullah kebahagiaan serta sukacita. Maka karena gembira itu ia akan merasa tenang, karena tenang ia akan merasa puas, karena puas lalu pikirannya mudah terkonsentrasi, karena terkonsentrasi ia dapat melihat segala sesuatunya sebagaimana adanya. Dengan demikian kebaikannya akan bertambah. Jadi perbuatan baik selalu lebih hebat. Perbuatan tercela secara relatif tidak bermakna".



8. "Mana yang lebih jelek, perbuatan tercela yang disadari atau yang tidak disadari?"

"Perbuatan tercela yang tidak disadari, Baginda".

"Kalau begitu kita harus menghukum dua kali lebih berat orang-orang yang melakukan perbuatan tercela tanpa menyadarinya".

"Bagaimana menurut Baginda. Apakah seseorang akan terbakar lebih parah jika ia menggenggam besi yang merah membara tanpa mengetahui bahwa itu panas, dibandingkan dengan orang yang mengetahuinya?"

"Ia akan terbakar lebih parah jika tidak tahu bahwa besi itu panas".

"Demikian juga, O Baginda. Sama seperti orang yang melakukan perbuatan tercela tanpa menyadarinya".



9. "Apakah ada orang yang secara fisik dapat pergi ke Alam Brahma?"

"Ya, Baginda, ada. Semudah kita melompati jarak yang pendek dengan tekad di pikiran kita: 'Saya akan mendarat di sana', demikian juga seseorang yang telah mengembangkan jhana dapat pergi ke Alam Brahma".



10. "Apakah ada tulang yang panjangnya 100 league?"

"Ya. Ada ikan di samudra yang panjangnya 500 league (kira-kira 3500 mil) yang mempunyai tulang semacam itu".



11. "Apakah mungkin untuk menekan pernafasan?"

"Ya. Sama mungkinnya seperti menghentikan dengkur orang yang pikirannya belum berkembang dengan cara menekuk tubuhnya, demikian pula mungkin saja bagi orang yang pikirannya sudah berkembang dengan baik untuk menekan pernafasannya".



12. "Mengapa samudra dinamakan demikian?"

"Karena ia adalah campuran yang merata dari air dan garam". (Sama —Rata, Uddha —air, Samudda —Samudra).



13. "Mengapa seluruh samudra itu hanya mempunyai satu rasa?"

"Karena samudra telah ada sejak amat sangat lama".



14. "Apakah mungkin untuk menggolong-golongkan hal yang sudah sangat halus?"

"Ya, O Baginda raja. Kebijaksanaan mampu menggolongkan semua hal yang halus".

"Apa yang dimaksud dengan semua yang halus?"

"Dhamma adalah semua yang halus. Tetapi tidak semua Dhamma itu halus, beberapa di antaranya kasar. Halus dan kasar itu hanyalah konsep. Apapun yang masih dapat dibagi pasti digolongkan oleh kebijaksanaan. Tidak ada hal lain yang dapat menggolongkan kebijaksanaan".



15. "Ketiga hal ini, Nagasena. Yaitu kesadaran (vinnana), kebijaksanaan (panna) dan jiwa (bhutasmim jivo), apakah berbeda pada intinya atau hanya berbeda sebutannya?"

"Mengetahui, O Baginda, adalah tanda kesadaran. Sedangkan membeda-bedakan adalah tanda kebijaksanaan. Jiwa tidak dapat ditemukan".



16. Bhikkhu Nagasena berkata, "Sesuatu yang sulit telah dilakukan oleh Sang Buddha; membedakan semua kondisi mental yang bergantung pada organ indera, menunjukkan bahwa seperti ini dan itu adalah kontak, seperti ini adalah perasaan, seperti ini adalah pencerapan, seperti ini adalah niat dan seperti ini adalah pikiran (citta)".

"Berilah saya ilustrasi".

"Jika seseorang meraup air dari laut dan setelah mencicipinya dapat mengatakan, 'Air ini dari Sungai Gangga, yang ini dari Jumna, yang ini dari Gandak, ini dari Sarabhu, dan ini dari Mahi'. Lebih sulit daripada hal itu adalah membedakan semua keadaan mental yang menemani setiap indera".



17. Karena telah tengah malam raja memberi persembahan kepada Nagasena dan kemudian sang raja berkata, "Seperti seekor singa di kandang emas yang hanya merindukan kebebasan, demikian pula aku merindukan kehidupan sebagai bhikkhu. Tetapi aku tidak akan hidup lama, karena begitu banyak musuhku".

Kemudian Nagasena, setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Raja Milinda, berdiri dari tempat duduknya dan kembali menuju pertapaannya.

Tidak lama setelah Nagasena pergi, Raja Milinda merenungkan kembali pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban itu dan menyimpulkan, "Semuanya telah aku tanyakan dengan benar dan semuanya telah dijawab dengan baik oleh Nagasena".

Dan di pertapaannya, Nagasena pun merenung dan menyimpulkan hal yang sama.

***

Sumber:

Perdebatan Raja Milinda (Ringkasan Milinda Panha), Bhikkhu Pesala; Kaliyani Kumiayi SE, Dra.Sujata Lanny Anggawati, Dra.Yasodhara Wena Cintiawati (alih bahasa); Bhikkhu Uttamo (editor); Sangha Theravada Indonesia, 1995.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar